Part 08

1262 Words
Waktu pulang kerja pun telah tiba, Greysie dengan semangat membereskan alat-alat kerjanya yang berserakan di atas meja kerjanya. Greysie membereskan semuanya dengan tak lupa menyanyikan lagu kesukaannya. Teman-teman satu divisinya, menikmati nyanyian yang didendangkan oleh Greysie. "Suaramu bagus Grey," ucap salah satu teman divisinya yang bernama Retno. "Aku kan calon penyanyi yang nggak jadi, jadi sama Tuhan sekarang disuruh menghibur kalian dengan nyanyianku," ucap Grey sambil tertawa. Ruang divisi perencanaan semenjak kedatangan Grey, menjadi hidup. Sifatnya yang apa adanya dengan mudah teman-temannya satu divisi menyukai Grey. Kadang Grey bisa menjadi seseorang yang serius, kadang menjadi seseorang yang lucu dan menggemaskan. Menjadikan Grey menjadi istimewa di mata teman-temannya. Meskipun Grey baru sehari magang di perusahaan, semua karyawan satu divisi, sudah pada mengenal Greysie. "Akhirnya pulang juga, langsung sajalah berangkat ke cafe, ditambah lagi jarak perusahaan ke cafe lumayan," gumang Greysie. "Grey, mau bareng nggak pulangnya?" tanya Intan pada Greysie. "Nggak usah Tan, karena rencananya aku langsung ke cafe saja. Sudah jam segini juga," ucap Greysie. "Jangan terlalu capek Grey, kurangi sedikit pekerjaanmu," ucap Intan. "Aku kalau nggak kerja nggak bisa biayain kuliah aku sampai tamat Tan, aku sendiri juga sangat menikmati kok pekerjaanku sebagai Chef di cafe itu. Kapan-kapan Mampirlah supaya bisa merasakan masakan buatanku," ucap Grey sambil tersenyum hangat. "Pasti nanti kita bakalan coba menu makanan di cafe itu. Tapi hebat kamu Grey, masih muda sudah bekerja keras," ucap Intan penuh kagum pada Greysie. "Bisa saja kamu itu Tan, itu namanya tuntutan hidup. Kalau aku nggak kerja, terus siapa yang mau ngasih aku makan. Aku sudah nggak punya siapa-siapa. Kedua orang tua aku juga sudah meninggal," ucap Grey balik. Tiba-tiba para karyawan terdiam mendengar obrolan Greysie dengan Intan barusan. Mereka tidak menyangka kalau Greysie mengalami kehidupan yang sulit selama ini. *** "Aku semakin menyukaimu Grey, masalah hidup yang pernah kamu jalani ternyata menjadikanmu wanita yang kuat, semoga Tuhan menakdirkan ku untuk memilikimu," ucap Sean sambil tetap menatap layar Macbook miliknya, yang memperlihatkan aktivitas Grey seharian ini. Setelah melihat Grey keluar dari ruangannya, Sean mulai membereskan barang-barang bawaannya. Sean memberikan barang-barangnya pada Matias. Sean berjalan keluar dari ruangannya diikuti oleh Matias di belakangnya. Sean memang sengaja pulang menunggu Grey pulang lebih dulu. Sean masuk ke dalam lift yang menuju ke lantai dasar.Setelah pintu lift terbuka, Sean berjalan menuju ke parkiran perusahaannya. "Matias kamu pulang saja pakai mobil perusahaan. Bersenang-senanglah dengan keluarga kecilmu hari ini, karena hari ini biar aku mengurus diriku sendiri. Karena aku lihat-lihat waktumu dengan putramu sangat sedikit, kamu malahan lebih fokus mengurus ku," ucap Sean pada Matias. "Karena ini memang kewajibanku Tuan muda, keselamatan anda adalah prioritas saya," ucap Matias dengan hormat. "Kalau masalah itu, aku tidak akan pernah meragukanmu Matias. Karena kamu adalah kaki tangan terbaik yang pernah aku miliki," ucap Sean sambil tersenyum hangat pada Matias. Matias tersentuh dengan perkataan Sean. "Apa Tuan muda tidak apa-apa mengendarai mobil sendiri, apa biar saya saja yang mengantar tuan muda ke tempat tujuan Tuan muda terlebih dahulu, sampai saya memastikan Tuan muda baik-baik saja," ucap Matias. "Tidak usah Matias, sudah sekarang pulang lah, anak dan istrimu sudah menunggu. Mereka juga butuh waktu bersamamu," ucap Sean. "Baik tuan muda kalau begitu, hati-hati di jalan. Kalau Tuan muda perlu apa-apa, langsung saja menghubungi saya," ucap Matias. "Pasti, ya sudah aku pergi dulu Matias. kamu juga hati-hati di jalan," ucap Sean sebelum ia masuk ke mobil Lamborghini hitam miliknya. Sean mulai melajukan mobilnya keluar dari perusahaan. Sean saat mengendarai mobil di jalan, Sean melihat Greysie yang sedang menunggu bus di halte sambil berdiri melirik kiri kanan. Mobil Sean mendekat ke arah Greysie berada. Greysie sangat terkejut saat ada mobil berhenti di hadapannya. Ada rasa khawatir di dalam hatinya, namun Ia juga berpikir siapa yang akan menculiknya. Dia juga bukan orang kaya. Sean keluar dari mobil dan menghampiri Greysie. Greysie semakin terkejut dibuatnya. "Masuklah ke dalam mobil, jam-jam segini tidak ada bus yang lewat," ucap Sean pada Greysie. "Tidak usah Pak, takut merepotkan Bapak," ucap Greysie dengan sopan. "Kalau di luar kantor, jangan panggil Bapak. Panggil saja Sean," ucap Sean dengan santai. Greysie semakin heran dengan perilaku aneh Sean padanya. "Bapak nggak habis kejedot tembok kan kepalanya?" tanya Greysie pada Sean. "Kau lihat sendiri itu kepalaku ada luka nggak," ucap Sean yang tidak bisa menahan tawanya. "Iya nggak ada sih Pak, saya takutnya Bapak kejedot kepalanya, kok tiba-tiba berubah jadi aneh," ucap Greysie. "Aneh bagaimana maksudmu, aku sih biasa-biasa saja, yang aneh malahan kamu," goda Sean. "Kok jadi saya Pak yang aneh," gerutu Greysie. "Sudah masuklah ke mobil, aku akan mengantarmu," perintah Sean. Greysie mau nggak mau, Iya masuk ke mobil Sean. Greysie baru pertama kali ini menaiki mobil bagus. Biasanya dia cuma menaiki bus atau Taxi. Seperti sedang mimpi di siang bolong bisa menaiki mobil Lamborghini seperti sekarang ini. "Seperti ini ya Pak rasanya menaiki mobil bagus," ucap Greysie sambil tertawa. "Naik mobil bagus, naik mobil jelek ya sama saja. Sama-sama jalannya pakai roda empat," ucap Sean sambil menahan senyum. "Ya nggak gitu juga kali pak, ya maklum saja, kan saya masih belum pernah naik mobil Lamborghini. baru pertama kali ini malahan," ucap Greysie dengan jujur. "Mau ke mana kamu ini sekarang?" tanya Sean pada Greysie yang masih terpana dengan mobilnya. "Sebenarnya saya mau langsung ke tempat kerja saya Pak," ucap Greysie. "Emang kamu kerja di mana lagi, emang nggak capek apa?" tanya Sean. "Kalau saya capek Pak, bagaimana nasib saya. Saya kerja itu butuh buat makan, butuh buat biaya kuliah, terlebih lagi saya sangat menikmati pekerjaan saya di Cafe tempat saya bekerja itu. Cafe tempat saya bekerja itu seperti rumah kedua buat saya. Terlalu banyak kenangan juga di situ," jelas Greysie. Sean tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Greysie. "Baiklah aku antar, emang kamu bekerja di cafe mana, kan banyak cafe di daerah Manhattan ini," ucap Sean. "Cafe Fidelidade no amor Pak. Cafe dan Resto yang lagi disukai anak muda di daerah Manhattan ini," ucap Greysie penuh semangat. "Emang dibayar berapa kamu sama yang punya cafe, sampai segitunya kamu mempromosikan cafenya," goda Sean. "Saya nggak butuh bayaran Pak kalau untuk mempromosikan cafe milik orang yang pertama kali membantu saya, malaikat penolong buat saya. Saat semua orang tidak mau menerima kehadiran saya, beliau yang membantu saya sampai saya seperti sekarang ini. Saya bekerja di cafe milik Ibu Naraya. Wanita hebat yang pernah saya kenal. Beliau adalah idola saya," ucap Greysie sambil memandang ke luar jendela. "Pasti Ibu Naraya itu orang baik," ucap Sean. Sean juga sebenarnya sangat bangga dengan Mamanya. Banyak orang-orang yang sangat menyayanginya. "Aku sangat bangga padamu Ma, sampai-sampai wanita yang aku sukai sangat mengidolakan Mama," batin Sean. Sean merasa sangat bahagia bisa berbicar dekat seperti saat ini dengan Greysie. Sean menikmati apa yang sedang ia lakukan, karena dengan cara seperti ini ia bisa bersama dengan Greysie. “Apa saya tidak merepotkan anda Pak?” tanya Greysie. “Aku tidak merasa kamu repotkan. Karena aku ikhlas mengantarkanmu. Karena aku sendiri mau kesana. Mau bertemu dengan seseorang yang sangat spesial untukku,” ucap Sean sambil tetap konsentrasi dengan mobil yang ia kendarai. “Bapak sudah memilik pasangan?” tanya Greysie ingin tahu. Karena tak mungkin kalau Bosnya masih sendiri dengan wajah tampan yang dia miliki. “Belum,” ucap Sean singkat. Greysie semakin penasaran dengan apa yang barusan dikatakan oleh Bosnya. Obrolan demi obrolan keluar dari mulut mereka berdua. Tak terasa tempat yang mereka tujuh sudah ada di depan. Mobil Sean memasuki parkiran cafe. Sean parkir di parkiran khusus yang di siapkan untuk pemilik cafe. Greysie semakin heran dibuatnya. Sean yang melihat rasa penasaran Greysie, Cuma bisa tersenyum simpul. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD