Semanis Cocktail

1799 Words
     Malam ini, Tante Maya masuk ke kamar, sambil membawa undangan. "Syaluna, habis ini ikut ya, kami mau ada acara undangan dari temen om Angga, soft opening bisnis barunya di daerah Araya sana." "Ohh gitu Tante, Dani juga?" "Iya, kita semua, ya udah kamu ganti baju sekarang, dandan yang cantik." "Tante... Syaluna nggak ngerti konsepnya? bisa minta tolong pilihin baju nggak buat Syaluna, takut salah kostum." pintaku. "Ohh tentu sayang." ucapnya sambil menuju lemari pakaian ku yang berada disudut ruangan. setelah aku membukanya Tante Maya mulai memilih-milih baju untukku. "Ini... cantik sekali." ucap Tante seraya mengambil sebuah gaun dengan potongan Slim, A cut letter, V neck dan aksen bunga bunga dan diamond di bagian d**a, kemudian ada semacam layer oval bat wing menjuntai sekitar 30cm ke bagian punggung yang pernah aku pakai saat merayakan sweet seventeen kemarin. "Ini Tante?" "Iya... Tante juga bakalan pakek yang senada." ucapnya. "Hmmm makasih Tante." ucapku. "Dari dulu pertama kali lihat kamu di depan pintu, Tante pinginnnm banget punya anak perempuan. Tapi nggak bisa, setelah Dani lahir gak bisa punya adik lagi. Ehh nggak taunya udah gede tinggal sama Tante, senenggg banget rasanya." "Makasih Tante, maaf banget Syaluna cuma bisanya ngerepotin Tante sama keluarga terus." "Kata siapa ngerepotin, enggak kok, ya udah kamu ganti baju, terus ajak Dani turun ya, Tante tunggu di bawah." pamit Tante. Setelah selesai berhias dan merapikan rambutku, aku keluar nyusul Dani. "Dan... udah ditungguin Tante sama om dibawah, udah bel...." belum selesai aku bicara pintu sudah dibuka. Dan dia ganteng banget, rapi dengan setelan kemeja abu tua dan jas hitam. "Iya ayoo." jawabnya. Baru aja kami melangkah tiba-tiba terjadi pemadaman dan seketika rumah menjadi gelap gulita. Aku terdiam ditempat. "Danii..." panggilku. "Aku disini." jawabnya sambil memelukku dari belakang. Aku buru-buru melepaskannya, namun masih berpegangan pada lengannya. "Dannn... kamu cari adek kamu, jangan boleh turun dulu, takut dia jatuh." teriak mama dari bawah. "Iya ma... ini dia udah sama Dani kok." "Ya udah jangan turun dulu kalian, takut jatuh diam aja ditempat." Sesaat kemudian om Angga nyusul kami dengan membawa senter. "Hati-hati ya." pesannya, dan kami bertiga mulai menuruni anak tangga. Di dalam mobil Dani duduk di sebelahku di jok belakang. Mataku menerobos keluar jendela menikmati rana lampu-lampu yang menambah indah langit malam. Nggak sampai setengah jam kami sampai di kawasan perumahan Araya. Bisnis baru yang dimaksud Tante Maya adalah sebuah Baby shop tiga lantai yang baru saja buka hari ini, letak babyshop itu sendiri berada tidak jauh dari rumah pemiliknya. Kalau biasanya di tempatku di Ratu Ayu sana sih biasanya syukuran ya kalau ada usaha baru. Agak beda kalau untuk masyarakat menengah keatas gini, jadi semacam party gitu. Semua enjoy, semua happy, hanya aku yang nggak tau harus ngapain, aku membawa segelas cocktail dan mengambil tempat duduk di tempat yang agak sepi dari kerumunan. Sambil menyeruput cocktail sesekali kulihat kearah om dan Tante, seakan kulayangkan tanya, apakah masih lama acaranya. Ditengah kebingungan ku.. datang seorang cowok mendekat dan duduk di sampingku. usianya kisaran 4-5 tahun diatasku, ganteng sih lumayan, dia duduk setelah dari tadi curi-curi pandang ke aku. Dani kemana sih, bukannya nemenin aku malah ngilang. dasarrr.. "Nggak suka keramaian ya?" tanya dia. "Ehmmm..." aku mengangguk sambil kutambahkan sedikit senyum. "Evan..." dia mengulurkan tangannya. tentu saja gesture itu ngajak kenalan kan, jadi aku menyambut uluran tangannya. "Syaluna.." balasku. "Sekolah, kuliah or kerja?" "Sekolah masih kelas XI mau naik kelas XII nanti." "Sekolah dimana?" tanya dia. "Cendika." jawabku singkat, entah kenapa tiba-tiba ketakutan tanpa alasan menyergapku, gemetaran, dadaku sesak, nafas pendek dan kram perut. Gelas cocktail yang aku bawa pun bergetar sesekali di pangkuanku. Saat Evan semakin mendekat dan membuatku tidak nyaman. "Aku kuliah di UB." katanya. "Boleh minta WA nggak, siapa tau nanti kamu lanjut kuliah di UB juga, aku bisa bimbing kamu." Aku beringsut beberapa Senti dari tempatku semula. Melihatku seperti itu, dia justru makin mendekat. "Yang kaya gini nih bikin semangat." gumamnya. "Ehh sayang kamu disini, aku cariin dari tadi juga." kata Dani yang tiba-tiba muncul. "Yukk.. mama nyariin kamu." Dani membawa ku pergi dari sana. Akhirnya aku selamat. Aku meletakkan gelas yang aku bawa lalu mengikuti langkah Dani. Kupegangi dadaku yang semakin sesak saat masuk ke keramaian. Kaki ku lemas, panic attack ini selalu menggangguku. Sepertinya Dani menyadari perubahan ku, dia berbalik dan menatapku. "Kenapa?" tanya dia cemas. Aku tidak sanggup berkata-kata hanya senyum yang benar-benar aku paksa untuk menyertai gelengan kepalaku. "Kamu kelihatan nggak baik-baik saja ini." katanya. "Aku nggak bisa berada disini." jawabku pelan sekali. "Iya kenapa? ya udah ayo kembali ke mobil, kamu istirahat ya." ajaknya berbalik arah dan tidak menghiraukan pesta itu. Sampai di mobil aku buru-buru mencari tasku dan mengambil sebutir Fluoxetine dan menenggaknya. Dani melepas jasnya dan menyelimuti tubuhku dengan jas itu. Beberapa saat setelah meminum obat itu aku mulai merasa lebih tenang dan berpikir jernih. "Makasih..." ucapku. "Sekarang gimana? udah mendingan kan?" "Iya.. " jawabku. "Kamu dari mana aja, tadi ada cowok ngajak aku kenalan, dan kayanya dia mau ngapain gitu, aku jadi panic attack." "Aku tadi di dalam kebetulan ada temen aku ML disana." "Cewek cowok?" "Cowok kok... kenapa kalau cewek, cemburu?" "Nggak kok... cuma nanya aja." "Tapi kamu nggak di apa-apain kan tadi, sama cowok itu?" "Enggak.. terus kamu dateng tadi, disaat yang tepat." kataku. "Hmmm sweet kan..." sahutnya, aku hanya nyengir. "Btw kamu tadi udah sempat makan or minum something?" lanjut Dani "Udah, aku nyobain cocktail nya tadi." jawabku. "Sedikit kok... takut kebanyakan alkohol di cocktailnya, habis gak ada minuman lainnya." tambahku, melihat dia merengut mendengar aku cobain cocktail. "Kamu gimana? belum makan?" tanyaku padanya. "Belum... belum sempat tadi, aku cariin kamu terus ya udah kita sampai disini." "Ehmmm kasian, kamu pasti laper?" "Nggak papa kok, bisa makan dirumah juga, ehh boleh cobain cocktail nya nggak?" "Silakan.. cobain aja, paling alkohol cuma berapa persen aja." Jawabku. "Okkee..." jawabnya, tapi bukannya keluar dia justru mendekat ke arahku, meraih dan memegangi belakang leherku lalu mencium tepat di bibirku sampai beberapa saat. "Manis..." katanya kemudian. Aku hanya bengong dan buru-buru mengalihkan pandanganku keluar jendela. Melihatku salah tingkah dia justru tertawa. Aku yakin wajahku memerah bukan karena bias lampu jalanan. --- Dan malam ini kami kembali harus menghadiri pesta, sama seperti kemarin keadaan lampu tiba-tiba padam pada saat kami berangkat. "Nih listrik ngajak ribut aja." ucap Dani sambil naik ke mobil. "Tau tuh... harus di komplain ini, kenapa selalu pemadaman." tambah papa Dani. "Biar mama yang komplain..." ucap Tante Maya. Mobil melaju perlahan meninggalkan Ijen Nirwana. Menuju rumah kak Aurel di kawasan Permata Jingga. Sampai di rumah kak Aurel, aku langsung mencari mama papa mungkin udah datang, aku berkeliling bahkan sampai masuk kamar pengantin tapi aku nggak melihat mereka. Seketika hancurlah mood ku malam ini, mereka semua tampak bahagia dan bergantian foto namun tidak denganku. Kenapa bahkan dalam acara keluarga kaya gini mama sama papa gak datang. Apa mungkin karena sibuk mereka gak bisa menyempatkan diri? atau mungkin karena udah jatuh miskin jadi dilupakan oleh keluarga besar kami. Entahlah pikiranku tidak bisa lagi sejernih tadi. Aku berdiam diri di sebuah sudut ruangan yang mulai sepi. Dan lagi Tante sama Om gak mau pulang sampai acara selesai. Rasanya nyesek banget sendirian di sini. Aku menelpon mama, tapi seperti biasa nomernya selalu mati. "Kenapa kamu sendirian aja disini?" "Nggak papa..." jawabku. "Kamu tuh ya, kalau ditanya kenapa, jawabnya karena bukan nggak papa." omel Dani, dia mengambil kursi dan duduk di sebelah ku. "Mama sama papa nggak datang, kamu juga nggak lihat mereka kan?" "Mungkin masih sibuk Sya." jawabnya. "Sesibuk apa sih sampai gak bisa datang diacara keluarga." "Udahlah... jangan dipikirin nih... mending makan." ucapnya sambil nyuapin aku sepotong kue brownies. "Bentar..." lanjutnya kemudian, menghilangkan cokelat yang belepotan di bibirku. Bukannya langsung berhenti pas usai malah dia sempat-sempatnya mengelus pipiku sambil tersenyum. "Udah Dan... jangan gini." aku melepaskan tangannya. "Kenapa kamu harus jadi saudaraku... kalau nggak, kita nggak perlu sembunyi-sembunyi kan." "Aduh lagian kamu ngapain sih Dan?" tanyaku, aku tersenyum melihatnya kaya gitu. "Lagi halu aja sih, kebanyakan mikirin kamu." "Ada-ada aja dehh..." "Ya udah ayo gabung sama mereka, foto-foto masa kamu gak mau sih, jadi gimana gitu dilihatnya." ucapnya. Aku mengangguk dan mengajaknya bergabung bersama yang lain. Saat aku baru aja beberapa langkah meninggalkan tempatku tiba-tiba serombongan ponakan kecil-kecil berlarian dan hampir saja menabrak ku juga tumpukan gelas yang ada di dekatku, jika saja Dani tidak menarikku mundur beberapa inchi. "Nyaris... itu gelass horrror tuh kalau sampai ketabrak." katanya sambil masih memegangi tanganku. "Zahra, Kesya, Keenan, Fatir, udahh jangan lari-larian dekkk, ini bahaya banyak barang-barang pecah belah, lagian kalian bisa jatoh kena kaki meja atau kursi." Ucapku pada mereka. "Iya kakk..." jawab mereka dengan tetap berlari-lari. "Udah biarin aja toh mama nya juga gak peduli." ucap Dani. "He em..." balasku, aku melepaskan tangan Dani yang masih nyaman menggenggam tanganku. "Udahh nggak perlu dilepas, udah terlanjur sayang... ehh maksudku udah terlanjur nyaman." katanya sambil menarikku untuk berjalan mengikutinya. "Kamu mau kita kesana dengan gandengan tangan?" "Emang kenapa? bukannya dulu waktu kecil kamu suka digandeng." "Ya udah beda ceritanya Dan." "Udahlah...." "Niihhh aku bawain orangnya yang dari tadi ngilang Mulu." kata Dani kepada mereka. "Iyaaaa nih dicariin juga, sini-sini ayo foto bersama." kata Mama Dani. "Habis ini kira-kira siapa nih yang bakalan nikah lagi, Dani duluan apa Syaluna nih, apa jangan-jangan barengan." Kata kak Aurel. "Gimana kalau dia aja jadi mempelaiku?" tanya Dani. "Emang boleh nikah sama sudara?" Kak Aurel balik bertanya. "Udah kak jangan didengerin..." kataku. "Bolehhh kenapa nggak, sepupu itu bukan mahram Lo, apalagi Dani sama Syaluna kan..." kata mama Kak Aurel yang langsung dihentikan oleh mama Dani. "Kann apa?" tanya ku. "Kann cocok sama-sama suka bikin ribut dirumah." jawab mama Dani sambil tertawa. "Iya itu yang jadi biang rusuhnya selalu Dani Tante maaf ya." pintaku. "Iya emang siapa lagi..." sahut Aurel. "Nih kenalin suami aku Reza." Ucapnya kemudian sambil memperkenalkan suaminya kepada kami. "Reza..." ucapnya sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Syaluna .." balasku. "Dani..." balas Dani. "Rencana mau Honey moon kemana?" tanya Dani. "Lombok..." jawab Reza. "Jauh banget." tanyaku. "Iya soalnya dia mau summit ke Rinjani." sela Aurel. "Ya ampunnn masih sempat-sempatnya ya," ucapku. "Iya nihhh... mending jangan muncak dulu lah, apalagi masih pengantin baru kan, ya takutnya gimana-gimana." sahut Dani. "Ya udah deh, gak usah Summit, ntar aja, mau menikmati masa-masa honeymoon." "Nahhh gitu dong." kata Aurel. "Kamu bilang pingin cepet punya dedek bayi, tapi belum program juga kamu dah mau kabur nyamperin gunung." ketus Aurel. "Hehehehe iya iya sayang... ntar malem langsung gasskann kita bikin nya biar cepet jadi." kata Kak Reza. Dani menutup kedua telingaku sambil sok-sok an menatapku sebagai life saver. "Ganti Topic ada anak dibawah umur nih, ntar baper gimana coba!?" Ucap Dani. "Ya udahlahhh gasskann Dan... kalian berdua nikah aja." kak Aurel justru ngompor-ngomporin Dani. "Kak awas loh bercandanya, soalnya Dani suka baper." ucapku berusaha menyingkirkan tangan Dani dari telingaku. "Tunggu aja... ma boleh ya nikahin Syaluna nanti." ucap Dani, dan Tante Maya jaya tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD