BANDIT 6

1314 Words
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemilihan ini mampu membuat Adis keringat dingin, pasalnya lawannya adalah orang yang sudah mengibarkan bendera perang padanya. "Oke, vote bisa dimasukan ke dalam kotak besar yang sudah disediakan," Bagas menunjuk sebuah kotak yang ditutup dan di gembok serta terdapat lubang berbentuk persegi panjang kecil diatasnya untuk memasukkan kertas suara. Satu persatu semua siswa memasukkan kertas vote mereka, Adis dan Kevan tidak henti melihat setiap tangan yang memasukkan kertas suara mereka ke dalam kotak tersebut. "Para kandidat bisa menunggu sebentar, kami akan menghitung suara, tenang saja ini akan berjalan jujur karena Bapak Kepala Sekolah yang akan menjadi saksi penghitungan suara." Adis dan Kevan mengambil tempat yang disediakan di sisi kiri panggung, sementara tim OSIS senior bersama kepala sekolah sedang menghitung hasil vote. "Jangan berharap akan menang," bisik Kevan di telinga Adis, Adis sedikit menggeram lalu menekan emosinya, ia tidak mau berbicara gegabah yang dapat mempermalukan dirinya. Adis memaksakan senyuman pada Kevan, "well, bagiku menang kalah hal lumrah dalam kompetisi, setidaknya jangan besar kepala jika menang nanti" ucap Adis bijak. Kevan hanya diam, tidak menyangka Adis akan menahan emosinya saat ini. Bagas dan yang lain telah selesai melakukan penghitungan, dan inilah saat yang ditunggu, pengumuman hasil voting. Semua siswa hening menunggu nama yang akan disebutkan Bagas. "Dan inilah dia Ketua OSIS baru sekolah kita.. unggul satu suara dari lawannya, persaingan yang luar biasa, dan yang berhasil memenangkan voting adalah--" Bagas menjeda kalimatnya. Kevan menggeram bosan di tempatnya, begitu pula Adis, Dan akhirnya satu nama disebutkan oleh Bagas, membuat banyak siswa kecewa dan bersorak. "KEVAN JUSTINE WIJAYA!!" Bandit sedikit kecewa karena ketua mereka kalah, namun tidak dengan Adis, dia cukup berpikir sportif menerima jabatannya sebagai wakil OSIS. "Posisi kalian pas, sudah selayaknya pria memimpin dan didampingi wanita" Ucap kepala sekolah setelah memberikan selamat kepada mereka, Adis dan Kevan memaksakan tersenyum untuk menghargai kepala sekolah. Tepuk riuh siswa kembali terdengar, dan acara pemilihan ketua OSIS ditutup siang itu. "Seminggu lagi akan ada pelantikan resmi OSIS baru di ruang OSIS" ucap Bagas menginfokan pada Kevan dan Adis, keduanya mengangguk mengerti. "Oke selamat atas kemenangannya" Adis memberikan jabatan tangan yang disambut oleh Kevan, keduanya saling melempar senyuman sinis, sepertinya kompetisi tidak berhenti sampai di sini. "Well ngga buruk Dis jadi wakil" ujar Al sambil menepuk pundak Adis, mereka sedang di kantin sekarang. "Hei jangan menghiburku, aku tidak kecewa seperti kalian" keempatnya terkekeh. "Tapi sepertinya kalian masih mengibarkan bendera perang dari cara kalian berjabat tangan tadi Dis" terka Adit. "Kita lihat saja nanti" seringaian Adis muncul, membuat ketiga rekannya menatapnya ngeri. Di sisi lain kantin, Kevan dikelilingi beberapa siswi yang sedang asik memberikan selamat kepadanya, namun sesekali ekor matanya menangkap keberadaan Adis yang tengah menikmati makan siang bersama genknya, Adis memang tidak menyadari kehadiran Kevan di sana. Sebenarnya banyak yang kurang yakin dengan Kevan dan Adis, bukannya ragu sama orangnya namun karena insiden pagi itu saat Adis dan Kevan sempat ribut, para siswa sempat kurang yakin mereka cocok jika dipasangkan. "Gue ngga bisa bayangin Dis kalau kalian berdua rapat bagaimana" Edo terkekeh, Adis memasang wajah sinisnya, "maksud lo?" "Maksud si Edo, kan kalian sering saingan tuh, nah ngga bisa terbayang kalau kalian harus kerjasama bagaimana" timpal Al juga ikut terkekeh, Adit merangkul pundak Adis, "kalau dia macem-macem sama lo, bilang gue Dis, biar gue piting kepalanya" kini Adis terkekeh "siap bos." Saat ini mereka berempat sedang duduk di pinggir lapangan basket outdoor, yah kebiasaan mereka jika belum langsung pulang sekolah. _____ Drrt.. drrt.. Deringan ponsel Adis mengalihkannya dari novel yang sedang ia baca, terdapat notif satu pesan baru saja masuk. Adis membuka pesan yang ternyata dari Kevan. From: +62821 xxxx xxxx Besok kita rapat pembentukan pengurus sebelum pelantikan resmi, lo bisa ajak genk lo kalau mau buat gabung. Kevan. 'Dari mana nih anak tahu nomor gue?' Gumam Adis, 'ah iya gue lupa dia kan stalker.' "Dis.." panggil Adit yang baru masuk kamar Adis, Adis mengalihkan perhatiannya dari ponsel ke kakak kembarnya. "Ya Dit? Ada apa?" "Oh gue kira lo udah tidur, gue di sini ya" pinta Adit seraya menutup pintu kamar Adis. "Masuk aja Dit" Adit duduk di kasur adiknya, Adis yang sejak tadi duduk di depan meja belajarnya ikut duduk di samping Adit. "Besok bandit ikut rapat ya buat masuk kepengurusan OSIS, gue ngga tau dia pilih siapa aja buat mengisi kepengurusan lain, tapi gue mau kalian masuk" jelas Adis, Adit mengangguk, "oke, lo udah bilang yang lain?" "Belum, lo yang bbm mereka ya Dit" "Oke" Adit mengeluarkan ponsel di sakunya mengetikan pesan bbm pada kedua rekannya. "Mereka udah oke Dis" ucap Adit setelah mendapat konfirmasi dari Al dan Edo. Adis berbaring di kasurnya, "sip lah" Adit ikut berbaring di samping Adis, di sandarkan kepalanya di bahu adiknya, tangannya memeluk Adis. Adis melirik kembarannya, diperhatikan dalam-dalam saudara kembarnya, "lo kenapa Dit?" Adit menggeleng, "gue cuma pingin nempel sama lo kok" Adis terkekeh pelan, mengusap puncak kepala Adit, "ya udah malam ini lo tidur bareng gue" Adit tersenyum, semakin dipeluk erat tubuh adiknya. "Boleh tukar posisi ngga Dit?" Adit menatap Adis bingung, namun sedetik kemudian Adit paham, Adis memeluk pinggang Adit dan menyandarkan kepalanya di d**a Adit, kepala Adit kini bersandar di puncak kepala Adis dan memeluk pundak adik kembarnya. Mereka tidur dalam posisi berpelukan, hal yang biasa mereka lakukan jika sedang tidur bersama. Dalam bandit mungkin Adis adalah ketua, namun sebenarnya Adis lebih sering berlindung pada kakaknya. "Aku jadi ingat kak Alan kalau lihat mereka Yo" ucap Ana saat diam-diam masuk ke kamar Adis, Adis dan Adit sudah terlelap sehingga tidak menyadari kehadiran kedua orang tuanya. "Sepertinya kamu manja banget ya sama Alan kalau lihat posisi si kembar" Geo merangkul pundak istrinya, Ana terkekeh pelan agar tidak membangunkan anak kembarnya. "Ya begitulah, tapi kak Alan ngga pernah mengatakan aku manja" Ana teringat kembali dirinya dan kakak kembarnya saat berada di kamar, bagaimana Alan sangat menyayanginya. "Sama sepertiku" Ana menatap Geo bingung, "maksudmu Yo?" Geo menatap manik istrinya dengan tatapan teduh dan lembut, tersirat rasa cinta dalam tatapannya yang ditujukan pada istrinya, tatapan yang selalu membuat Ana nyaman saat di samping Geo. "Aku selalu senang saat kamu manja sama aku, aku merasa sudah berhasil menjalankan peranku sebagai suamimu sehingga kamu tidak pernah membedakan perlakuanmu padaku dan Alan" Geo tersenyum lembut, Ana memeluk pinggang suaminya erat. "Ya udah ayo kita juga istirahat, kalau lama di sini nanti si kembar bangun" Ana mengangguk mengiyakan ajakan Geo, dengan perlahan mereka keluar dari kamar Adis dan menutup pintu secara perlahan tanpa menimbulkan suara yang bisa mengganggu tidur dua buah hati mereka. _____ "Pagi semua!" sapa Adis yang baru tiba di ruang makan, di ciumi pipi Mama, Papa, serta kedua kakaknya lalu mengambil tempat duduk di samping Adit. "Pagi sayang" sapa Ana dan Geo bergantian, "Pagi Princess" sapa Dave dan Adit. "Ciee yang jadi wakil OSIS" goda Dave pada Adis, "Wah hebat princess papa" puji Geo, Adis hanya tersenyum sumringah, "siapa dulu tim suksesnya" semua terkekeh mendengar ucapan Adit. Usai sarapan, seperti biasa semua kembali ke aktifitas mereka masing-masing. "Jangan lupa pulang sekolah nanti" bisik Kevan sambil terus berjalan melewati Adis menuju kelas, Adis hanya mencibir. "Bicara apa tadi dia?" Adit tiba-tiba muncul di samping Adis dan merangkul pundak adiknya, Adis menggeleng sekilas, "cuma ingetin soal rapat nanti" Adit hanya ber-oh-ria dan mengajak Adis segera masuk ke dalam kelas. "Seriusan Dis ntar pulang sekolah rapat OSIS?" bisik Al yang duduk di belakang Adis, sesekali Al melirik Kevan yang sedang fokus pada bukunya. "Iya serius" Adis balas membisik pada Al. "Aldric, Adis, sedang apa kalian?" Tanya sang guru melihat kelakuan Al dan Adis barusan. "E-eh ngga bu cuma nanya pena tadi sama Adis, ya kan Dis?" Al mencolek pundak Adis berharap Adis menolongnya, "Ia Bu, cuma nanya pena" sahut Adis santai. Sang guru hanya menggeleng pelan lalu melanjutkan mengajar. Edo menoyor pelan kepala Al, "untung ngga di santap sama tuh guru killer lo" "Iya maap maap" bisik Al pada Edo, Adis hanya memutar bola matanya, sedangkan Adit menahan kekehannya melihat ekspresi Aldric. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD