bc

My Hot Duda!

book_age18+
508
FOLLOW
6.6K
READ
HE
age gap
arranged marriage
arrogant
kickass heroine
boss
sweet
bxg
office/work place
like
intro-logo
Blurb

"Sesil, ngapain kamu pulang malam begini? Lulus kuliah bukannya kerja malah keluyuran, ingat umur!" "Di rumah sumpek, Ma. Lagian kalau mau kaya gampang, Ma. Tinggal nikah dengan kakek tua penyakitan yang banyak warisan, haha.""Bocah gendeng! Ya sudah, besok bersiaplah. Mama kabulkan permintaan kamu."Aku melotot kaget dong, "Ha? Kawin sama aki-aki, Ma?!""Menikah dengan Reza Jatnika.""Apa?! Duda tetangga baru kita?! Ma, yang bener aja, Ma? Masa aku nikah sama modelan jalan tol begitu sih?""Ya bagus, biar hidup kamu jadi lurus."Waduh, mati aku!

chap-preview
Free preview
Hah, Kawin?!
"SESIL! BANGUN!" Halah, toa pagi hari sudah menyala rupanya. Aku mengucek kedua mata. Masih sepet dan ngantuk sih. "Apaan sih, Ma? Jangan teriak mulu, ntar tetangga keganggu lho." "Kalau gak teriak, mana mau kamu bangun!" Mama masih ngomel-ngomel. Tangannya sibuk membuka jendela kamar. Anjir, silau banget! "Ma, silau ah, tutup lagi!" ucapku lalu kembali menarik selimut. Sret! Weh, emakku malah menarik selimut yang membungkus tubuhku. "Heh, bangun kamu! Jam berapa ini? Ayam aja udah pada pergi nyari rezeki. Lah kamu? Masih ngiler aja di atas kasur!" "Ck, masih ngantuk, Ma. Bentar lagi ya?" jawabku tanpa mau membuka kata. Cahaya matahari pagi serasa menyengat mata. "Bangun! Apa perlu Mama siram pakai air, hah?" Buru-buru aku bangun, "Ah, Mama. Iya, iya, aku bangun!" "Mandi sana! Papa di bawah udah nungguin kamu tuh." "Ha? Papa? Emang ada apaan, Ma?" Tumbenan Papa nungguin aku bangun. Biasanya jam segini Papa udah berangkat kerja. Ah iya, aku Sesilia. Namaku sesingkat itu. Konon Mama memberiku nama itu karena beliau suka nonton telenovela. Jadinya aku dikasih nama seperti itu. Terserah lah, poin pentingnya aku terlahir cantik. Ya, banyak pria yang memujaku. Sayang, belum ada yang menarik perhatian. Aku anak tunggal. Kalau Papa dan Mama banyak warisan, aku gak usah kerja lagi. Tapi sayang, Papa dan Mamaku bukan konglomerat. Mereka hanya rakyat biasa yang harus bekerja kalau ingin menikmati kata sejahtera. Mama punya usaha laundry kecil-kecilan. Sedangkan Papa karyawan biasa sebuah perusahaan. Ya, kondisi keluarga yang seperti ini, mau tidak mau aku terus disuruh untuk cari kerja. Aku baru lulus kuliah jurusan ekonomi sekitar tiga bulan yang lalu. Tapi desakan buat cepat cari kerja udah kayak desakan kudeta militer. "Sil, cepetan mandinya! Lama banget? Luluran apa semedi sih kamu?" Suara cempreng khas omelan Mama membuyarkan lamunanku. Aku yang sedang konsentrasi tinggi untuk mengeluarkan sisa sampah dalam perut jadinya sedikit terganggu. "Iya, Ma! Bentar lagi!" "Lima menit gak keluar, Mama suruh Papa dan tamunya untuk masuk ke kamar kamu!" Lah, kejam amat? Eh, tapi tunggu! Tamu? Siapa? Kok tumbenan ada tamu pagi hari begini? Buru-buru aku menyudahi ritual sakral ini. Mandi dan secepat kilat keluar dari kamar mandi. "Tamu siapa, Ma?" tanyaku sambil sibuk milih baju. Ah, kaos oblong kedodoran jadi pilihanku pagi ini. Kolor pendek yang sudah belel sepertinya nyaman. "Heh, ngapain pakai baju gituan? Ganti! Kayak gembel aja!" "Ha? Emang kenapa, Ma? Kan biasanya juga aku pakai ginian kalau lagi di rumah?" Iya, biasanya juga Mama cuek dan sebodo amat masalah baju. "Ck, dandan yang normal, Sil! Kamu tuh wanita, bukan gembel!" Mama membuka lemari bajuku. Ia mengambil dress selutut berwarna putih. Iya, itu Mama yang beliin bulan kemarin, tapi gak pernah aku pakai. "Ma, masa baju gituan sih? Kan di rumah, bukan mau kondangan juga." "Jangan protes, pakai ini! Mama tunggu di luar kamar. Jangan lama!" Lah, begini amat sih? Masa pagi begini aku harus pakai baju ginian? Walau terpaksa, aku simpan lagi kaos oblong kesayanganku. Kalau mau telinga aman ya harus nurut perdana menteri. Aku keluar kamar. Rambutku dicepol asal. "Dih, masa rambutnya diginiin sih?" Tiba-tiba Mama menarik ikat rambutku. "Ma, kok ikat rambutnya diambil sih? Ah, gak nyaman, Ma!" "Udah, nurut aja! Nah, begini lebih cantik kan?" Mama merapikan rambutku. "Ada apaan emangnya, Ma? Kok pagi begini udah ribet segala dengan dandanan?" Aku masih ngedumel. Biasanya juga pagi hari disuruh bangun dan mandi. Disuruh keluar kamar saat sarapan sudah siap. Ini mah rempong segala macam baju juga diatur. Mencurigakan sekali! Dan kecurigaanku ternyata benar. Papa duduk dan tengah ngobrol santai dengan seorang pria. Eh, kok kayak kenal? "Nah, itu dia. Sesil, kemarilah!" Papa menyambutku dengan senyuman. Ia memberiku isyarat agar duduk di sampingnya. "Duh, maaf ya, Nak Reza. Nunggunya lama. Biasa, anak gadis kalau pagi hari suka sibuk dengan pekerjaan rumah, haha. Beresin kamar dan lain sebagainya." Mama tersenyum lebar ke arahku. Lah, fitnah macam apa ini? Papa juga nampak mengerjap, tahu kalau istrinya sedang berbohong. "Gak apa, Tante. Saya maklum kok." Jawab pria yang ternyata bernama si Reza. Ganteng sih, tapi datar. Lempeng benget ini orang. "Ah, jadi begini, Sesil. Ini adalah Reza Jatnika. Kamu pasti sudah sering lihat kan?" Aku hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Iya, sering lihat. Orang ini tetangga baru kami. Entah aslinya orang mana, aku gak tahu. "Nak, Reza. Ini putri tunggal kami. Sesilia. Bagaimana?" Ha? Bagaimana apanya? Maksudnya ini apaan coba? Aku jadi berasa kucing yang lagi ditawarin ke pembeli. Mama tersenyum sambil mengusap lenganku. Mataku menatap Mama penuh tanya. Sialnya hanya dijawab pelototan dari Mama. "Saya setuju." Hanya itu yang keluar dari mulut si Reza. "Wah, serius, Nak Reza?" Mata Mama berbinar. "Ya. Bagaimana dengan Sesilia?" Si Reza menatapku. "Ha? Apa?" Sumpah, aku masih linglung ini. "Ah, gak usah ditanya, haha. Sesil kami memang sudah ngebet pengen nikah juga. Ya kan, Sayang?" Mama melirikku penuh tekanan. "Apa?" Sumpah, mulutku gak bisa ngomong. Ini apaan sih? Siapa yang ngebet pengen kawin coba? "Baguslah, kalau begitu, kita cari tanggal yang bagus untuk pernikahan kalian." Papa menimpali. "Bentar, saya ke kamar dulu," ucapku sambil menarik tangan Mama, "Ma, anterin!" Walau mata Mama protes, tapi akhirnya ikut juga. "Ma, apaan sih ini?" tanyaku setelah tiba di kamar. "Ck, kamu gak sadar ya? Kamu tuh lagi dilamar orang!" "Ha? Kok dadakan sih? Aku gak kenal orang itu, Ma." "Kan tadi udah kenalan, namanya Reza Jatnika. Bagus ya, seperti orangnya, tampan dan gagah." "Tapi, Ma. Nikah itu bukan mainan, aku gak mau!" Aku duduk dan melipat kedua tangan di depan d**a. "Heh, ini kesempatan emas, Sil! Reza itu orang kaya. Baik pula, hanya statusnya aja yang duda. Tapi gak apa kok, gak punya anak dari istri pertamanya, jadi kamu aman, Sil." "Ya tapi gak dijodohkan juga, Ma. Kan belum tahu sifat dan karakter dia kayak gimana?" "Ck, Papa kamu udah kenal baik sama ayahnya Reza. Mama yakin, Reza anak baik. Bisa jagain kamu." "Pokoknya, gak mau!" "Heh, nurut aja kenapa sih? Mau nyari apalagi coba? Kamu harusnya senang, dapat suami kaya seperti Reza. Gak usah kerja, tinggal jadi istri yang baik di rumah, biar Reza makin cinta. Ya kan?" "Aduh, Ma. Ini tuh zaman modern. Masa masih ngejodohin anaknya? Aku bisa cari sendiri." "Cari gundulmu! Mama tuh sumpek tiap hari kerjaan kamu cuma main keluyuran, nongkrong gak jelas, sekalinya diam di rumah cuma bikin iler! Mending nikah saja, Mama yakin Reza bisa didik kamu jadi lebih baik." "Tapi, Ma..." "Udah ah, diam kamu! Nurut aja kenapa? Ayo keluar lagi, temui calon suami kamu." Anjir, mimpi apa aku semalam ya? Tetiba bangun dan disuruh kawin?! Mana sama duda lagi! Eh, bentar, duda kaya kan? Bibirku menyeringai. Awas kau, Reza! Akan ku tunjukkan siapa Sesil yang sebenarnya!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.5K
bc

My Secret Little Wife

read
96.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook