Kamar Kita?!

1146 Words
Perjodohan. Sebenarnya tidak ada dalam kamus percintaanku. Tapi entah dapat wangsit darimana, orang tuaku tiba-tiba menjodohkan aku dengan sosok pria bernama Reza Jatnika. Dari penampilan sih, nampak sangat hot dan ulala. Entah bagaimana aslinya. Konon dia duda kaya. Kita lihat saja nanti. Menolak bukan pilihan. Apalagi yang turun tangan papaku sendiri. Mau tidak mau ya harus menerima. Sekarang kami ditinggalkan berdua di ruang tamu. Papa tadi pamit pergi kerja. Sedangkan Mama alasannya mau buka toko laundry. Aku tahu, semuanya hanya alasan saja. Toh, aku yakin Papa tidak kerja hari ini. Masa iya jam sembilan begini baru mau berangkat, ya kan? Mama juga. Toko laundry buka mah gampang, gak usah pakai lama. "Berapa usiamu?" si Reza memecah keheningan di antara kami. "Coba tebak!" ucapku sambil tersenyum genit. Oh ya Tuhan, ekspresinya lucu sekali! Ia seperti kaget dengan jawaban dariku. Ah, mungkin ia mengira aku gadis cupu yang pemalu. Kau salah besar Tuan Duda! Tapi rasa kagetnya tidak lama, ekspresi wajahnya kembali datar seperti semula. "Kenapa kamu mau menerima lamaran saya?" tanyanya lagi. "Kamu lumayan. Kenapa tidak?" jawabku asal. "Bagus. Setelah menikah, kita akan langsung pindah rumah." "Benarkah? Tidak masalah. Itu lebih baik, Tuan Duda!" ucapku lebih berani lagi. "Kamu tahu saya duda?" "Tentu saja. Kenapa? Kaget?" "Tidak. Itu lebih baik. Lagipula status gadis juga belum tentu masih segelan. Apalagi melihat gayamu sangat berani menghadapi pria." Sialan! Dia sedang mengejekku. "Terserah Anda, Tuan Duda." Enak saja, walau aku bukan gadis pendiam, tapi aku juga belum segila itu. Pacaran sebatas ciuman memang pernah kulakukan. Tapi tidak sampai ngamar juga. Aku masih waras jika harus menghancurkan masa depanku sendiri demi semburan lendir nikmat terlaknat itu. Si Tuan Duda berdiri, "Ayo, kita ke rumah saya sekarang." Aku kaget dong, ngapain dia tiba-tiba ngajak ke rumah coba? "Untuk apa?" tanyaku. Sumpah, aku sedikit takut sih. Tapi tidak boleh kuperlihatkan! Keep calm, Sil! "Kamu akan jadi istri saya. Jadi, kamu harus mengenal lebih jauh tentang saya." "Oh, begitu rupanya. Baiklah." Si Duda malah tersenyum tipis, "Kamu takut, Gadis Pemberani?" tanyanya sambil mendekatkan wajahnya padaku. Gila, gila! Dia wangi banget, anjir! Ya Tuhan, godaan terberat dalam hidup! Aku menelan ludah, "Takut? Tidak!" Ku kira ia akan menerkamku saat ini juga. Posisi kami sangat bagus untuk berciuman. "Berharap sesuatu terjadi?" Aku membuka mata. Lah, si Kunyuk! Tahu-tahu dia sudah menjauh dari wajahku. Sialan, aku dikerjain! "Hanya sedang menguji saja. Seberapa kuat iman kamu, Mas Duda!" Ia hanya tersenyum kecil. Lalu pergi keluar rumah lebih dulu. "Ayo!" ucapnya saat melihatku masih belum keluar. "Saya seorang anak. Sepatutnya minta izin saat akan pergi," ucapku menahan kesal. "Tidak perlu." "Ha? Anda menyuruh saya untuk durhaka? Sulit untuk dipercaya! Tak heran sih Anda jadi duda di usia muda, ups." Dia diam lalu tiba-tiba mendekat ke arahku yang berdiri di ambang pintu. "Mulut kamu ini, ya, sebentar lagi akan jadi milik saya!" ucapnya penuh penekanan. Gila, a***y! Dia bicara begitu sambil menebar nafas wanginya di hidungku. Bahkan wajah kami hampir beradu. Ugh, sumpah, ini menggelitik sisi liarku! "Percaya diri sekali, Tuan Duda!" ucapku dengan berani mengelus pipinya yang penuh dengan jambang halus. "Hei, kalian belum pergi?" Suara Mama membuatku refleks menjauh dari manusia super hot itu. "Mama? Katanya mau buka toko?" tanyaku. Kaget banget, a***y! Hampir saja Mama melihat anak gadisnya yang sedang beraksi. "Ah, itu. Tadinya Mama mau buka, tapi ternyata si Mirna udah datang. Gimana, Nak Reza? Katanya mau ajak Sesil ke rumah?" tanya Mama. Aku cengo. "Mama tahu?" "Tentu saja, Sayang. Tadi Reza minta izin bawa kamu ke rumahnya. Katanya mau memperkenalkan keluarganya sama kamu. Manis kan?" Mama menatap si Reza dengan kagum. Dan si Kunyuk terlihat tenang. Aku tahu dia tersenyum mengejekku tanpa sepengetahuan Mama. "Ah, iya, Tante. Kebetulan ada sepupu saya yang datang dari luar kota. Mereka sedang berkumpul." "Wah, itu bagus. Ayo, Sil! Pergi sana, tunggu apalagi?" "Iya bentar, aku ambil tas dulu." "Tidak perlu. Kamu hanya ikut saja. Saya akan menjaga kamu sampai kamu pulang lagi ke rumah ini." Busyet, depan Mama aja dia manis banget. "Tapi kan saya harus...." "Eh, sudah sana pergi! Dibilangin Reza mau jagain kamu katanya. Ayo!" Sial, Mama malah mendorongku untuk ikut dengan si Duda. Alhasil, aku pergi ikut dengan pria bertubuh tinggi ini tanpa membawa tas. Untung saja ponselku tidak pernah jauh dari tangan. "Hei, Tuan Duda! Anda pakai pelet ya buat menarik hati Mama saya?" tanyaku asal saat kamu sudah berada di dalam mobil. "Saya tidak butuh pelet untuk menarik perhatian. Hanya orang buta yang bilang saya jelek." "Saya tidak buta. Dan saya pikir Anda jelek." Wow, berani sekali aku, haha! Mari kita tunggu responnya. Apa dia akan marah? Atau tersinggung? Ah, atau parahnya lagi, aku akan diturunkan di jalan? Lima menit berlalu. Tapi tak ada reaksi sama sekali. Dih, ini orang budek apa gimana ya? Aku mengejeknya barusan. Tapi ia malah tetap anteng nyetir tanpa merasa terganggu. "Turunlah!" ucapnya saat kami tiba di depan sebuah rumah yang cukup besar. Dih, aku kira ia akan bersikap romantis membukakan pintu mobil untukku. Ini mah boro-boro. Aku disuruh untuk turun sendiri, sue! "Tuan Duda! Ini rumah Anda ya? Bukannya rumah Anda dekat dengan rumah saya?" "Nanti kamu akan tahu." Reza menyuruhku untuk mengikutinya. Rumah segede gini sepi banget. Katanya sepupunya lagi ngumpul. Mana? Kok sepi? "Tuan Duda, katanya sepupu Anda lagi kumpul, mana?" "Mereka di belakang." Aku hanya mengangguk dan mengikuti langkahnya. Wah, ini sih dibuat gedung kawinan juga cukup. Gede banget. Ngomong-ngomong si Reza ini punya banyak rumah kali ya? Di dekat rumahku juga ia punya rumah. Jangan-jangan dia juga masih punya rumah lain? "Wah, siapa ini? Za, elo serius mau kawin?" Seseorang menyambut kami. Pria berambut keriting. Ia tersenyum padaku. "Gue gak bercanda." "Gila sih ini, mana cakep lagi. Eh, siapa nama kamu, manis?" Dih, keriting keong menyebalkan! Dia pikir aku gadis lugu yang ikhlas dikawinin sama sepupu gilanya ini. Enak saja! "Hai, Keriting? Aku Sesil. Rambut kamu bagus," jawabku sambil cengengesan. "Wow, cantik dan energik. Keren! Aku Igo. Bisa kita berteman?" "Tentu saja! Saya suka berteman dengan banyak orang terutama dengan pria keriting yang lucu seperti kamu." Si kriwil tertawa renyah. "Haha, elo dapat darimana sih, Za? Unik banget dia!" Si Reza hanya diam. Wajahnya masih datar. Dasar jalan tol butut! "Eh, Mas Kriwil, bisa ajak saya berkeliling rumah ini?" ucapku sambil menarik baju di keriting keong. "Tentu saja boleh. Tapi harus izin dulu sama calon suami kamu," si Kriwil mengedipkan sebelah matanya. "Go, suruh Bejo buatin minum untuk kita." Si Igo yang sedang cengengesan langsung mingkem, "Oh, siap, komandan!" Lah, kok nurut banget? Seperginya Igo, Si Tuan Duda berdiri. "Ayo, ikut saya!" Aku berdiri dan mengikutinya. "Keliling rumah?" Tiba-tiba Tuan Duda berbalik dan merangsekku, tatapan matanya tak lepas dariku. Aku mundur tentu saja. Kaget sih, ngapain dia kayak gitu coba? Hingga punggungku mentok di sebuah pintu. Trek! Wow, aku hampir terjengkang saat tiba-tiba pintu yang di belakangku terbuka. Untung saja tangan Reza sigap menangkap pinggangku. "Ini kamar kita, Gadis Pemberani!" bisiknya tepat di telingaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD