Pesta hampir dimulai, tapi kue pesanan Laelani belum juga datang. Wanita cantik itu tampak uring-uringan. Beberapa kali dia melirik jam tangan, melihat berapa lama lagi pesanannya akan sampai. Laelani akhirnya berinisiatif menelepon pihak toko kue, tapi belum juga tersambung kurir yang mengantar sudah sampai.
Tanpa banyak kata, Laelani bergegas menghampiri kurir itu. Serah terima sudah, dia pun dengan cepat membuka kotak kue. Namun, wajah yang tadinya semringah berubah muram. Sava melihat perubahan wajah sang istri dan langsung menghampirinya.
“Ada apa, Sayang?” tanya Sava sambil melihat isi kotak kue itu. Lalu, seketika kerutan tampak jelas di kening Sava.
“Sayang, kamu memesan kue seperti ini untuk acara kita?” tanya Sava heran.
Laelani tidak menjawab, dia masih tampak berpikir dan itu membuat Sava gemas.
“Ayolah, jangan membuat lelucon di hari penting kita. Para tamu sudah berdatangan,” tambah Sava, tambah gemas.
“Ini pasti kesalahan,” ucap Laelani tiba-tiba, membuat Sava bingung.
Sava berdiri di depan istrinya sambil berkacak pinggang. Dia benar-benar tak tahan melihat wajah sang istri.
“Maksudnya apa, Sayang? Jangan menggodaku dengan wajahmu itu.”
Mendengar ucapan Sava, Laelani mendelik sembari menghela napas berat.
“Kuenya pasti tertukar. Tidak mungkin aku memesan kue untuk anak-anak seperti ini.”
Sava hanya ber-oh ria sembari mengangguk-anggukkan kepala. Dia berjalan ke arah Laelani dan hendak merangkul istrinya, tapi langsung ditepis.
“Diam dulu, aku mau menghubungi pihak toko,” ujar Laelani serius, membuat Sava cemberut.
Panggilan terjawab di nada ketiga. Terdengar customer service yang menjawab telepon Laelani.
“Mbak, saya mau menanyakan kue tart pesanan atas nama Laelani. Ini, kenapa yang datang kue ulang tahun, ya?” tanya Laelani dengan sopan.
Sava yang sedari tadi cemberut pun kembali mengusik istrinya. Dia memeluk Laelani dari belakang sembari menyimpan dagu di pundak sang istri.
Laelani sempat memberi isyarat agar Sava melepas tangannya, tapi laki-laki itu malah asyik bergelayut di belakang punggung Laelani.
“Oh maaf, Bu. Tapi, semua kue pesanan hari ini sedang on the way. Mungkin saja belum sampai,”jawab CS di seberang sana.
Laelani hanya mengucap terima kasih. Namun, raut wajahnya terlihat jelas penuh kekhawatiran.
Gerak-gerik Laelani terbaca oleh Sava. Dia pun melepas pelukannya dan memutar tubuh sang istri untuk menghadap padanya.
“Ada apa, Sayang?” tanya Sava dengan wajah serius.
“Sepertinya, kurirnya yang salah kirim. Soalnya, dari pihak toko bilang kue pesanan sudah on the way.”Wajah cemas Laelani tampak jelas, membuat Sava menghela napas.
“Kan aku sudah bilang, kita bayar orang saja untuk menyiapkan semua ini. Jadinya tidak seperti ini,” ujar Sava malah membuat Laelani cemberut.
“Kamu menyalahkan ku?” tuduh Laelani membuat Sava tercengang.
Dia tidak tahu kalau ujarannya akan memperburuk suasana hari Laelani.
“Oke, maaf. Em, bagaimana kalau aku saja yang menyusul ke toko kue. Setidaknya, kita bisa pesan kue lain. Siapa tahu kurirnya terjebak macet atau datang telat, hm?” usul Sava membuat Laelani terdiam berpikir.
Laelani tersenyum, setuju dengan usulan suaminya. Waktu terus berjalan, tamu undangan pun mulai berdatangan. Lebih tenang kalau cepat mengambil kue daripada menunggu.
Sava pun, akhirnya menjadi solusinya. Namun, saat hendak berangkat, si bungsu tiba-tiba merengek.
“Papa, di sini saja. Temani Demas,” rengek si bungsu sambil memegangi tangan Sava dengan erat.
Sava dan Laelani saling pandang. Lalu, keduanya hanya mengembuskan napas berat bersamaan.
***
Dengan serius Laelani menyetir mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Sesekali matanya melirik jam tangan. Dia benar-benar harus mengejar waktu.
Lampu merah terpaksa menghentikan kecepatannya. Kesempatan itu dia gunakan untuk membuka ponselnya yang sempat bergetar. Beberapa panggilan tak terjawab dan pesan dari Sava.
‘Hati-hati, Sayang. Jangan ngebut dan cepat kembali.’
Seulas senyum simpul menghiasi bibir Laelani. Tangannya terulur untuk memijat kepala yang terasa berdenyut. Saking semangatnya menyiapkan pesta, dia sampai lupa untuk sarapan.
Hijau telah menyala, suara klakson saling bersahutan. Laelani kembali menancap gas dan membelah jalanan.
Harusnya dia makan dulu sebelum berangkat. Laelani tak mengira kalau dia sendiri yang akan mengambil kue. Sebelumnya, memang Sava yang berinisiatif mengambil, tapi Demas tiba-tiba manja dan tak mau ditinggal.
Laelani tak punya pilihan lain. Acaranya terdapat banyak tamu terhormat, kalau sampai telat akan mempertaruhkan nama baik Sava dan dirinya.
Pandangan Laelani sempat berputar. Dia coba memelankan laju mobilnya, hingga sampailah di tempat tujuan.
Sebelum keluar dari mobil, Laelani mengatur napas dan meminum air mineral yang ada di pintu mobil. Dia berharap itu bisa mengurangi rasa pusing dan gugupnya. Setelah itu, Laelani bergegas masuk ke toko kue pesanannya.
***
Sedari tadi, mata Sava tak lepas untuk memeriksa jam. Baik jam dinding ataupun dan di tangannya. Sebelumnya, Sava menikmati waktu bermainnya bersama Demas.
Namun, kegelisahan melanda saat waktu terus berjalan dan Laelani tak kunjung memberi kabar.
Apa selama itu untuk mengambil kue?
Sava kembali teralihkan oleh Demas. Dia juga mencoba menyingkirkan pikiran buruk yang mulai berdatangan. Hingga, beberapa jam berlalu, tapi tak ada tanda-tanda kehadiran sang istri.
Setahunya, jarak dari rumah ke toko kue tidak akan memakan waktu sampai berjam-jam. Kecemasan mulai bernaung di hatinya.
Dia mulai mengecek ponsel, menghubungi sang istri yang tak juga dijawab.
“Kamu ke mana, Sayang?” gumam Sava sembari berdiri.
Sava terus berusaha menghubungi Laelani. Sampai mondar-mandir dan sesekali menggaruk tengkuk. Waktu hampir magrib, dia sudah tak memperdulikan tentang pesta. Yang dia mau, kabar istrinya.
Merasa tak menghasilkan, Sava pun berinisiatif untuk menghubungi pihak toko. Siapa tahu Laelani masih di toko kue.
“Maaf, Mbak. Apa ada pelanggan bernama Laelani yang mengambil kue tart untuk anniversary?” tanya Sava langsung saat panggilannya terjawab.
“Oh, Bu Lani, dia sudah pulang sekitar satu jam yang lalu,”jawab customer service di seberang sana.
Dada Sava seperti berdentum. Itu terlalu lama untuk sampai di rumahnya. Dia langsung menutup telepon, dan beralih menelepon kembali Laelani. Namun, hasilnya nihil. Ponselnya tak aktif.
Satu jam lalu, ponselnya masih aktif. Namun, ini sudah 2 jam dan ponsel Laelani tidak aktif. Semua itu membuat Sava terserang panik. Dia cemas akan keselamatan istrinya, tapi Demas pun tak mau ditinggal.
‘Kamu di mana, Sayang?’ batin Sava, khawatir.
===