Episode 4

1805 Words
Bianka memandang Satria dengan aura penuh permusuhan, siap menabuh genderang perang. ''Heh, kamu,'' seru Bianka menghampiri Satria yang kini sedang berdiri di tepi kolam memperhatikan ikan-ikan kecil sambil memberi makan, setelah selesai berpesta barbeque. Sedangkan para orang tua berada di dalam rumah merencanakan hari pernikahan mereka. ''Apa-apaan, sih, mau dijodohin segala. Kamu bisa nolak, 'kan?'' ucap Bianka dengan berkacak pinggang. ''Kalau aku mau, kamu mau apa?'' Satria menaik turunkan alisnya.'' ''Aku gak cinta sama kamu, lagi pula aku udah punya pacar.'' ''Siapa yang peduli. Baru pacar belum menikah, semua bisa terjadi. Udah jelas di depan mata ada yang mau nikahin, ngapain ngarep yang gak pasti.'' ''Mau kamu apa, sih?'' sungut Bianka kesal. ''Menikah sama kamu,'' jawab Satria santai. ''Sinting. Sumpah, ya. Kamu tuh orang aneh yang pernah aku temui, gak laku ya sampai mau dijodohin, hah!'' Satria mengedikan bahu acuh. ''Percuma emang ngomong sama, kamu gak guna.'' Bianka pun meninggalkan Satria dengan menghentakkan kakinya ke lantai sambil mengumpat meluapkan kekesalannya. ''Jangan panggil aku Satria Dirgantara kalau tidak bisa menaklukkanmu dan membuatmu jatuh sejatuh-jatuhnya dalam pelukanku,'' ucap Satria menatap punggung belakang Bianka yang perlahan menghilang di balik pintu. ** Bram kini tengah duduk di meja makan menanti Bianka turun ke bawah untuk sarapan pagi bersama, hampir setengah jam menunggu tapi tak ada tanda-tanda Bianka keluar dari kamarnya. Hingga membuat Bram tak sabar dan menyuruh Bik Darmi untuk segera memanggilnya. ''Pak Bram,'' ucap Bik Darmi dengan tergopoh-gopoh dan raut wajah panik. ''Iya, Bi kenapa?'' Bram menoleh ke arah Bik Darmi yang terlihat ngos-ngosan. ''Non Binka ... Pak, Non--.'' ''Tarik napas dulu, Bik. Ngomongnya pelan-pelan aja.'' Bik Darmi mencoba mengatur napasnya yang terlihat megap-megap, persisi seperti ikan kekurangan air. ''Non Bianka gak ada di kamarnya, Pak. Di kamar mandi juga gak ada?'' ''Apa?'' Bram terperangah tak percaya, bahkan kursi yang ia duduki nyaris terjungkal. ''Bibik dah cari ke semua ruangan dan seluruh rumah atau di balkon mungkin. ''Gak ada Pak. Semua udah Bibik cari. Tapi non Biankanya gak ada.'' ''Ya sudah kalau gitu, biar nanti saya yang cari sendiri. Ehm ... Kalau baju-bajunya ada gak?'' ''Itu ... belum saya cek, Pak,'' jawab Bik Darmi dengan menundukkan wajah. ''Ya sudah kalau gitu, biar saya yang naik ke atas, Bibik lanjutin aja pekerjaannya.'' ''Kalau gitu, saya pamit ke dapur, Pak.'' ''Heumm.'' Bram menaiki anak tangga menuju kamar Bianka. Ia mengedarkan pandangan mencari sosok Bianka membuka tiap sudut ruangan dari kamar mandi, balkon, walk in closet dan seluruh penjuru ruang lainnya, tetapi tak menemukan sosok Bianka. ''Anak itu,'' decak Bram seraya menggelengkan kepala setelah melihat isi lemari Bianka yang berantakan terlihat seperti diambil buru-buru. ??? ''Aku kesal sama, Papa, Sar yang bener aja aku dijodohin,'' cerocos Bianka yang kini sedang duduk bersila di kamar Sarah dengan memangku boneka. ''Dijodohin sama siapa? Ganteng gak?'' ''B aja, kamu mau sama dia? Ambil gih, aku, sih, ogah. Mana ngeselin banget tuh orang bawaanya ngajak ribut mulu.'' Sarah terkekeh mendengar cerita Bianka. ''Ketawa lagi, kamu pikir lucu.'' ''Dah jangan marah-marah nanti cepat tua, tapi nanti kalau Papa kamu nyariin gimana? Maksa kamu pulang.'' ''Biarin aja, pokoknya aku gak mau pulang sebelum Papa membatalkan perjodohan sialan itu,'' sungut Bianka sebal.'' Dahlah gak usah ngomongin itu lagi, bikin gak mood aja.'' ''Sorry ... terus rencana kamu apa?'' Bianka hanya menggeleng. Mata Bianka tiba-tiba berbinar terlintas ide dalam benaknya mumpung lagi bebas, ia ingin melupakan kekesalannya dengan caranya. ''Ayo, Sar, Ikut ....?'' ''Ke mana?'' ''Udah ikut aja, jangan bawel deh.'' Bianka menarik lengan Sarah, tak lupa Bianka menghubungi David untuk segera menyusul ke mall. Kini mereka bertiga masuk ke dalam mall memasuki beberapa toko baju bermerk, tanpa melihat harga memasukkan asal ke dalam keranjang belanjaan. Bianka tertawa puas membeli semua yang dia suka, berbelanja adalah salah satu cara untuk melepas penat untuknya. Puas berbelanja kini mereka menuju kafe mengisi perut. ''Ke mana lagi kita habis ini?'' tanya Bianka sambil mengunyah spaghetti. ''Ke mana aja asal sama kamu, aku mau kok. Kalau perlu ke surga,'' jawab David yang duduk di sebelah Bianka sambil memotong steak daging menjadi beberapa bagian. ''Ke surga? Mati dong, sorry kalau gitu kamu aja sendiri. Aku belum siap.'' ''Salah ngomong, deh,'' ujar David. ''Balik aja, Bi. Dah malam besok ada kuliah,'' ucap Sarah yang sedari tadi diam. ''Baru jam berapa? Aku masih belum puas masih pengen shopping.'' ''Besok aja, Bi. Lagian kamu lagi kabur malah hambur-humburin uang?'' Bianka terbahak mendengar ucapan Sarah seolah ada yang lucu dari perkataan sahabatnya. ''Tenang aja, Sar. Duit Papa gak berseri aku belanja gini gak bakal bikin beliau miskin. Ayo, pesan lagi makan sepuasnya.'' ''Terus kamu rencananya mau nginep di mana?'' tanya Sarah rendum. Bianka tampak berpikir sejenak. ''Hotel mungkin,'' sahut Bianka asal. ''Bianka doang emang yang kabur tinggal dihotel. Anak sultan mah bebas. Harusnya kamu hemat, Bi. Nanti kalau ada apa-apa gimana? Emang mau sampai berapa hari kabur?'' ''Sampai Papa membatalkan perjodohan sialan itu. Hallo ... ini jaman modern masih aja dijodoh-jodohin dipikir aku gak bisa nyari jodoh sendiri,'' sungut Bianka kesal jika teringat Bram yang memaksa kehendaknya. ''Lagian, 'kan dah jelas siapa pacar kamu, Om Bram ada-ada aja deh. Kenapa gak nikahin kita aja. iya 'kan, Bi' ujar David sambil menunjuk dirinya sendiri. ''Gimana kalau kamu, nginep di apartemenku aja,'' cetus David memberikan ide. ''Enggak mau, tar kamu pengen yang aneh-aneh.'' David hanya tersenyum tipis sambil mengedipkan sebelah matanya. ''Ya kalau sama-sama mau gak pa-pa, aku gak nolak.'' ''Ngarep! Kamu aja yang mau, aku sih engga,'' cibir Bianka.'' ''Kamu ngajakin Bianka, apa, Dav?'' ''Masa kamu gak paham, Sar,'' sahut David cuek. Bagi mereka bertiga kalau sudah berkumpul semua diomongin dari hal yang remeh temeh, hingga berbau tabu tanpa filter tak ada jarak diantara mereka. ''Pacaran ciuman doang lugu banget.'' Sarah tersedak mendengarnya, hingga tenggorokannya terasa terbakar. Buru-buru ia meraih gelas di depannya, mencoba menetralkan rasa panas yang terasa menjalar. ''Kamu gak pa-pa, Sar?'' Bianka membantu mengusap punggung belakangnya, Sarah hanya menggeleng sebagai jawaban. Bianka mendelik ke arah David, bibirnya terkadang emang kalau ngomong susah direm asal ceplos. Sebandel-bandelnya Bianka ia selalu ingat pesan Rani, Mamanya untuk tidak melakukan s*x sebelum menikah. Karena hanya akan merugikan dirinya sendiri apalagi perempuan lebih banyak menerima dampak negatifnya dan nama baik keluarga yang menjadi taruhan. ''Dah tidur di rumahku, aja. Rumahku kosong ini tau sendirikan keluargaku seperti apa?'' Bianka menatap Sarah, ia yang sudah tahu sedikit banyak kehidupan Sarah tak banyak bertanya lagi, meski rasanya gak enak. ''Oke, tapi malam ini aja. Besok aku cari hotel.'' Bianka akhirnya menerima tawaran Sarah untuk menginap di rumahnya ia sudah malas berpikir, apalagi malam sudah larut yang penting bisa tidur nyenyak dan nyaman itu dah lebih dari cukup. Suasana kediaman Bram nampak sepi, sudah dua hari Bianka gak pulang dan nomor ponselnya pun tak aktif. Hingga membuat Bram dilanda kepikiran meski, bagaimanapun Bianka anak satu-satunya ia tak rela jika ada sesuatu yang buruk terjadi pada anak semata wayangnya, walau hanya tergores seujung kuku. Bianka adalah harta satu-satunya yang paling berharga, meski kerap memperlakukannya dengan keras semata-mata untuk kebaikannya. Yang bisa Bram lakukan adalah mengawasinya dari jauh mengirim beberapa orang untuk selalu mengawasi diam-diam. Hampir seminggu Bianka tidak pulang, Bram merasa kehilangan rumahnya benar-benar terasa sepi, disaat seperti ini Bram sangat menginginkan kehadiran Rani mencurahkan segala keluh kesahnya. Terutama mengurus Bianka seorang diri yang tak semudah ia pikirkan. Bram hanya menghela napas memandangi wajah keluarganya, menyentuh foto dalam bingkai yang di letakkan di meja kantor. Agar setiap saat bisa memandang mereka dan sedikit mengobati rindu yang bersemayam dalam d**a dan sebagai penyemangat tersendiri untuknya. ''Maaf mbak, kartunya gak bisa dipakai,'' ucap salah satu penjaga toko lalu mengembalikan kartu itu pada Bianka. ''Mungkin ada kartu yang lain?'' ''Gak bisa dipakai gimana? Jelas-jelas uangnya ada banyak. Mbak menghina saya? Mbak jangan macam-macam, ya sama saya atau mbak mau dilaporin ke atasan sekalian!'' tegas Bianka tak mau kalah. ''Maaf banget mbak kartu ini memang gak bisa dipakai, sudah diblokir sepertinya.'' ''Hah? Gak mungkin, pasti ada yang salah coba ulangi lagi. Mbak gak bisa kali makainya,'' decak Bianka kesal dan malu dalam waktu bersamaan. Apalagi bisik-bisik orang dibelakangnya yang mulai mengular di depan kasir. ''Gimana ini, Bi?'' tanya Sarah yang kebetulan sedang berada di sampingnya. ''Udah tenang aja masih ada kartu yang lain kok,'' jawab Bianka mencoba setenang mungkin, kini atensinya teralih kembali pada kasir di depannya. ''Coba nih Mbak kartunya siapa tau bisa dipakai.'' Bianka mengeluarkan semua kartu kreditnya miliknya mengangsurkan pada penjaga kasir. ''Maaf mbak semua gak bisa dipakai, semua sudah diblokir. Pakai uang cash aja mungkin.'' ''Aku gak punya uang cash lagi. David tolong bayarin dulu dong.'' ''Sebanyak ini?'' Bianka mengangguk tanpa ragu. ''Ada barang-barang kamu juga, 'kan udah tenang aja nanti aku ganti kok.'' ''It's okey. Gak masalah kok.'' David pun mengeluarkan kartu dari dalam dompetnya untuk membayar semua belanjaan milik Bianka. Wajahnya terlihat pucat melihat nominal yang tertera hampir dua puluh juta, sesekali ia mengusap keringat di kening. ''Ke mana lagi kita?'' tanya Sarah pada Bianka yang kini keluar dari area mall, ''Pulang aja, deh. Aku dah gak punya uang soalnya, aku harus hemat,'' jawab Bianka yang terlihat lesu dan tak bersemangat. ''Kan dah diingetin dari kemarin, eh malah belanja mulu tiap hari. Gini, 'kan jadinya bingung deh,'' ucap Sarah merangkul bahu Bianka. ''Udah deh, Sar jangan kaya emak-emak yang kurang jatah pusing aku dengernya. Bantu cari solusi, kek,'' sungut Bianka sebal. ''Sorry. Niat aku, 'kan baik sebagai sahabat cuma ingetin biar kamu gak lepas kontrol. Jadi, gini kan kejadiannya. Coba kemarin kamu dengerin aku, Bi.'' ''Aduh, bawel deh. Berisik! Cariin solusi kek, apa kek, ini malah nyalahin kamu juga ikut belanja kan?'' ''Tapi, Bi ....'' ''Udah-udah kalian kok jadi ribut sendiri, sih,'' sela David menengahi berdiri di antara mereka berdua. ''Besok kita cari solusi bareng-bareng sekarang kita pulang, tidur. Capek.'' Bianka berjalan gontai menuju kamar hotel yang hampir seminggu ini ia tempati. Menghempaskan tubuhnya ke ranjang setalah masuk ke dalam unit. Tubuhnya terasa lelah apalagi seharian keliling mall dan club energinya seperti terkuras habis, tiba-tiba perutnya terasa keroncong. ''Laper.'' Bianka mengusap perutnya yang rata. ''Bik ... Bik Darmi. Tolong siapin makanan aku lapar,'' teriak Bianka. Hampir setengah jam menanti Bik Darmi tak kunjung datang ke kamarnya bahkan tak ada jawaban sama sekali. ''Bik ... Bik Darmo bisa cepat dikit gak, sih, aku lapar pengen makan.'' Seketika ia terbangun ingin menghampiri Bik Darmi ke dapur, bahunya merosot ke bawah setelah ingat jika sedang kabur dari rumah. ''Lapar,'' keluh Bianka saat cacing di dalam perutnya terus menerus meronta berdemo ria. Bianka ingin memesan makanan, tapi uang di dompetnya sudah tidak cukup untuk membeli makanan ia hanya bisa menggigit jari. Bianka melayangkan kakinya menuju kulkas siapa tau ada stok makanan yang bisa ia makan. Kosong. Hanya ada sisa air mineral dan roti satu potong ia pun memutuskan untuk meminum dan memakan roti itu, untuk mengganjal perut yang terus saja berisik meminta haknya. Setelah selesai makan Biank memilih tidur berusaha memejamkan mata. ''Papa tega banget, sih, sama anak sendiri. Papa aku lapar,'' gumamnya sambil menarik selimut hingga dadaa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD