Episode 3

1217 Words
Insiden di club membuat mood Bianka hancur, ia terus saja mengomel sepanjang waktu apalagi bajunya yang basah membuatnya tak nyaman. Bianka meminta agar David mengantar pulang, meski sudah membersihkan di toilet tetap bajunya masih lembab. ''Dav, antar aku balik. Malas banget baju basah gini.'' Bianka menunjuk pada bagian d**a yang terkena noda dry soda, ia paling menjaga kebersihan dan gak suka kalau sesuatu atau barang miliknya ada yang kotor. Mata David tak berkedip melihat area itu, hingga susah payah ia menelan ludah. ''Tumben banget masih jam sebelas juga,''jawab David. ''Kamu tau sendiri kan, aku gak suka bajuku kotor. Apalagi lembab gini eowh ... kamu kalau masih mau di sini lanjut aja sama Sarah. Takut ketahuan Papa juga.'' ''Hemm, okelah.'' David dan Bianka pun segera keluar dari club setelah berpamitan dengan Sarah, mereka pergi menuju area parkir mobil mengantar Bianka pulang ke rumahnya, hampir di sepanjang jalan tak henti-hentinya David mencuri pandang ke arah Bianka. ''Apa, sih, liatin mulu,'' cibir Bianka yang sedari tadi merasa penasaran karena David terus menatapnya. ''Gak pa-pa, cantik.'' David mengusap dagunya. ''Gombal.'' ''Kok gombal, sih. Sexy lagi.'' Mobil berhenti tepat di samping rumah Bianka, ia meminta untuk diturunkan agak jauh dari rumahnya supaya aksi kaburnya gak ketahuan oleh Bram. Namun sebelum Bianka turun, David menahan tangannya setelah melepas seat belt bola mata Bianka yang seelok boneka mengerjap saat tatapan mereka saling bertemu. ''Bentar, Bi.'' ''Apa?'' ''Kiss me, please!'' Bianka tak memberi jawaban yang David artikan sebagai persetujuan. Ia tersenyum tipis membasahi bibirnya. Suasana yang sepi, tampak mendukung. David mengangkat dagu Bianka, mencium bibirnya sejenak tak cukup sampai disitu, ia mulai menunduk menyusuri leher jenjang Bianka mengigit kecil dan menyesapnya bahkan tangannya mulai bergerilya menjelajah tiap lekuk tubuh Bianka, sebelum melakukan hal lebih Bianka mendorong tubuh David untuk segera menjauh dan menghentikan kegiatannya. ''Gak usah aneh-aneh, Dav,'' ketus Bianka dengan napas mulai memburu seraya membetulkan penampilannya yang terlihat berantakan, nyaris gaun yang ia kenakan turun hingga bagian dadanya terlihat menyembul setengah. ''Ayo lah, sekali aja. Kamu cinta kan sama aku?'' Bianka mengigit bawah bibir. Membuat David semakin tergoda untuk menyentuhnya, ia penasaran karena setiap ingin make out Bianka selalu menolak. Membawanya ke hotel atau apartemen tak semudah yang ia kira padahal sudah dua tahun berpacaran, mentok hanya sebatas ciuman gak pernah lebih. Meski terlihat urakan dan gemar ke club, Bianka tak mudah untuk ditaklukkan. ''Sorry, aku gak bisa.'' ''Please! Sekali aja, katanya cinta buktikan dong.'' ''Nanti kalau kita udah nikah. Udah, ahgt aku mau masuk ngantuk, bye ....'' Bianka membuka pintu mobil meninggalkan David yang terlihat menggeram. ''Bi ....'' David mendengus kesal, seraya menjambak rambutnya misinya gagal untuk kesekian kali. ** Hari minggu pun tiba, keluarga besar Dirgantara akan berkunjung ke tempat Bram untuk makan malam bersama. Bianka punya insiatif agar perjodohan itu gagal, ia tersenyum miring menatap pantulan wajahnya di depan cermin. ''Masuk-masuk,'' ucap Bram saat membuka pintu mempersilahkan Dirga Dirgantara dan keluarganya untuk masuk ke rumah. Mempersilahkan duduk memberikan jamuan terbaik. ''Mana Bianka?'' tanya Amira Sandra, istri Dirga. ''Ada di atas bentar aku panggil,'' jawab Bram. Namun sebelum Bram naik ke atas ia mendengar sebuah langkah kaki menuruni anak tangga membuat orang di sekitar mencari ke sumber suara itu. Bola mata Bram nyaris keluar, saat menatap penampilan Bianka dari ujung rambut hingga kaki melihat dandanan anak tunggalnya yang memakai celana sobek-sobek di atas lutut dan baju crop top. ''Maaf permisi sebentar,'' pamit Bram pada keluarga Dirgantara. Bram beranjak dari duduknya menarik tangan Bianka membawa ke kamarnya. ''Apa-apaan, sih, Pa. Lepas dong,'' protes Bianka dengan tangan terus meronta minta dilepas. ''Kamu yang apa-apaan? Sengaja mau bikin malu Papa, huh? Ganti bajunya.'' ''Gak mau, Bianka mau pakai ini aja. Ini juga bagus,'' kilah Bianka tak mau kalah. ''Kaya gini kamu bilang bagus?'' decak Bram kesal. ''Dan-dan kaya ondel-ondel, baju juga dah kaya gembel. Celana sobek-sobek. Ini mau makan malam bukan mau, jadi preman pasar. Papa tau kamu sengaja kan melakukan ini semua?'' Tangan Bianka terkepal kuat mencoba menahan kesal bibirnya mengerecut hingga beberapa senti. ''Ganti bajunya, biar Bik Nur bantu yang bantu menyiapkan semuanya. Papa harap kamu gak bakal bikin ulah lagi.'' ''Papa ....,'' rengek Bianka sambil menghentakkan kakinya ke lantai, Bram berlalu begitu saja tidak peduli dengan aksi protesnya. Bram memastikan Bianka untuk tidak bertindak macam-macam, atau warisan dan segala aset yang Bram miliki akan dihibahkan kedinas sosial. Tak ada warisan sepeserpun untuk Bianka ancamannya sebelum pergi turun ke bawah. ''Papa, ish ... ngeselin banget. Tega sama anak sendiri,'' ucap Bianka saat Bram berkunjung ke kembali kamarnya untuk memastikan penampilannya. ''Kaya gini kan cantik, persis seperti Mama,'' ucap Bram tulus setelah melihat penampilan Bianka yang terlihat anggun dan menawan tanpa polesan make up berlebih. Hanya dengusan yang keluar dari bibir Bianka. Bram menggandeng lengan Bianka menunuruni anak tangga, Dirga, Amira dan pria yang akan dijodohkan menatap takjub pada penampilan Bianka yang terlihat lebih cantik dan elegan. Berbeda dengan penampilan sebelumnya kali ini terlihat anggun saat mengenakan gaun model Sabrina berwarna navy berbahan brokat, tampak pas membalut tubuhnya yang ramping. Dipermanis dengan tatanan rambut diurai curly bawah dan sapuan lipstik berwarna nude. Semakin dekat jarak mereka bola mata Bianka semakin melebar begitu juga sebaliknya, karena ia harus dijodohkan dengan pria yang semalam membuatnya kesel di club, rasanya semakin kuat alasannya untuk menolak perjodohan itu. ''Ini Om Dirga dan Tante Amira, satu lagi dia calon suami kamu Satria namanya,'' ucap Bram mencoba memperkenalkan mereka saat berdiri saling berhadapan. ''Hallo Om, hallo Tante,'' sapa Bianka mencoba seramah mungkin pada mereka. Bagaimanapun Rani dan Bram selalu mengajarkan sopan santun pada orang yang usianya lebih tua. Mereka pun saling berjabat tangan. ''Kok yang sebelah enggak, Bi?'' sindir Bram penasaran, karena Bianka tak kunjung menyapa Satria. Padahal Satria sudah mengulurkan tangan memperkenalkan diri. ''Engga pa-pa, Om. Dah pernah ketemu kok.'' Satria membuka suara mencoba memaklumi dan menarik kembali uluran tangannya. ''Ketemu di mana?'' tanya Bram penasaran, nampak guratan di kening menatap bergantian ke arah Satria dan Bianka. Mampus, Bianka terlihat gugup gak mungkin kan bilang ketemu di club. Apalagi udah janji gak pergi malam selama seminggu. ''Ketemu di club Om kemarin,'' ucap Satria santai. Bianka melotot ke arah Satria memberikan kode untuk segera berhenti berbicara. Lemes banget, nih cowok. Ngapain sih pakai bilang-bilang segala gak penting banget dasar cari muka. Awas aja lain kali pasti, aku balas, ngeselin!'' ''Kamu ke club, Sat? Ngapain?'' tanya Amira penasaran, karena setahunya jarang Satria pergi ke tempat seperti itu. ''Ada acara perpisahan, Ma. Teman mau pindah ke luar negeri,'' jawab Satria. ''Ohw bagus kalau gitu jadi gak perlu lama- lama lagi saling kenalnya. Biar cepat menentukan hari H, '' imbuh Bram. Raut keberatan jelas tergambar di wajah Bianka ia ingin protes, tapi mencoba menahan diri untuk tidak berbuat onar. ''Kami ikut gimana baiknya, kalau Bianka sudah siap secepatnya kita akan mempersiapkan lamaran resmi,'' ucap Dirga. ''Iya kan, Sat?'' Sekilas Satria menatap Bianka dengan menaikkan sebelah alis, ingin melihat reaksi Bianka yang terlihat tak suka dan ingin protes bahkan wajahnya terlihat memerah. Satria suka ekspresinya. ''Aku terserah Mama dan Papa aja. Gimana baiknya.'' Mereka semua pun lega mendengar jawaban Satria, yang menyetujui niat baik mereka. Bahu Bianka terlihat merosot tak ada satu orang pun yang berada dipihaknya Tadinya ia berharap Satria memiliki misi yang sama menentang perjodohan konyol ini, tapi sungguh semua diluar prediksi. Bisa-bisanya Satria menerima begitu saja niat orang tua mereka, Bianka semakin kesal dengan sikap Satria entah apa maunya pria itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD