Episode 2

1303 Words
Bianka menuruni anak tangga, bersiap berangkat kuliah ada Bram di bawah yang menunggunya di meja makan. Bianka menarik kursi menghempaskan pinggulnya, tradisi sarapan pagi yang tak boleh dilewatkan. Tak ada yang membuka suara, hanya denting sendok dan garpu yang saling beradu. Bianka masih kesal dengan Bram apalagi saat mengingat perjodohan dan sikap posesif Papanya yang mulai banyak aturan, membuatnya makin tidak betah tinggal di rumah. Dengan seksama Bram menatap Bianka yang terlihat acuh sibuk mengunyah nasi goreng di depannya. ''Minggu besok kita ada janji makan malam di rumah dan kamu tidak boleh keluyuran ke mana pun, apalagi kalau sampai Papa dengar kamu pergi clubing,'' ucap Bram tanpa basa-basi menatap tajam ke arah Bianka. ''Harus bilang berapa kali, sih, Pa. Bianka gak mau dijodohin. Papa aja yang nikah sama dia,'' ketus Bianka menghentikan aktivitas sarapan paginya seraya membanting sendok dan garpu hingga menimbulkan suara, napsu makannya terasa menguap hilang seketika. Lalu Bianka beranjak dari duduk bersiap untuk pergi ke kampus. Baru beberapa langkah bariton suara Bram mengehentikan langkah kakinya. ''Satu langkah keluar dari rumah, kamu akan tahu akibatnya.'' ''Bianka mau kuliah, Pa.'' ''Papa tahu, itu cuma alasan kamu aja. Masih ada waktu satu jam buat masuk kuliah.'' ''Apa lagi, sih, Pa?'' Bianka memutar bola mata malas. ''Papa cuma minta waktu kamu hari minggu. Sehari aja, gak susah kan? Atau mau kartu kreditnya Papa blokir?'' ''Papa kenapa, sih? Jadi ribet gini dulu aja gak pernah peduli.'' Bram terhenyak mendengarnya bergeming untuk beberapa saat mengatupkan rahang. ''Untuk itu, Papa minta maaf dan berjanji akan mulai mencoba menjadi orang tua yang baik buat kamu.'' Bianka terdiam tak menanggapi berlalu begitu saja setelah merasa tak ada hal yang perlu dibicarakan. . Bianka keluar dari mobil, setelah memastikan mobilnya terkunci berjalan menuju halaman kampus dengan langkah penuh percaya diri, rambut panjangnya yang berwarna coklat ia biarkan terurai hingga angin menerbangkan tiap helai anak rambutnya. Membuat kecantikannya terasa meningkat, banyak pasang mata menatap kagum ke arahnya meski jutek banyak pria berlomba-lomba mendapatkannya, sayang ia sudah berpacaran dengan David dan sering dianggap couple goal. Rangkulan bahu seseorang menghentikan langkahnya, membuat Bianka menoleh dan tersenyum tipis. ''Udah makan, Bi? Kantin, yuk?'' ajak Sarah salah satu teman terdekatnya. ''Yuk, tau aja kalau aku belum kenyang.'' ''Taulah ... jalannya aja cepat gitu. Kaya orang kelaparan,'' seloroh Sarah dengan terkekeh geli. ''Sialan.'' Mereka berdua pun berderap menuju kantin memesan soto dan jeruk hangat. Saat Bianka tengah asyik mengunyah makanan seseorang datang menghampiri dengan menutup ke dua matanya. ''Siapa, sih, nih? Jangan kurang ajar, ya?'' sungut Bianka kesal, karena belum ada satu hari aktivitas makanya diganggu oleh dua orang, gak tau apa ada yang kelaparan. ''Jutek amat, tebak dong?'' ucap seseorang itu. Dahi Bianka berkerut mendengar suaranya ia merasa tak asing, perlahan sudut bibirnya terangkat ke atas. ''David.'' Tebak Bianka. Ya, siapa lagi yang berani melakukan hal itu kepada Bianka selain David dan Sarah orang-orang terdekatnya. ''Wangi banget rambutnya pakai shampoo apa ini? Habis nyalon, ya?'' ujar David seraya menghidu puncuk kepala Bianka, sambil memainkan beberapa helai anak rambutnya. ''Boro-boro ke salon yang ada seharian mendekam di penjara. Aku masih kesel sama kamu. Ngeselin ninggalin aku gitu aja.'' ''Sorry,'' ringis David dengan ekspresi penuh penyesalan. ''Aku panik banget, Bi jadi ninggalin gitu aja. Jangan ngambek dong. Tar tambah cantik lho.'' ''Tau ahgt ....'' ''Biar gak bete gimana kalau ntar malam kita jalan?'' ajak David. ''Gak janji, Dav. Gara-gara ketangkap polisi aku dihukum Papa.'' ''Gimana kalau kabur aja lewat jendela.'' David menaik turunkan sebelah alisnya yang hitam. ''Bener tuh saran David, Bi,'' sela Sarah sambil mengaduk soto di mangkuk lalu menyuapkan ke dalam mulut. ''Nanti deh aku pikir-pikir dulu.'' ''Ayolah jalan, kangen, nih. Beberapa hari gak ketemu.'' ucap David seraya menyatukan ke dua tangan di depan. ''Iya deh aku usahain.'' ''Nah gitu dong baru seru,'' sahut Sarah menimpali. ''Kamu gimana udah sembuh?'' tanya Bianka cemas, karena suara David terasa mengkhawatirkan kemarin malam. Hingga helaan napas David yang terengah terdengar di telinga. ''U-dah sehat sekarang. Nih, buktinya dah segar,'' jawab David sedikit tergagap sambil menarik kursi duduk di sebelah Bianka. ''Sakit apa emangnya?'' ''Biasa masuk angin,'' jawab David sambil mengusap rahangnya. Bianka pun hanya mengangguk dan segera menghabiskan soto di depannya, karena sebentar lagi mata kuliahnya dimulai. ''Dah belum, Bi? Ayo, ke kelas,'' ajak Sarah yang sudah menandaskan makanannya. Bianka beranjak dari kursi, mengampit lengan Sarah setelah berpamitan pada David, karena mereka beda jurusan. Sarah dan Bianka mengambil jurusan bisnis management, mereka berteman sejak SMA dan kebetulan masuk di universitas yang sama. Sedangkan David sendiri mengambil teknik sipil. . Malam telah beranjak naik, Bianka membuka pintu kamarnya perlahan ia mendorong handel pintu. Mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan untuk memastikan bahwa tidak ada penghuni rumah yang melihat kepergiannya malam ini, ia pun berjalan mengendap-endap agar tidak ketahuan terutama Papanya. Baru saja akan membuka pintu utama lampu ruang tamu tiba tiba menyala. Deheman Bram membuat atensi Bianka menoleh dan menurunkan heels yang sengaja ia tenteng agar tidak menimbulkan suara. ''Mau ke mana kamu malam-malam begini, Bianka? Masih ingat kan dengan omongan Papa kemarin. Mau hukumannya ditambah? Papa gak main-main, Bi. Masuk kamar!'' titah Bram saat berdiri berhadapan dengan Bianka yang memasang wajah cemberut. ''Bosen, Pa di rumah terus dah kaya tahanan aja.'' ''Kamu gak denger apa yang Papa bilang barusan? Masuk kamar! Gak ada yang namanya keluar malam.'' ''Papa, ish ... gak asyik.'' Bianka menghentakkan kaki ke lantai, lalu kembali ke kamarnya. Bram hanya bisa menggelengkan kepala menatap punggung belakang Bianka yang menghilang di balik pintu. Tanpa sepengetahuan Bram, Bianka diam-diam pergi dari rumah melalui jendela, sudah ada David yang menunggunya di depan gerbang. Setelah memastikan aman mereka langsung tancap gas menuju club. ''Huh ... aman, untung aja bisa kabur lewat jendela,'' ucap Bianka menghela napas lega setelah memasuki mobil milik David, seraya mengipasi wajahnya dengan tangan ia merasa kegerahan. Apalagi pergi diam-diam begini takut ketahuan, bisa dicabut semua fasilitas mewah yang ia gunakan selama ini. Bukan kali ini aja Bianka dihukum dan benar saja Bram selalu merealisasikan ucapannya jika sudah memutuskan sesuatu. David tersenyum melihat tingkah Bianka, lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang sambil menikmati suasana malam. Mereka pun sampai di club dan duduk di depan meja bar, sudah ada Sarah di sana yang sedang menikmati minuman sambil mengobrol dengan Anton sang Bartender. Sarah juga sudah memesankan minum untuk Bianka dan David segelas moktail, minuman menyegarkan dengan rasa buah yang tidak mengandung alkohol. Sesuai pesanan Bianka pada Sarah sebelum sampai ke club. ''Aku ke toilet dulu, ya,'' pamit Bianka pada Sarah dan David. ''Perlu di antar?'' tawar David. ''Ngapain amat dianterin, kaya anak kecil aja.'' Bianka bangkit dari duduknya, saat beranjak dari kursi tak sengaja tubuhnya menyenggol minuman seseorang, hingga gelas yang dipegang orang itu tumpah membasahi bajunya. ''Kalau jalan liat-liat dong. Basah, 'kan bajunya,'' sembur Bianka pada pria di depannya gaun malamnya yang berwarna hitam basah oleh tumpahan dry soda. ''Heh, gak salah,'' ucap pria itu dengan menaikkan sebelah alis. ''Harusnya aku yang marah jelas-jelas kamu yang salah, numpahin minumanku. Jalan gak liat-liat, kalau gak sembrono gak bakal gini kejadiannya. Dah bikin kemejaku kotor bukanya minta maaf malah playing fictim! Bersihin!'' ''Bersihin? Enak aja, ogah banget! Bersihin aja sendiri. Punya tangan, 'kan? Anda harusnya yang minta maaf aku juga korban di sini gak liat bajuku kotor. Lagian ngapain sih jalan-jalan pakai bawa minum segala.'' ''Udah-udah jangan berantem malu dilihat pengunjung lain,'' lerai Sarah. ''Ajari tuh temennya yang bener biar bisa bersikap sopan sama orang lain,'' ucap Pria itu ngeloyor pergi begitu saja. ''Heh ... enak aja kamu tuh yang gak punya sopan santun,'' sanggah Bianka tak mau mengalah. ''Heh, mau ke mana kamu main pergi gitu aja. Dasar! Gak punya akhlak!'' ''Udah, Bi. Mending bersihin baju kamu ke toilet,'' ucap David memegang bahu Bianka yang merasa tak enak hati, karena sukses menjadi tontonan pengunjung club. ''Tapi kan ....'' dengus Bianka kesal. ''Iya deh aku ke toilet, males banget baju kotor gini,'' pamit Bianka dengan bibir yang terus menggerutu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD