"Revid, ada yang ingin aku beritahu padamu..."
Revid yang ingin tahu mengangkat kedua alisnya kepada Kastara dengan jejak senyum yang masih ada. Pria itu mengusap dahinya sekilas sebelum mengedarkan pandangan, memastikan tidak ada yang mencuri dengar.
"Ada apa? Sesuatu mengganggumu?" Revid dengan nada khawatir.
"Charis istriku."
Senyum Revid hilang dalam sekejap. "Apa?" Postur tubuhnya berubah waspada.
"Charis istriku," ulang Kastara lagi dengan nada lelah. "Maaf karena sudah menyembunyikannya darimu."
Lama mereka saling tatap sebelum Revid mulai tertawa sambil menatap langit petang. "Apa ini semacam lelucon? Apa ini semua berasal darimu?"
Kastara bisa melihat kilat kemarahan di mata Revid yang tidak biasa itu. "Awalnya aku mengira tidak akan terjadi apa-apa setelah wawancara itu, tapi nyatanya..."
Entah Kastara harus bersyukur apa tidak dengan adanya mobil Revid berada di antara mereka karena Revid terlihat seperti bersiap meninju wajahnya.
"Well, ini juga bukan kali pertama aku menyukai istri orang," Revid memaksakan senyum, walau Kastara tahu ia sedang mengertakkan gigi. Lalu tanpa mengucapkan apapun lagi, Revid masuk ke mobilnya meninggalkan Kastara begitu saja...
***
Charis terbangun akibat suara alarm dari ponselnya. Ia harus bangun lebih cepat karena ia masih punya tugas kuliah yang dikumpul siang nanti. Perlahan ia baru menyadari begitu ia membuka matanya ia tertidur dengan puncak kepalanya di bawah dagu Kastara. d**a Kastara yang naik turun secara teratur juga tepat di depan matanya. Charis berjengit menjauh, walau saat itu juga ia menyesalinya karena ia membuat Kastara menggeliat, namun untungnya tidak membangunkan pria itu.
Sebenarnya apartemen ini memiliki dua kamar. Namun kamar itu ia pakai untuk menyimpan barang-barang lamanya yang tidak mungkin ia buang ketika ia masih tinggal dengan Barika. Selama ia hidup pas-pasan bersama mendiang kakaknya, ia tidak pernah tidur sendirian walaupun setelah kakaknya bekerja dan berkecukupan.
Toh, Kastara adalah suaminya.
Namun begitu Charis selalu merasa Kastara berada di tempat jauh yang tidak bisa ia jangkau. Diawal pernikahan mereka Charis menebak itu hanya kerena ia adalah adik dari mendiang mantan pacar yang masih Kastara cintai. Namun sekarang ia malah bertanya-tanya dengan sikap Kastara yang baru.
Charis tidak terbiasa dengan perhatian berlebihan.
Dipandangnya wajah Kastara lama sambil memainkan bandul panah di kalungnya. Charis lalu mengangkat tangannya untuk menyentuh bagian tengah alis Kastara yang mengerut menggunakan telunjuk. Setelah wajah Kastara rileks barulah Charis bangun dan meninggalkan pria itu melanjutkan tidur...
***
Beberapa minggu setelah semua kejadian itu terjadi Verda Ranjani baru saja selesai mandi ketika ia mendapati suaminya duduk bersandar di kepala ranjang. Ia tampak manis dengan ekspresi serius dan wajah mengerut lengkap dengan pensil gambar di tangan.
Kastara dan buku sketsanya.
Verda baru tahu jika Kastara pandai mendesain pakaian ketika mereka menikah. Namun Kastara tidak pernah benar-benar merealisasikan satupun sketsanya menjadi barang nyata. Hanya sekedar hobi, katanya.
Padahal Verda dengan senang hati memakai desain buatan suaminya.
Kemudian lama baru ia menyadari Kastara hanya menggambar jika pikirannya butuh dialihkan.
"Maukah kamu menceritakan padaku apa yang sedang mengganggu pikiranmu?"
Kastara tersentak kecil akibat pertanyaannya. Tiba-tiba ia menutup buku sketsanya dan menaruhnya di nakas. Seperti tertangkap basah melakukan suatu hal yang terlarang. "Tidak ada yang spesial."
Verda lalu membuka jubah mandinya. Ia sudah memakai gaun malam di kamar mandi tadi. Kemudian dengan berdiri membelakangi Kastara sambil menyisir rambutnya, Verda bertanya lagi, "Apakah yang tidak spesial itu menyangkut Charis kecil kita?"
Dari kaca meja rias Verda melihat Kastara mengusa-usap wajahnya sejenak. "Gadis itu meminta izinku untuk magang di pabrik."
Versa mengerutkan dahi. Ia tidak menemukan alasan kenapa Charis yang meminta magang di pabrik itu bisa membuat Kastara gelisah seperti ini. Hingga, "Ah, apa kamu takut jika ada yang menyadari rahasia kita?"
"Aku tidak takut." Walau Kastara mengatakannya dengan wajah mengerut. "Walau aku juga punya beberapa alasan lainnya."
Verda menyadari ada hal lain yang disembunyikan Kastara. Tapi seterbukanya suaminya itu, Kastara juga tidak bisa dipaksa untuk mengungkap segalanya. "Charis sampai sejauh ini bisa dipercaya. Jadi tidak ada salahnya untuk mengabulkan permintaannya. Toh, selama ini dia selalu menurut apapun perintahmu. Lebih dari aku."
Ketika Verda melirik dari cermin lagi, Kastara sedang meringis. "Aku selalu merasa dia melakukannya hanya karena dia berterimakasih."
Terakhir kali Verda bertemu dengan Charis ketika di rumah sakit itu. Ketika Kastara mengucapkan ikrar yang sama dengannya beberapa jam sebelumnya. Pada gadis lain. Di hadapannya.
"Maka dari itu," ucapnya setelah berdeham. "Kabulkanlah permintaannya setelah selama ini dia jarang meminta sesuatu darimu." Verda meletakkan sisirnya lalu merangkak naik ke ranjang di sebelah Kastara. "Lagipula di sana kamu bisa mengawasinya lebih lama dari hanya di hari Senin hingga Rabu."
Kastara menoleh ke arahnya. Dan saat itu juga Verda mencium dagu Kastara kemudian lehernya. "Dan sekarang ada hal yang lebih menyenangkan untuk dilakukan," desahnya menggoda.
Kastara mengerang pelan dan Verda tersenyum ketika Kastara mulai mendekapnya.
Namun pikiran itu selalu hadir di benak Verda ketika mereka melakukan hal intim bersama.
Apakah Kastara mendekap Charis sama eratnya ketika Kastara mendekap dirinya? Apa Kastara mencium Charis dengan sama menggairahkannya dengan dirinya?
***
Charis menggerakkan kakinya gelisah sambil menemani Tessa mengurus surat permintaan izin magang di bagian kemahasiswaan. Kastara belum juga memberinya persetujuan ataupun penolakan atas permintaan maganya di Basutara's.
"Kamu bisa ikut magang di tempatku," ajak Tessa setelah ia diminta menunggu oleh pegawai kemahasiswaan.
"Dan melihatmu lebih banyak pacaran daripada bekerja?" Charis menyeringai. "Tidak, terimakasih."
"Memangnya apa nanti tidak canggung jika kamu menghabiskan waktu dua bulan dengan orang yang sudah kamu tolak perasaannya?"
Charia memutar bola mata. "Berapa kali harus kukatakan aku tidak pernah menolak Pak Revid karena beliau tidak pernah mengatakan apapun. Hanya beliau yang tiba-tiba menghilang."
Ada yang ganjil dari cara Pak Revid memperlakukannya ketika ia harus kembali ke pabrik karena ternyata ia harus memiliki bukti tertulis yang bertandatangan agar laporannya bisa dipercaya waktu itu. Pak Revid berubah dingin dan menjaga jarak. Ia jadi berpikir ia telah melakukan kesalahan.
Atau mungkin ada hubungannya dengan Kastara?
Charis sebenarnya tidak pernah menyempatkan diri memikirkannya sejauh itu.
"Mungkin itu karena beliau melihat kalung yang kamu pakai?" Tessa mengedikkan dagu ke arah kalungnya.
"Memangnya apa hubungannya kalung ini dengan perubahan sikap Pak Revid?" Charis tidak mengerti.
"Karena kalung seperti itu terlihat sebagai pemberian seorang pemuda yang spesial." Tessa dengan nada bicara yang dipakai orang untuk menutup perdebatan sengit.
Sekali lagi Charis memutar bola matanya. Tessa sempat ngambek dan tidak percaya dengan jawaban Charis atas keberadaan kalung yang ia pakai.
"Kalung ini sudah ada lama sekali. Baru sekarang aku ini ingin memakainya!" Charis memberi alasan disela-sela pandangan menyipit Tessa waktu itu.
Jadi Charis merasa mereka tidak perlu memperdebatkan masalah yang sama lagi. Hingga ia mendengar ponselnya berbunyi dan melihat nama Kastara di sana.
"Ya, kamu boleh magang di pabrik," sambar Kastara begitu Charis mengangkat teleponnya. "Tujukan suratnya pada Bu Sandra Gunawan. Dia manajer HRD di sini."
Charis nyaris berteriak kesenangan, tali Kastara sudah menutup sambungan teleponnya.
"Siapa itu?" tanya Tessa, namun Charis sudah berjinjit di depan konter kemahasiswaan untuk meminta form pengisian permintaan magang.
"Aku dapat persetujuan untuk mengajukan izin magang di Basutara's." Charis setelah selesai mengisi form.
"Dan kamu terlihat senang sekali." Tessa dengan lirikan penuh curiga.
"Tentu saja! Aku suka suasana kerja di sana. Jadi aku ingin lebih banyak tahu tentangnya."
Dan Charis benar-benar tidak menyadari jika Tessa merasakan ada alasan lain dibalik itu.
Alasan yang tidak ada hubungannya dengan Pak Revid Dianara...
***
Selama tiga puluh empat tahun hidupnya Revid Dianara tidak pernah memikirkan seorang wanita atau gadis lebih dari untuk kebutuhan biologisnya. Ia juga punya kriteria ketat dan sangat pemilih. Baik ketika ia masih di tanah kelahiran ibunya atau di sini.
Jadi kenapa setelah Charis datang dalam hidupnya ia tidak bisa berpikir untuk melirik wanita lain?
Dan bukan sekali saja ia membayangkan Charis tersenyum, berdiri tepat di sampingnya...
Tapi Revid tidak menginginkan imajinasinya itu menjadi nyata.
Ataukah benar seperti itu?
Jadi Revid harus puas hanya melihat foto profil w******p Charis ketika gadis itu kira-kira berusia lima tahun ketika Revid merindukannya.
Tiba-tiba ia jadi tidak selera untuk bekerja. Toh, ia juga punya tugas untuk memantau pekerjaan para buruh dan teknisi, tidak hanya dibalik meja. Jadi ia memutuskan untuk keluar dari ruangannya dengan kedua tangannya di dalam saku celana.
Banyak buruh yang mengucap salam padanya dan yang ia balas dengan anggukan kecil. Tidak jauh dari jajaran para buruh yang sedang sibuk dengan mesin jahit mereka, ia melihat Sandra Gunawan, manajer HRD sedang berbicara dengan sosok gadis yang tidak asing baginya...
Revid langsung memutar tubuhnya begitu Charis Yocolyn membungkuk kecil dan bersiap pergi. Begitu yakin gadis itu telah pergi, Revid langsung menghampiri Sandra.
"Apa maunya gadis itu, San?" tanyanya pada rekan kerjanya yang lebih muda itu.
Revid tidak menghiraukan kernyitan di wajah Sandra ketika wanita itu menjawab, "Mulai minggu depan gadis itu - Charis Yocolyn, akan magang di sini."
"Dan kamu menerimanya?"
"Saya mendapatkan pesan spesifik untuk menerimanya, Pak Revid. Apa Bapak tidak menyukainya?"
Revid mendengus. Pesan dari Kastara, siapa lagi?
"Tentu saja tidak. Thanks."
Sandra kemudian berlalu dengan Revid yang masih berdiri di tempatnya. Keinginan untuk menyusul dan melihat wajah Charis tiba-tiba datang begitu kuat hingga lama baru ia menyadari ia sudah berlari menuju pintu depan.
Seperti sudah ada yang mengaturnya, Charis baru saja akan masuk ke mobil putih yang sama ketika pertama kali itu.
Dan Revid meneriakkan namanya...
Kemudian gadis itu berbalik dan perlahan memberinya senyum lebar yang sama. Senyum yang membuat Revid jatuh hati.
Untuk kali pertama dalam hidupnya juga, Revid merasakan sensasi menarik napas dan sesak disaat bersamaan...
***