Chapter 9

1066 Words
Satu bulan berlalu, setelah Flora mengalami keterpurukan. Ia masih merindukan sosok Zavier meskipun laki-laki itu sudah menghancurkan hidupnya. Laki-laki yang membuatnya tidak percaya akan cinta. Laki-laki yang membuatnya jatuh sejatuh-jatuhnya ke dalam kubangan api. Meskipun begitu, rasa cintanya tidak pernah luntur justru semakin dalam. Apakah ia harus selalu melihat laki-laki itu agar ia mampu melupakannya? Karena dengan menjauh membuatnya selalu teringat akan perlakuan hangatnya. Mungkin jika ia melihat wajahnya, rasa sakit itu akan mampu menghapus rasa cintanya pada Zavier. Setiap hari di saat ia terpuruk, ia selalu ditemani Rayyen, sahabatnya. Tidak jarang pula sahabatnya itu mengajak istrinya untuk menginap. Itu semua ia lakukan karena takut Flora akan berbuat nekat. Melihat betapa kacaunya kondisi Flora, setelah mengetahui kebenaran mengenai orang tercintanya. Yang ternyata sengaja ingin menghancurkannya. Sampai pada suatu hari, ia merasa ada yang salah dengan tubuhnya. Pusing, mual, muntah, bahkan nafsu makannya semakin berkurang. Semua makanan yang ia telan akan langsung ia muntahkan. Tiba-tiba ia teringat akan malam pertamanya setelah menikah. Ia bergegas memakai jaket, turun ke bawah, dan pergi ke apotek untuk membeli benda pipih yang bernama test pack. Setelah membeli testpack, ia pulang ke rumah dan masuk ke dalam kamar mandi. Ia duduk di atas kloset menyaksikan bagaimana jarum itu berjalan. Dari garis satu terus berjalan sampai berhenti tepat di dua garis. "Ya Tuhan, ada apa lagi ini? Kenapa harus ada benih laki-laki itu di rahimku? Kenapa aku harus menghadapi cobaan yang begitu berat? Bagaimana bisa aku melupakannya, jika ada benihnya yang tumbuh di rahimku?" bisik Flora dalam hati. Ia menutup mulutnya yang terbuka lebar. Air matanya mengalir deras bagaikan badai kehidupan yang terus saja menerpanya. Ia terkejut mengetahui bahwa ada janin yang tumbuh dalam rahimnya. Ia mengisi bathtub dengan air hingga penuh. Kemudian ia berjalan menuju dapur dan mengambil pisau kecil. Ia kembali ke kamar mandi, masuk ke dalam bathtub, dan memotong urat nadinya. Setelah itu, ia menenggelamkan dirinya ke dalam air. "Selamat tinggal rasa sakit," lirih Flora memotong urat nadinya dan menenggelamkan tubuhnya ke dalam bathtub yang penuh air mengalir. Beruntung Rayyen datang tepat waktu. Karena sedari pagi perasaannya tidak enak. Rayyen merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Dan pikirannya tertuju pada Flora, sahabatnya. Ia menginjak pedal gas mobilnya dari perusahan menuju apartemen Flora. Ketika ia masuk ke dalam, ia memanggil dan mencari sosok sahabatnya itu. Namun, ia tidak mendapat jawaban apapun. Ia memeriksa setiap ruangan dan mendengar suara air gemercik. Ia masuk ke dalam kamar mandi dan melihat Flora dalam keadaan berendam dalam kubangan darah. "Astaga, Flora!" teriak Rayyen berjalan mendekat. "Flora, bangun Flo. Aku mohon buka matamu," lirih Rayyen menepuk-nepuk pipi sahabatnya. Kemudian, ia mengangkat tubuh kurus sahabatnya dan membawanya ke rumah sakit. Selama perjalanan menuju rumah sakit, ia menghubungi istrinya untuk memeriksa setiap ruangan apartemen sahabatnya. Ia meminta sang istri untuk mencari sesuatu yang membuat Flora berbuat nekat menghabisi nyawanya sendiri. Dan di kamar mandi lah Rose menemukan sebuah test pack dengan dua garis. "Bagaimana keadaan Flora saat ini, Sayang?" "Flora sedang ditangani oleh dokter. Sepertinya dia kehilangan banyak darah. Bagaimana? Apa kau menemukan sesuatu, hum?" "Aku menemukan test pack di kamar mandi. Sepertinya dia shock mengetahui kehamilannya." Rose menatap benda pipih di tangannya. "Ya Tuhan, apa lagi ini? Apa yang harus kita lakukan?" "Kau tenang dulu ya, Sayang. Kita harus selalu di sisi Flora. Buat dia kembali lagi seperti dulu. Buat dia agar tetap mempertahankan janin yang ada di dalam perutnya. Jika dia tidak mau, maka kita yang akan membesarnya setelah bayi itu lahir." "Terima kasih Sayang, terima kasih." Rayyen merasa sangat bersyukur memiliki istri seperti Rose. Meskipun awal hubungan mereka selalu mendapat ketidakpercayaan dari Rose karena kedekatan Rayyen dengan Flora. Namun, setelah Rayyen meyakinkannya bahwa Flower itu sahabat, adik, sekaligus satu-satunya keluarga yang ia miliki. Akhirnya Rose mengerti dan mencoba menganggap bahwa Flora sahabat, adik, dan juga keluarga baginya. Dan sampai satu tahun pernikahan mereka. Hubungan Rose dan Flora sama dekatnya seperti hubungan Flora dengan Rayyen. Setelah kesembuhannya, Flora kembali ke apartemen dengan ditemani Rayyen dan Rose. Mereka berdua memutuskan untuk tinggal satu rumah dengan Flora, mengingat kejadian kemarin. Mereka berdua tidak ingin Flora melakukan hal lebih jauh daripada itu. "Mulai sekarang, aku dan Rose akan tinggal di sini. Menemanimu agar kau tidak kesepian," ucap Rayyen membantu Flora berbaring di atas tempat tidur. "Tidak perlu, Ray. Kau lihat sendiri aku sudah baik-baik saja," tolak Flora tidak ingin merepotkan sahabatnya itu. "Aku tahu kau baik-baik saja. Tapi, aku ingin memastikannya sendiri bahwa kau tidak akan berbuat nekat. Terlebih terhadap janin yang ada di dalam kandunganmu," ucap Rayyen kekeh. Ia tidak ingin mengambil resiko untuk kehilangan Flora dan calon keponakannya. "Ayolah, Ray. Aku janji aku tidak akan pernah melakukan hal itu lagi. Aku tidak akan pernah mencelakakan anak ini." Flora berusaha meyakinkan Rayyen. Ia sedikit menggerakkan tangannya di perutnya. "Tidak akan. Aku tidak mempercayaimu lagi Flora. Jika kau ingin memotong urat nadimu lagi. Maka, lakukan nanti setelah bayi itu lahir. Aku dan Rose sudah memutuskan untuk mengadopsi anakmu, jika memang kau tidak mau menerimanya," ucap Rayyen membuat Flora menggertakkan giginya. "Apa kau gila, Rayyen!" bentak Flora dengan mata terbelalak. Hampir saja bola mata Flora lompat keluar. "Aku tidak gila Flora. Justru kau yang sudah gila. Apa kau ingin pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya? Apa kau tidak memikirkanku, setelah kau tiada nanti? Apa kau pikir aku akan baik-baik saja setelah kau pergi? Tidak Flora. Aku akan hancur bahkan akan menyalahkan diriku sendiri, jika hal itu sampai terjadi. Apa kau mau aku mengikuti jejakmu untuk memotong urat nadiku karena kehilanganmu, huh?" "Dan jika kau ingin melakukannya lagi, maka lakukanlah setelah bayimu lahir. Dengan begitu, aku bisa tenang karena ada bagian darimu yang masih bersamaku," sambung Rayyen dengan suara serak menahan tangis yang hampir pecah. Flora terkejut mendengar penuturan sahabatnya itu. Air matanya mengalir deras sampai-sampai ia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Ia hanya mampu mengucapkan kata maaf meminta pengampunan dari sahabatnya itu. "Maaf," lirih Flora. "Untuk apa meminta maaf. Sekarang, kau hanya perlu membuktikan. Bahwa kau bisa hidup tanpa Zavier. Bahwa kau akan tetap berdiri meski kau diinjak-injak. Apa kau bisa melakukannya?" "Aku bisa, aku bisa melakukannya. Tolong bantu aku, Ray. Bantu aku agar aku bisa bangkit bersama calon anakku," sahut Flora mengusap perutnya yang masih rata. "Aku akan membantumu sekuat aku mampu. Aku akan membantumu sampai kau menjadi Flora yang dulu. Tidak! Mulai sekarang kau bukan Flora. Mulai sekarang aku akan memanggilmu Alma. Hapus semua kenangan yang berhubungan dengan Flora. Dan mulai sekarang bukalah lembaran baru dengan nama Alma."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD