Chapter 10

1140 Words
Rayyen mendekat, ia berlutut dan memeluk tubuh kurus sahabatnya. Wanita tangguh yang ia kenal sedari ia kecil. Kini berubah menjadi wanita lemah semenjak kehidupannya dibuat hancur oleh laki-laki tidak bertanggung jawab seperti Zavier. Ia bersumpah akan membuat Zavier menyesal karena membuat Flora menderita. "Terima kasih, terima kasih karena selalu ada untukku," lirih Flora di tengah isakkannya. "Tidak perlu berterima kasih. Kau itu sahabat, adik, sekaligus keluargaku. Jika kau hancur, maka aku pun akan ikut hancur. Jika kau bahagia, maka aku pun akan turut bahagia," sahut Rayyen mengusap puncak kepala sahabatnya. "Untuk sementara, aku dan Rose akan tinggal di sini. Bukankah kau mengalami ngidam parah? Apa itu istilahnya? Morning sickness, yah morning sickness." Rayyen masih saja bersikeras untuk tinggal di apartemen Flora untuk sementara waktu. "Bagaimana kau tahu?" tanya Flora mengernyit heran. "Tentu saja aku tahu. Lihat betapa kurusnya tubuhmu. Dulu ketika Rose hamil pun sama," sahut Rayyen mengingat bagaimana payahnya ketika sang istri sedang mengandung. Namun sayangnya, di usia kandungan istrinya yang baru tiga bulan. Rose mengalami keguguran dan sampai sekarang, Tuhan belum memberinya keturunan lagi. "Baiklah. Sepertinya kau dan Rose akan merasa kerepotan. Karena aku selalu memuntahkan apapun yang aku makan," kata Flora tersenyum sinis. Beberapa hari terakhir, kamar mandi adalah tempat beristirahatnya. Karena setiap saat ia selalu merasa mual. Bahkan hanya dengan meminum air putih saja ia selalu memuntahkannya kembali. Setelah kejadian kubangan merah di bathtub, Flora berubah menjadi orang yang baru. Ia memutuskan untuk membesarkan janin yang ada di dalam kandungannya atas dukungan Rayyen dan juga Rose. Setiap satu bulan sekali, ia akan pergi memeriksakan kandungannya ke dokter kandungan. Biasanya ia akan selalu ditemani Rayyen dan juga Rose. Namun tidak jarang, ia kadang hanya ditemani Rose karena pekerjaan Rayyen yang tidak bisa ditinggal. "Apa kau tidak penasaran dengan jenis kelamin bayimu, Al?" tanya Rayyen. "Iya, Al. Aku saja sangat penasaran. Bagaimana kalau kau melalukan USG?" saran Rose. "Ayolah, Rose. Aku ingin kelahirannya menjadi sebuah kejutan," tolak Flora halus. "Tapi aku penasaran. Bukankah kau juga Sayang?" tanya Rose pada Rayyen, suaminya. "Aku juga penasaran. Alangkah baiknya jika bayimu laki-laki. Pasti dia akan mirip denganku," seloroh Rayyen. Bagaimana bisa mirip dengannya. Bukankah seharusnya mirip dengan Zavier, ayahnya? "Lebih baik perempuan. Aku ingin keponakanku mirip dengan ibunya. Jika dia mirip dengannmu pasti akan sangat menyebalkan," balas Rose tidak kalah antusias. "Ayolah, Al. Aku mohon!" lirih Rose memohon sambil mengerlingkan matanya. "Baiklah." Akhirnya pada bulan ke lima, Flora melakukan tes USG. Rayyen dan Rose memaksanya karena ingin mengetahui jenis kelamin janin yang Flora kandung. Meski ia menolak, tapi lama-kelamaan ia juga penasaran. Dan setelah memastikannya, ia justru dibuat terkejut dengan dua kantung plasenta yang ada di dalam perutnya. Itu menandakan bahwa ia mengandung janin bayi kembar. "Keponakan kita kembar, Sayang. Sebentar lagi aku akan memeluk dua bayi sekaligus," teriak Rose melompat kegirangan memeluk suaminya. Flora hanya tersenyum sambil mengusap perutnya yang sudah membesar meski baru menginjak usia lima bulan. Ia merasa bersyukur memiliki Rayyen dan Rose di sisinya. Jika tidak ada mereka berdua, ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya dan kedua calon bayinya. Sepulangnya dari rumah sakit, Rose selalu mengusap perut Flora. Ia sudah tidak sabar untuk menunggu kelahiran dua bayi kembar itu. Ia selalu menyentuh perut Flora, hanya untuk bermain dengan tendangan-tendangan kecil yang berubah menjadi tendangan besar. "Aku ingin membicarakan sesuatu yang penting denganmu, Ray," kata Flora dengan ekspresi serius. "Apa itu?" tanya Rayyen penasaran. "Apa aku boleh tetap berada di sini?" tanya Rose ragu. Wanita itu takut akan menggangu pembicaraan sang suami dan sahabatnya. Jadi, ia meminta izin terlebih dahulu. "Tentu saja boleh," balas Flora menggenggam tangan Rose. "Aku ingin kau membantuku menjual semua sahamku di perusahaan," kata Flora tanpa ada keraguan sedikit pun. "Untuk apa Al? Bukankah selama ini tidak ada masalah di perusahaan?" Rayyen terkejut mendengar permintaan sahabatnya. "Aku ingin mewujudkan impianku. Aku ingin membangun sebuah cafe dan aku yakin aku mampu membangun cafe-cafe lainnya," sahut Flora percaya diri. Cita-citanya sejak dulu adalah membangun bisnis cafe. Meski sempat terkubur, tetapi ia ingin membukanya kembali. "Tapi, Al. Perusahaan saat ini sedang masa berjaya. Dan semua itu berkat kerja kerasmu selama ini," kata Rayyen seakan tidak setuju dengan keputusan Flora. "Ini impianku, Ray. Aku yakin bisa menjadikan cafeku nanti lebih besar daripada perusahaanku sekarang. Aku ingin mengelola cafe sekaligus kedua anakku nanti. Aku ingin mengurus semuanya dengan tanganku sendiri. Aku mohon dukung aku," sahut Flora memohon. Ia menatap Rose mengisyaratkan agar membantunya untuk membujuk Rayyen, suaminya. "Dukung Alma, Sayang. Biarkan dia mengepakkan sayapnya. Biarkan dia menjemput impiannya. Bukankah akan lebih baik jika dia mengurus cafe? Dengan begitu, Si Kembar akan selalu mendapat kasih sayang ibunya. Bayangkan saja jika dia bekerja di perusahaan. Apa jadinya Si Kembar nanti. Pasti mereka akan banyak kekurangan kasih sayang dari ibunya," bujuk Rose membuat Rayyen berpikir keras. Memang apa yang dikatakan Rose ada benarnya. Ia juga tidak ingin keponakan kembarnya kekurangan kasih sayang. Sudah cukup mereka tidak akan mendapat kasih sayang dari ayahnya. Meskipun ia berjanji akan memberikan kasih sayang layaknya seorang ayah. Namun, tetap saja ia bukan ayah kandungnya. Jadi, ia memilih mendukung keputusan Flora untuk menjual saham miliknya dan memulai usaha baru dengan membuka cafe. "Baiklah. Aku akan mendukung keputusanmu. Tapi kau harus janji, apapun itu kau harus mengatakannya padaku." Rayyen ingin Flora terbuka dengannya dan tidak menyembunyikan sesuatu apapun darinya. "Aku janji. Tapi aku ingin semuanya kau yang urus. Aku ingin kau melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Aku tidak ingin dia mengetahuinya. Aku tidak ingin dia mengetahui tentang kehidupanku dan juga kedua bayiku," balas Flora. Ia tidak ingin Zavier mengetahui sedikit pun tentang dirinya dan kedua anaknya. Ia tidak ingin mantan suaminya itu kembali mengacaukan hidupnya. "Kau tenang saja, Al. Aku akan memastikan semuanya tanpa sepengetahuan Zavier. Kau hanya perlu fokus pada kehamilanmu," kata Rayyen mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia tidak akan membiarkan Zavier melukai Flora untuk yang kedua kalinya. Akhirnya, Rayyen membantu Flora menjual semua saham miliknya di perusahaan. Tidak hanya itu saja, Flora juga menjual apartemen miliknya dan membeli apartemen baru. Ia ingin menghapus semua kenangan tentang Zavier. Dan yang tersisa hanya satu. Rumah peninggalan kedua orang tuanya. Kemudian setelah itu, ia memulai dengan membeli apartemen baru. Membuka sebuah cafe dan menjalankannya perlahan. Ia memberi nama cafe itu dengan nama Weeds Cafe. Weeds yang artinya rumput liar. Ia ingin cafenya kuat, sekuat dirinya saat ini. Selama proses penjualan saham dan apartemen. Gerak-gerik Flora tak lepas dari perhatian Zavier. Ia merasa ada sesuatu yang besar yang akan terjadi. Ia menyewa seorang detektif untuk mengawasi gerak-gerik Flora. Namun, ia tidak menemukan apapun. Flora bagai hilang ditelan bumi. Karena setelah menjual saham dan keluar dari perusahaan. Flora sengaja menghilang dan fokus pada kehamilannya. Ia tidak ingin Zavier mengetahui kehamilannya. Dan semua rencananya sengaja ia serahkan pada Rayyen. Semua urusan membangun cafe, Rayyen kerjakan secara sembunyi-sembunyi sesuai permintaan Flora. Zavier tidak pernah menyerah. Ia terus mencari dan mencari sampai ia merasa keganjilan itu semakin membesar. Ia curiga ada sesuatu yang Flora sembunyikan darinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD