IMPG-16

1482 Words
Berulang kali Ryeon melirik jam, baik jam tangannya atau jam dinding yang terpajang di rumah Eun. Tidak hanya itu, berulang kali juga ia mondar mandir--keluar--mengecek apa Eun sudah datang atau belum.  Ia tidak tau di mana gadis itu sekarang dan hujan juga semakin lebat. Semakin larut semakin membasahi bumi. Seakan langit malam menangis karena terluka.  Berulang kali juga ia berdecak. Tiba-tiba benda pipih yang tergeletak di atas meja di dekatnya berdering. Dengan cepat Ryeon mengambil ponselnya.  Ada nama salah satu bawahannya yang menelpon.  Kenapa sedari tadi ia lupa kalau ia masih punya harapan untuk mendapatkan lokasi Eun dari dua bawahannya itu.  "Bagaimana? Apa kalian sudah mendapat informasi di mana dia sekarang?" tanya Ryeon teramat penasaran.  "Sudah Bos!" Mendengar itu Ryeon tersenyum.  Ryeon melangkah, menyambar kunci mobilnya dan juga jaketnya yang tergeletak di kursi. "Kirim alamatnya sekarang." Setelah mengucapkan kalimat itu, Ryeon menutup pintunya dan memasukan ponselnya ke dalam saku setelah panggilan selesai.  Sebelum melajukan mobilnya, Ryeon mengecek apakah ia membawa payung atau tidak. Setelah ia menemukan payung nya, barulah ia segera melaju bersama mobil hitamnya.  Di pertengahan jalan ponselnya berdering sekali. Membuatnya segera merogoh sakunya dan mengecek ponselnya dengan mata yang sesekali fokus ke jalanan. Hujan deras memang agak menyulitkan pandangannya di tengah malam seperti ini.  Lee Jong :  Perkebunan tebu dan gandum.  Membaca itu, Ryeon terheran. Apa yang dilakukan Dae Eun Jung di ladang? Dan lagi, malam-malam begini? Apakah itu terdengar rasional.  Saat sudah dekat dengan ladang gandum dan tebu, Ryeon melakukan mobilnya. Berbelok, dan kini ia menyusuri jalanan sepi yang kanan kirinya terhalang oleh tebu dan gandum dengan batang yang tinggi-tinggi.  Semoga Dae Eun belum keluar dari area ini.  *** "Minggir kau!" Eun mendorong bahu Jerome sekuat mungkin.  "Kau menyuruhku mundur?" Tapi Jerome tenaganya lebih kuat. Hingga laki-laki itu tak bergeser sedikitpun.  "Jerome kau gila hah? Harusnya aku tau sikapmu berubah karena kau menginginkan sesuatu!" teriak Eun di tengah suara hujan yang mendominasi suasana.  Jerome menampilkan senyum miringnya. Menatap Eun dengan tatapan penuh penghinaan. Kenapa perempuan di depannya ini begitu bodoh? Bukankah Psychopath seperti Eun harusnya sudah tau lebih dulu dari gerak-gerik yang ia berikan.  Terkekeh kecil. "Kau sangat bodoh Eun. Kau menolakku kali ini tapi kau menikmatinya kala itu," terang Jerome membuat Eun seakan tersadar. Bahkan ekspresi wajahnya berubah seketika.  Alis Jerome terangkat sebelah. "See? Kau mengakuinya bukan?" Jerome semakin mendekatkan tubuhnya. Mendekatkan bibirnya di cerukan leher Eun.  Ketakutan dan kepanikan benar-benar membuatnya kehilangan akal. Apa yang harus ia lakukan saat Jerome semakin mendesaknya dengan tubuh besarnya?  Tiba-tiba satu pikiran terlintas di otaknya. Saat Jerome tengah menikmati leher jenjang miliknya, saat itu pula tangannya merogoh saku jaket di mana ia menyimpan pisau miliknya.  Sreeek!  "Aaaakhhh!!!" Jerome berteriak kesakitan serta menjauhkan dirinya dari Dae Eun Jung. Laki-laki itu memegangi lehernya yang tergores pisau tajam milik Eun.  Eun berdiri. "Kau pikir kau bisa seenaknya memperlakukanku seperti itu hah?" Jarinya menunjuk-nunjuk Jerome yang sedang kesakitan menahan darah yang megucur di lehernya.  Melangkah, Eun mencuci pisau miliknya dengan air hujan tanpa menghiraukan laki-laki yang terus berteriak karena kesakitan. Setelah bersih, ia memasukan pisau miliknya ke dalam saku jaketnya.  Ia berbalik, berjongkok di depan Jerome. "Kau pikir, kau bisa melawanku?"  Jerome menatap tajam perempuan di dekatnya itu. Dengan terus-terusan meringis menahan sakit.  Jerome membuka jaketnya, hal itu tak luput dari pandangan Eun. Lalu mengikatkannya di leher agar darah tak terus-terusan keluar.  "Nikmatilah rasa sakitmu itu, semoga besok kau sudah tiada," ucapnya. Eun bangkit, ia memutuskan pulang dan menerobos hujan. Tapi tangannnya dicekal oleh Jerome membuatnya berhenti. "Apa lagi? Kau ingin aku menyobek perutmu?" tanya Eun dengan hujan yang mengguyur badannya karena ia kini berdiri di dekat motor. Jerome mendekatinya dengan satu tangannya yang memegang lehernya.  Sedetik mereka terdiam, pandangan Jerome nampak kabur karena air hujan dan juga kesadaran yang kian menipis. Namun sebisa mungkin ia berusaha menjalankan aksinya.  Dengan cepat, Jerome mendekatkan bibirnya ke bibir Dae Eun Jung, tangannya mengunci kuat-kuat kedua pergelangan tangan Eun sehingga gadis itu tak dapat melawan selain menggeliatkan tubuhnya ke kanan dan kiri.  Jerome terus melumatnya, dengan ritme pelan lalu berlanjut pada ritme yang cepat. Sementara itu, satu tangannya mendorong pelan bahu Eun agar duduk di motornya.  Hujan terus mengguyur mereka, membasahi tubuh mereka. Sementara mereka berdua terus membasahi bibir mereka. Berbagi rasa karena detik-demi-detiknya Eun semakin terlarut dan ikut dalam permainan bibir mereka.  "Ah, Jerome...," desah Eun di sela ciuman bibir mereka. Bahkan sekarang kedua tangan gadis itu berada di pundak Jerome dan tangan Jerome berada di pipi Eun.  Mereka bertatap sebentar. Entah mengapa jantung Jerome berpacu tak normal. Sepertinya ada yang salah. Karena niat awalnya adalah ingin membalaskan dendamnya pada Eun yang semena-mena. Namun kali ini ia seperti kecanduan pada bibir gadis di depannya ini.  Tanpa aba-aba lagi, Jerome menempelkan bibirnya ke bibir Eun. Melumatnya pelan hingga cepat. Membuat decapan-decapan yang tak terdengar karena suara hujan.  Air terus membasahi mereka dan mengucur di setiap celah wajah mereka.  Satu tangan Jerome berusaha berani, merambat tiap inci tubuh Eun. Semula berawal di bagian paha, lalu sekarang bersarang di bagian d**a Eun. Mengelusnya dengan sangat lembut. Dapat Jerome rasakan gumpalan dari bagian d**a Eun, apalagi ketika baju gadis itu basah karena hujan, Eun seperti tak mengenakan pakaian.  "Ahhh...," desah Eun lagi saat Jerome mengelus bagian dadanya amat lembut dan membuat gadis itu ingin merasakannya terus menerus.  Melihat Eun yang teramat menikmati, Jerome akhirnya memberanikan diri untuk mengelus bagian bawah milik Eun.  "Sshhh...." Eun mendesis dan menjauhkan tautan bibir mereka. Menatap lekat laki-laki di depannya yang tengah mengelus bagian bawahnya.  "Angkat kakimu," perintah Jerome langsung diangguki Eun. Satu kaki Eun terangkat satu, di topangkan di bagian sepeda motornya.  Dan jari Jerome terus mengelus bagian bawah Eun, sementara gadis itu mendongak karena merasakan nikmat yang jarang sekali ia rasakan.  "Ahhh... Ssshh...."  "Jer...."  "Jer aku ahh..." "Kau ingin apa?" goda Jerome. Akhirnya ia bisa membuat Eun terangsang akibat permainannya.  "Lebihhh." Eun menggerakkan tanganya untuk membantu tangan Jerome di bagian miliknya.  "Baiklah...." Dengan senang hati Jerome melakukannya tapi sorotan lampu mobil yang datang tiba-tiba membuat mereka mengurungkan niat mereka.  "Siapa yang datang?" tanya Jerome. Mereka saling berharap. Eun mengangkat bahu tak acuh.  Jika mengingat kejadian yang tadi, sebenarnya sangat tidak mungkin mereka berdua bisa akur lagi. Tapi entahlah, mereka seperti musuh tapi juga teman.  "Berdirilah di belakangku," perintah Jerome membuat Eun mengernyit.  "Kenapa? Kau takut aku diganggu oleh mereka?" goda Eun tapi Jerome justru menatapnya tajam.  "Berdirilah di belakangku," ulang Jerome lagi saat mobil itu kian mendekat. Daripada berdebat, Eun menurut.  Mobil hitam berhenti tepat di depan mereka. Hal itu membuat Eun terheran. Sepertinya ia pernah melihat mobil semacam itu. Tapi siapa?  "Kau yakin, dia mengincar kita?"  "Aku ragu. Kau tau di sini tidak ada GPS," jawab Jerome. Seorang laki-laki keluar dengan payung yang melindunginya dari hujan. Kedua mata Eun membulat sempurna. Itu adalah Ryeon. Dari mana laki-laki itu tau posisinya?  "DAE EUN JUNG, KAU DENGAN SIAPA?!"  Teriakan itu membuat Jerome seketika menoleh dan menatapnya. Seakan meminta jawaban atas itu.  "Dia siapa?" tanya Jerome menuntut.  Eun menggaruk kepalanya. Tidak ada yang tau tentang kedekatannya dengan Ryeon. "Aku akan menceritakannya nanti. Sekarang kau diam. Yang paling bahaya adalah dia tau lokasi kita. Kau tau kan di sini tidak terjangkau GPS?" Kedua mata Jerome memutar malas. "Sedari tadi aku mengkhawatirkan itu. Aku tidak mau bisnis kita hancur hanya karena temanmu itu," jawab Jerome dingin.  Jerome menatap lekat-lekat laki-laki yang berdiri agak jauh darinya. Entah mengapa, hatinya merasa sedikit sakit mengetahui bahwa Eun memiliki teman lelaki lain.  "EUN KAU DENGAN SIAPA?!!" teriak Ryeon lagi.  "Pulanglah dengan laki-laki itu, aku akan membawa motormu. Katakan jika motormu rusak dan akan aku perbaiki. Katakan jika kau hanya ingin mengambil beberapa gandum di sini atau berilah alasan yang tak mencurigakan."  "Ba--bagaimana jika dia melihat...." Eun takut jika Ryeon melihat apa yang mereka lakukan tadi.  "Memangnya dia siapa, kau sampai takut jika dia tau."  "Mmm... Hanya teman," jawab Eun apa adanya.  "Pergilah dengannya," ulang Jerome. Eun mengangguk.  "Eh, tapi bagaimana dengan lukamu?" tanya Eun dengan ekspresi merasa bersalah.  "Tenanglah, ini hanya tergores." Cukup lega Dae Eun Jung mendengarnya.  "Terimakasih," ucap Eun sebelum melangkah mendekati Ryeon.  Dahi Jerome mengernyit, ia tidak tau apa maksud dari perkataan Eun.  "Siapa dia?" tanya Ryeon saat Eun sudah berada di bawah payung yang sama.  Mereka berjalan menuju ke mobil. Ryeon membukakan pintu mobil untuknya. Kemudian Ryeon mengitari mobilnya dan duduk di balik kemudi.  "Siapa?" ulang Ryeon lagi sebelum ia menjalankan mobilnya.  "Dia... Montir. Aku yang menelponnya. Dia datang bersama temannya."  "Motormu rusak?" Ryeon mulai menjalankan mobilnya. Eun mengangguk terpatah.  "Bagaimana kau bisa sampai di area ini?"  Eun mengusap-usap lengannya. Rasanya ia kedinginan. Mungkin karena di dalam mobil Ryeon terdapat AC.  "Kau kedinginan?" Ryeon nampak panik. Eun mengangguk.  "Astaga, bibirmu pucat!" Ryeon menghentikan mobilnya. "Kau kenapa berhenti?"  "Kau harus berganti pakaian."  "Tapi aku tidak membawa baju ganti." Ryeon memperhatikan dirinya sendiri. "Kau bisa menggunakan jaketku ini. Mungkin akan sedikit kebesaran untukmu jadi bisa sekalian menutupi area bawahmu."  Eun tertegun, mengapa Ryeon begitu peduli padanya. Namun di satu sisi ia juga merasa bersyukur karena Ryeon tak melihat apa yang ia lakukan bersama Jerome.  "Kau mau?"  "Aku berganti di mana?"  "Berganti lah di dalam mobilku. Aku akan keluar sebentar." Ryeon lantas membuka jaketnya. "Pakailah."  "Tapi... Kau tidak akan...."  Ryeon tersenyum. "Tenang, aku tidak akan mengintipmu. Aku akan berdiri di sana." Ia menunjuk ke depan. "Aku akan berdiri dengan jarak yang jauh. Jadi aku tidak akan melihatmu. Lagipula kaca mobilku tidak akan terlihat oleh siapapun dari luar," jelas Ryeon. Eun mengangguk.  "Kalau begitu, aku keluar." Ryeon keluar, lalu ia berdiri dengan jarak yang cukup jauh dari mobilnya.  Tanpa sadar Eun tersenyum. Entahlah, Ryeon seperti malaikat yang dikirimkan Tuhan untuknya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD