Episode-3

1814 Words
"Keluar-lah dari zona nyamanmu. Coba gapai dunia lain yang mungkin akan lebih membuatmu nyaman." -Dating With Psychopath - ???  ??? Di dalam mobil bersama laki-laki yang menyukai Eun Jung, yakni Kang Dae. Seorang laki-laki yang satu kampus dengannya. Laki-laki tinggi yang begitu loyal dan royal padanya. Mereka berdua pergi ke sebuah rumah makan untuk sarapan pagi sebelum pergi ke kampus. Dae Eun Jung merasa senang karena ia tidak harus meminjam uang ataupun membunuh hewan liar untuk ia makan hari ini. Sekarang tujuan mereka adalah Puba. Restoran yang dijanjikan Kang Dae semalam. "Ada apa dengan tanganmu?" tanya Kang Dae setelah melirik tangan Dae Eun Jung yang terdapat goresan luka. "Aku melukainya," jawab Dae Eun Jung tak memperhatikan tangannya. Jawabannya juga terdengar santai. Mungkin saat gadis lain akan merengek menjelaskan saat-saat tangannya terkena benda tajam, tapi Eun Jung berbeda, ia sama sekali tak menampilkan wajah itu. Sebenarnya, Eun Jung hanya ingin mengambil tetesan darahnya yang ia gambarkan disebuah kertas. Bukan untuk suatu hal, hanya untuk mengusir rasa penat. Ya, hanya itu. "Kau memang gadis psikopat." Kang Dae menggeleng. Dia sudah mengenal Dae Eun Jung cukup lama. Lelaki itu tau kebiasaan buruk Dae Eun Jung. "Bagaimana bisa kau mengataiku psikopat? Aku bahkan tidak membunuh orang lain. Kalaupun aku psikopat, aku juga tak akan membunuh orang lain," sahutnya, sedikit sewot. Sering sekali ia mendengar Kang Dae mengatainya psikopat. "Baiklah, itu terdengar bagus. Dan jawabanmu itu, semakin membuatku cinta padamu." Kang Dae menampilkan senyumnya yang entah mengapa membuat Eun Jung bergidik jijik. "Kau tau? Aku rasanya ingin muntah mendengar perkataanmu itu," kesalnya sambil memukul lengan Kang Dae yang justru disambut kekehan. Benar-benar tak habis pikir, kenapa ia mau berteman dengan laki-laki seperti ini? Mungkin, jika tak karena uang, ia juga akan menjauh. Kini, setelah beberapa menit, mereka sampai di restoran Puba. Restoran yang buka duapuluh empat jam. Restoran yang hampir semua makanan khas Korea tersedia di sana. Dae Eun Jung selalu berkhayal, ingin punya rumah makan seperti Puba suatu hari nantu. Tapi, kemudian ia sadar, melihat keadaanya sekarang, sepertinya tak mungkin jika ia hanya mendapatkan uang dari sebuah tempat penjagalan. Bagaimana caranya? Makan saja susah! Sebagai mahasiswi Psikologi, Dae Eun Jung kewalahan membayar uang semester yang baru akan berjalan ke semester dua. "Kau mau pesan apa?" Kang Dae membuka lembar perlembar buku menu di tangannya. "Aku pesan ini!" seru Dae Eun Jung menunjuk gambar Jjamppong. Gadis berambut panjang itu memang cukup suka dengan olahan seafood. "Baiklah, kalau begitu aku akan memesan ... hm...." Kang Dae berpikir sejenak sembari membuka lembar-lembar kertas, "Jjangmyeon," putus Kang Dae akhirnya. "Minumnya?" "Apa saja yang enak, dan jangan lupakan soju." Dia mengedip di akhir kalimat. Suka sekali menggoda Eun Jung. Kang Dae mengangkat tangannya. Kemudian datang pelayan dengan seragam lengkap. Khas restoran Puba yang didominasi ornamen kayu. Klasik tapi juga mewah. "Saya pesan Jjamppong satu dan Jjangmyeon satu, minumannya apapun yang menyegarkan dan jangan lupakan soju." Pelayan perempuan di depan mereka mencatat pesanan di secarik kertas. "Hanya ini saja?" tanya pelayan tersebut memastikan. Kang Dae mengangguk. Pelayan tersebut pergi setelah membungkuk singkat. "Dae Eun Jung, tidak bisakah kau menginap di rumahku nanti malam?" "Untuk?" "Aku ingin menikmatimu," jawab Kang Dae terkekeh kemudian. Dae Eun Jung menggerakkan bibirnya sewot. "Ya! Aku tidak ingin dinikmati olehmu, aku hanya akan dinikmati oleh orang yang aku sayang nantinya." "Kau yakin, gadis kasar sepertimu ini akan ada yang menyukaimu selain aku?" Mata Kang Dae menyipit. "Aku heran padamu, aku saja tidak pesimis, kenapa kau yang pesimis? Atau jangan-jangan sebenarnya kau lah yang takut tak menemukan cinta sejatimu?" sahut Eun Jung, seolah menang telak karena ekspresi Kang Dae berubah seketika. "Ti--tidak, tidak sama sekali! Psikopat sepertimu akan kesulitan mendapatkan kekasih." "Kyaa! Aku bukan psikopat!!" geram Eun Jung. Kang Dae mengangkat bahunya tak acuh. Eun Jung menatap Kang Dae tajam, andai saja bukan karena sarapan pagi yang dibayarkan oleh laki-laki ini, mungkin Eun Jung memilih pergi saja. "Sadarlah, sampai sekarang saja, kau tidak mendapatkannya." "Semua butuh waktu," sahutnya membela diri. "Terserah kau saja. Padahal ada aku yang selalu suka padamu, tapi kau tolak mentah-mentah!" gerutu Kang Dae. Dae Eun Jung melirik sinis. "Aku tidak menyuruhmu mencintaiku!" Satu pelayan datang bersama dengan nampan yang berisi makanan pesanan mereka. Lalu, meletakannya ke atas meja bundar bersamaan dengan minuman yang mereka pesan. "Terima kasih." Pelayan itu mengangguk singkat pada Dae Eun Jung sebelum berlalu. Kang Dae membuka tutup botol soju dan menuangkan isinya digelas kecil milik Dae Eun Jung lalu ke miliknya. "Tapi aku tidak yakin kau masih virgin." Kang Dae menenggak minumannya setelah kalimat itu dilontarkan tanpa rasa bersalah. Baru saja Dae Eun Jung akan menenggak minumannya, perkataan itu membuatnya melotot sempurna. "Kau mengataiku psikopat, tapi kau menghina orang lain tanpa punya perasaan Kang Dae. Sebenarnya kau atau aku yang psikopat?!" "Bedakan psikopat dan sosiopat." Kang Dae mulai mengaduk makanannya. "Dan kaulah dua-duanya!" kesal Eun Jung, meneguk cepat-cepat soju miliknya. "Kau akan yakin setelah mencobaku. Tapi sayangnya aku tidak kan memberikannya padamu. Aku akan memberikannya pada orang yang taaaaampan!" Dae Eun Jung tersenyum lebar di akhir kalimat. Sengaja ia mengatakan itu, semoga Kang Dae tersindir. Sebagai seorang yang belum mempunyai pacar dan belum pernah merasakan apa yang namanya pacaran. Dae Eun Jung belum pernah merasakan apa yang namanya bercinta. Terdengar konyol memang, saat kebanyakan gadis seusianya mungkin sudah lebih puluhan kali melakukan hal yang demikian, tapi dirinya?Mengenal laki-lakipun tidak. Hanya Kang Dae dan laki-laki ditempat penjagalan saja. Pernah satu kali, saat ia diajak oleh Kang Dae ke sebuah kelab malam. Ada satu laki-laki tampan yang mengajaknya one night stand. Tapi sayangnya, laki-laki itu memaksa. Jadi, Dae Eun Jung menolaknya mentah-mentah. Entahlah, sekarang dia tidak memikirkan itu. Hanya uang yang ada di pikiran nya. Masalah jodoh mungkin nanti akan datang sendiri. Jelas, karena bagi Dae Eun Jung jodoh tidak seperti uang. Yang akan datang sendiri tanpa dicari. Kira-kira siapa yang akan mendapatkan kesempatan pertama yang mengambil kevirginannya? Semoga saja lelaki tampan. Eun Jung menggeleng samar, mencoba terputus dengan pemikirannya yang sudah kemana-mana. Keduanya menyantap hidangan mereka dengan tenang. Harusnya pagi begini bukan waktu yang tepat untuk minum soju. Tapi cuaca juga sangat dingin. "Apa kau yang bernama Dae Eun Jung?" Pertanyaan tiba-tiba dari seorang pria paruh baya membuat Dae Eun Jung dan Kang Dae menoleh ke sumber suara. Di sampingnya, kini ada pria paruh baya berseragam serba hitam. Mereka berdua mendongak, karena tinggi pria itu yang lumayan. Dae Eun Jung dan Kang Dae saling berpandangan sebentar. Lalu akhirnya Eun Jung mengangguk terpatah, dan kemudian, memilih berdiri. "Ada apa?" Pria di depannya ini sangat asing untuknya. Jika dilihat dari setelan jas yang digunakan orang di depannya ini sepertinya bukan orang sembarangan. Tapi, kenapa dia menghampirinya? "Bisa ikut denganku?" Dan mengajaknya untuk ikut dengannya tanpa alasan yang jelas. Pria itu terkekeh, mungkin karena melihat ekspresi wajah Eun Jung yang tegang. "Tenang saja, aku tidak akan macam-macam," katanya. Kang Dae yang mendengar interaksi itu juga ikut berdiri. Kang Dae tidak mau menanggung jika terjadi apa-apa pada Dae Eun Jung. "Maaf sebelumnya, memangnya Anda ingin mengajak pacar saya ke mana?" Dae Eun Jung memelototi Kang Dae. Enak saja menganggapnya sebagai pacar. "Tenang saja. Saya hanya ingin menawarkan bisnis kepadanya." "Bisnis?" ulang Dae Eun Jung. "Iya. Jadi bisakah kau ikut denganku?" Melirik Kang Dae Sebentar, Dae Eun Jung langsung mengangguk. Pria paruh baya itu tersenyum. "Mari," ajaknya. Kang Dae memperhatikan mereka, merasa ada yang tak beres. Dan bodohnya Eun Jung langsung menerima. *** "Bisnis apa yang ingin kau tawarkan padaku?" tanya Eun Jung, tepat saat ia berada di mobil mewah pria ini. "Pertama, kenalkan ... aku adalah Hyun Sik." Eun Jung menjabat tangan pria itu. "Aku Dae Eun Jung." Pria itu mengangguk, dan tangan mereka terlepas. "Bergabunglah dengan organisasi gelap, The Darkness Of Heaven." Kening Dae Eun Jung berkerut. Organisasi gelap? "Aku tidak bisa bergabung dengan bisnis ilegal." Dae Eun Jung membuka pintu mobil, hendak keluar. "Ini tentang membunuh." Perkataannya membuat Dae Eun Jung berhenti. Dan kembali menutup pintu mobil. Dia tertarik tentang hal bunuh membunuh. "Kau hanya akan menjalankan tugas. Membunuh target yang kami berikan gambarnya. Kau tenang saja. Target sudah dipastikan sebagai target yang merugikan negara ataupun penggelapan dana." "Lalu, mengapa organisasi ini ilegal?" "Apa kau pernah dengar, pemerintah membunuh tersangka untuk menyelamatkan korban?" Dae Eun Jung menggeleng pelan. "Maka dari itu, organisasi ini ada tanpa pengetahuan pemerintah." "Lalu, mengapa kau merekrutku?" "Aku selalu melihatmu membunuh kucing dan hewan lain dengan tanpa rasa bersalah." Dae Eun Jung menegang, ia terkejut. Jadi, selama ini ada yang mengawasinya? Tapi ia menormalkan kembali ekspresinya, seolah tak terkejut dengan itu. "Bagaimana jika aku tertangkap oleh pemerintah?" "Tidak akan aku biarkan. Dan, The Darkness of Heaven akan melindungimu. Asal kau selalu membunuh tanpa meninggalkan jejak. Semuanya akan berjalan dengan baik." "Berapa bayaranku?" "Satu target, 100.000 dollar." "Apa kau serius?!!" "Melebihi serius. Maka, bergabunglah dengan kami. Agar kau bisa membayar uang semestermu dan tidak perlu menunggu tawaran teman lelakimu agar bisa sarapan." Sindiran itu menohok Dae Eun Jung. "Baiklah, aku terima tawaran itu," jawabnya, tanpa pikir panjang. Yang Eun Jung cari selama ini adalah pekerjaan dengan bayaran yang menggiyurkan. Mungkin, ia harus melupakan kata-kata yang tadi sempat ia katakan pada Kang Dae. "Kalau begitu, ini alamatnya." Hyun Sik menyerahkan kartu namanya. Dae Eun Jung mengamati kertas di tangannya. Bukan nama tempat melainkan kertas seperti denah di mana tempat itu berada. Ia mengangguk kemudian, dan keluar dari mobil, lalu pergi menghampiri Kang Dae. Akhirnya dia mendapatkan pekerjaan yang ia suka. Gajinya juga sangat memuaskan. Bayangkan saja, 100.000 dollar untuk satu target. Jika ia bisa membunuh 3 target maka ia bisa membeli mobil, rumah dan bahkan ia tak perlu bekerja di penjagalan lagi. Membayangkannya saja, bisa membuat Eun Jung senyum-senyum sendiri. "Mengapa kau senyum-senyum sendiri?" tutur Kang Dae, saat gadis itu duduk di tempatnya. "Tidak apa-apa." Ia memilih untuk tidak menceritakannya pada Kang Dae. Misinya harus berjalan tanpa meninggalkan jejak, 'kan? Dan jika ia memberi tahu Kang Dae, suatu saat muncul berita tentang pembunuhan yang tidak diketahui pelakunya maka Kang Dae akan langsung tahu jika itu adalah dirinya. "Dia menawarimu bisnis apa?" "Wanita penghibur," jawab Dae Eun Jung sok-sok an kesal. "Kyaa! Sepertinya dia salah menawari pekerjaan." "Ya. Harusnya aku menjadi model." "Kau mulai lagi," sungut Kang Dae. Ia hanya terkekeh pelan. Yaa, sekarang dia harus makan banyak untuk mempersiapkan esok hari yang akan berbeda dari biasanya. ??? Hai, masih baca cerita ini kah? Kalau suka cerita ini ajak teman kalian untuk baca cerita yang sama ya :* Tetap jaga kesehatan :* Have a nice day! Best regards Zaynriz?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD