IMPG-12

1380 Words
"Kau gila?" Dae Eun Jung menahan kesal.  Bagaimana bisa, seorang Ryeon meminta izin untuk menginap di rumahnya. Banyak alasan yang bisa ia berikan untuk menolak permohonan izin laki-laki itu.  Ryeon memasang wajah masamnya. "Tidak boleh ya?"  Menggaruk kepalanya. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran Ryeon. Bisa-bisanya cowok itu mudah percaya begitu saja padanya. Bagaimana coba jika saat Ryeon tidur, ia dengan bahagianya menyileti kulit laki-laki itu. Jiwa kebrutalannya bisa saja menyeruak keluar saat ada manusia ataupun korban di dekatnya.  "Kau tau, aku tidak punya banyak ranjang. Hanya ranjang berukuran mini dan itu ranjangku saat aku berumur sepuluh tahun. Kau bisa membayangkannya kan?" Dae Eun Jung berharap Ryeon paham. Tapi sayangnya laki-laki itu menggeleng membuatnya frustasi.  "Aku tidak akan paham jika tidak melihatnya langsung."  Mata Dae Eun Jung membulat. Tidak, Ryeon tidak bisa begitu saja masuk ke areanya. Pasti cowok itu akan syok melihat semua toples yang terpajang di kamar dan dapurnya.  "Tidak. Kau tidak perlu melihatnya. Lagipula kau memang gila. Kau punya rumah megah tapi kau ingin tidur di gubuk reyok seperti ini," sahutnya mencoba menahan emosi.  Menghela napas. "Ini bukan gubuk. Kau jangan merendah." Ryeon tidak suka pada orang yang terlalu merendah. "Aku tetap akan tidur di sini. Menemanimu," kukuhnya semakin membuat Dae Eun Jung menahan emosi.  "Aku tidak punya ranjang lagi Ryeon...." Dae Eun Jung berusaha sebisa mungkin menahan amarahnya. Daripada pisau menancap di leher Ryeon jika ia tidak mengontrol emosinya.  "Biarkan aku tidur di bawah. Beralaskan karpet atau sejenisnya," mohon Ryeon.  Tangan Dae Eun Jung menyilang. "Tidak ada karpet atau sejenisnya," jujurnya.  "Baiklah, aku akan menyuruh supirku untuk membawakan kasur ke sini. Setidaknya yang luas."  "Kamarku tidak akan cukup," jawab Dae Eun Jung ketus.  "Biarkan aku melihatnya," kukuh Ryeon membuat Dae Eun Jung berdiri dengan cepat.  "Jangan!" tolaknya sambil merentangkan tangannya. Ryeon menatap gadis itu curiga. "Ada apa memangnya?"  Berpikir ... Ayo Dae Eun Jung berpikir....  "Ah! Kamarku masih berantakan, yah!" jawabnya gugup.  Memincingkan matanya, Ryeon masih tidak percaya. Ditatap seperti itu membuatnya salah tingkah.  Dan pada akhirnya, ia pasrah, Dae Eun Jung menarik napas lalu membuangnya keras-keras. Ia harus segera ke kamar dan dapur. Membereskan semuanya, sebelum Ryeon memaksa untuk masuk.  "Baiklah, kau boleh menginap."  Mata Ryeon berbinar, bibirnya mengulas senyum. "Serius?" tanyanya tak percaya.  Dae Eun Jung melipat tangannya di depan d**a. "Tapi dengan satu syarat."  "Apa?" tanya Ryeon antusias.  "Kau tidak boleh macam-macam, paham?"  Ryeon tidak langsung menjawab, membuat Dae Eun Jung curiga.  "Ba--baiklah." Tapi aku tidak yakin. Gadis lugu sepertimu dalam diam pun dapat membangkitkan gairahku. Batin Ryeon.  "Kalau begitu kau hubungin supirmu. Tidak mungkin kita tidur satu ranjang. Selain tidak muat, aku juga tidak percaya padamu." Hal itu membuat Ryeon mendengkus.  Kalau bukan ingin menjaga gadis lugu itu Ryeon sudah pulang tanpa pamit.  "Baiklah, aku ke dalam."  "Aku ikut."  "TIDAK!!!" Baru saja Ryeon akan bangkit tapi suara lantang Dae Eun Jung membuat laki-laki itu terkejut dan segera duduk kembali.  "Ah, baiklah." Ryeon mengikut saja.  *** Kamarnya sudah rapi dan bersih, wangi juga. Deretan toples yang biasa terpajang kini berpindah ke gudang bawah tanah miliknya. Yang di dapur juga ia bawa ke sana.  "Dae Eun Jung!" teriak Ryeon, membuatnya bergegas keluar.  Dua orang laki-laki mengangkat kasur yang masih terbungkus plastik. Terlihat tebal, pasti sangat empuk dan luas juga. Sangat berbeda jauh dengan kasurnya yang setipis kain tisu, kusam dan juga sempit.  "Ini taruh di mana?" tanya Ryeon. Dae Eun Jung menunjukan jalan dengan tangannya. Ia juga berjalan lebih dulu.  Sampai di dalam kamar, mata Ryeon menyapu ke setiap inci ruangan yang terlihat bersih dan wangi. Tidak terang dan terkesan remang-remang cahayanya. Sebagian dinding kusam, tapi sepertinya gadis itu mencoba menutupinya dengan tulisan yang terbingkai papan dan gambar-gambar yang terlihat seram di mata Ryeon.  Mata Ryeon terhenti pada kasur tipis tanpa ranjang. Ukurannya saja sempit sekali, entah badan Dae Eun Jung muat atau tidak.  "Tolong, kalian bawa keluar yang ini," titah Ryeon. Dua anak buahnya itu mengangguk tapi Dae Eun Jung melotot dan mengeplak Ryeon.  "Apa-apaan kau? Itu kasurku, jika kau membuangnya aku tidur di mana?" tukas Dae Eun Jung kesal.  "Itu tidak pantas disebut dengan kasur. Kau tidak lihat di bawahmu sudah ada kasur dengan ketebalan dan kelembutan yang akan membuatmu nyaman?"  Dae Eun Jung memperhatikannya kasur bewarna biru navy di bawahnya. "Lalu kau tidur di mana?" Dae Eun Jung masih setengah kesal.  "Aku bisa tidur di sampingmu. Atau di lantai jika kau menolak." Ryeon keluar tanpa mau mendengar sahutan gadis itu.  Ryeon sudah di luar bersama anak buahnya yang setia menunggu. "Buang kasur ini," titah Ryeon pada anak buahnya. "Dan setelah itu kembalilah dengan bir dan makanan dalam jumlah banyak."  "Baik Bos!" jawabnya tegas. Mereka masuk ke dalam mobil dan melaju.  "Ryeon...," panggil Dae Eun Jung. Laki-laki itu berbalik.  "Kau terlalu berlebihan pada gadis yang baru saja kau kenal," ucap Dae Eun Jung sembari mendekati Ryeon.  "Tidak apa-apa," jawabnya. Ryeon menatap langit yang mulai menggelap. Tapi indah dengan warna jingganya.  "Aku merasa tidak enak."  "Tidak perlu sungkan. Aku sudah bilang, apapun yang kau mau pasti akan aku berikan."  "Mengapa kau melakukan itu?" Ryeon terdiam, menatap Dae Eun Jung lekat-lekat.  Haruskah Ryeon jujur, ia jatuh cinta pada pandangan pertama? Haruskah ia mengatakan perasaannya. Tapi, bagaimana jika gadis itu menolak? Masih mending jika Dae Eun Jung meminta waktu. Tapi jika ditolak?  "Bukankah sebagai manusia harus saling tolong menolong?" Ucapan Ryeon justru terdengar seperti pertanyaan.  Hati Dae Eun Jung sedikit merasa kecewa. Ia berharap Ryeon tidak mengatakan hal seperti itu. Tapi ya sudahlah. Mana mungkin seorang upik abu dicintai pangeran tampan.  "Aku ingin mandi. Di mana kamar mandimu?"  "Mari kutunjukan." Ryeon mengangguk, mengikuti langkah gadis itu.  *** "Jangan lama-lama di dalam kamar mandi, karena aku juga akan menggunakan kamar mandi itu," peringatnya sebelum Ryeon masuk ke dalam.  "Baiklah. Oiya, bolehkah aku meminjam kausmu?"  Dae Eun Jung mengangguk. "Iya, bergegaslah. Aku tidak biasa mandi tengah malam."  Kamar mandinya terletak satu ruangan dengan kamarnya. Jadi, ia tidak perlu keluar kamar untuk sekedar buang air kecil.  Ia duduk di kasur yang super nyaman. Tangannya mengusap kain lembut itu. Benar-benar nyaman. Dae Eun Jung merebahkan badannya. Memejamkan matanya sebentar, baru saja ia akan terbawa alam mimpi. Suara seseorang di luar sana membuatnya terbangun.  Bangun, dan dengan kesal ia keluar. Terlihat dua orang yang membawa kasur tadi. Ada apa mereka kembali lagi? "Ada apa?"  "Ini." Salah satunya mengulurkan dua kantong kresek dengan berbagai minuman di dalamnya dan juga makanan. "Terimakasih," jawabnya. Dua laki-laki itu berlalu.  Tanpa bertanya, ia tau ini pasti ulah Ryeon. Baguslah jika laki-laki itu memesan makanan. Lagipula ia juga tidak tau harus menyajikan makanan apa untuk tamunya itu. Selain uang yang pas-pasan, ia juga tidak terlalu mahir memasak.  Ke dapur, ia mengambil beberapa piring, sendok dan juga gelas untuk dibawa ke kamar. Lebih baik makan di kamar.  Bukan apanya, dinding dapurnya sangat kotor. Ada banyak bercak darah kering yang menempel di dinding. Dan juga sudah teramat kusam. Kemungkinan jika makan di dapur, bisa membuat selera makan Ryeon turun drastis.  Ia memindahkan semua makanan ke dalam mangkok dan juga piring lain. Ada banyak makanan yang Ryeon pesan. Minumannya juga, soda dan bir.  Sepertinya, malam ini ia akan benar-benar menjadi manusia. Makan enak dan tidur nyenyak. *** Dua kaleng soda sudah ia habiskan, tapi Ryeon juga tak kunjung keluar dari kamar mandinya. Suara air saja yang terdengar.  "Ryeon, kau tidak tidur di sana kan?" teriaknya. Samar-samar ia mendengar suara Ryeon mengeram. Etahlah, laki-laki itu sedang apa.  Ceklek.  Ryeon keluar dengan handuk yang menutupi bagian bawahnya. Badan ya shirtless sehingga perut kota-kotak dan otot sixpacknya benar-benar mengotori mata Dae Eun Jung.  Ia gugup melihat Ryeon dalam keadaan seperti itu. Belum lagi buliran air menetes dari rambut laki-laki itu yang basah.  Astaga, bidang sekali dadanya, batinnya.  Susah sekali rasanya menelan air liurnya sendiri. Bahkan Dae Eun Jung saja terbengong karena pemandangan indah di depannya itu.  Ryeon menggerak-gerakan tangannya di depan wajah Dae Eun Jung. "Hei, kau tidak apa-apa kan?"  Terkesiap, Dae Eun Jung merubah ekspresinya. Sial, ia kepergok. "Tidak," jawabnya singkat.  "Mana kaosku?" Dae Eun Jung melemparkan kaos miliknya pada Ryeon.  Memakainya, Ryeon memperhatikan dirinya dicermin. "Tidak kusangka. Kau punya kaos laki-laki. Apa ini milik mantanmu?"  "Jaga mulutmu. Aku saja tidak pernah berkencan dengan siapapun. Itu kaosku, saat itu kubeli karena harganya murah," terangnya tanpa berbohong.  "Kau serius tidak pernah berkencan dengan siapapun?" Ryeon yang sudah berpakaian lengkap berjongkok di hadapannya.  "Kenapa?" tanyanya sewot. Ryeon menggeleng. Pasti akan semakin sulit mendapatkan hati Dae Eun Jung.  "Ternyata kau sudah menyiapkannya." Kini fokus Ryeon adalah makanan yang sudah tersaji. Ia mengambil duduk di sebelah Dae Eun Jung.  "Wah! Kau sudah menghabiskan dua kaleng soda?" Ryeon menatapnya tak percaya. Dae Eun Jung menampilkan deretan giginya.  "Ini semua karenamu. Lagipula apa yang kau buat di dalam kamar mandi?"  Berdeham, Ryeon mencoba mencari alasan karena tidak mungkin ia menjawab. 'Menuntaskan nafsuku.' "Ryeon," panggil Dae Eun Jung.  "Tidak, aku hanya mandi saja. Membersihkan tubuhku memang lama," jawabnya sambil tersenyum. "Ayo kita makan, setelah itu kau mandi dan kita bergegas tidur."  "Ki--kita?" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD