IMPG-13

1112 Words
"Iya kita, memangnya kau tidak ingin tidur?" sahut Ryeon, kemudian memasukan Ttoekbokki ke dalam mulutnya.  Sedangkan Dae Eun Jung yang meraih mangkok berisi Tappoki dibuat blushing seketika. Bukan apanya, ia sudah terlanjur malu. Ia pikir, apa yang Ryeon katakan adalah untuk mengajaknya tidur bersama. Ternyata, tidur bersama yang Ryeon maksud adalah waktu yang bersamaan.  Ah katakanlah Dae Eun Jung terlalu berharap.  Untuk menghapus rasa gugup karena malu, ia menarik napas lalu menghembuskannya pelan. "Hm, Ryeon," panggilnya. Alis Ryeon terangkat satu, pipi sebelah kanannya menggembung karena penuh dengan makanan. Melihat itu Dae Eun Jung terkikik geli.  "Yak, kau seperti anak kecil. Lihatlah makananmu seperti ingin keluar dari mulutmu," kata Dae Eun Jung, menahan tawa.  Mengunyah, sebelum pada akhirnya menelan makanan di dalam mulutnya hingga pipinya kembali seperti semula. "Aku sangat lapar, aku yakin setelah ini aku akan terlelap karena kekenyangan," ungkapnya, membuat Dae Eun Jung tersenyum.  "Baguslah, tidurlah yang nyenyak agar aku bisa mencincang isi perutmu dengan mudah," celetuk Dae Eun Jung, dibarengi dengan tawa.  Ryeon yang mendengar itu berhenti mengunyah makanan di dalam mulutnya. Seketika kedua mata sipit laki-laki itu menatap Dae Eun Jung tanpa jeda. "Ku--kurasa kau benar-benar Psikopat," kata Ryeon masih menatapnya.  Kenapa perkataan itu membuatnya susah menelan air liur? Berdeham, ia kembali memakan Tappokinya seakan tidak ada yang salah dari perkataan Ryeon.  "Kau benar Psikopat?"  "Apa kau gila? Aku gadis yang katamu lugu ini seorang Psikopat? Apa kau benar-benar percaya?" tukas Dae Eun Jung. Sial, ia jadi kelihatan gugup jika berbicara cepat seperti ini.  "Masalahnya, kau terlalu misterius."  "Harusnya kau sadar. Kau yang terlalu misterius. Kau baru pertama kali bertemu denganku di jalan lalu tak sengaja kita satu kampus. Dua pertemuan itu sudah berani membuatmu untuk menginap di rumahku. Dan membayarkan bajuku serta membelikanku makanan. Apa kau tidak terlihat seperti orang yang misterius?" sahut Dae Eun Jung dengan nada kesal.  Ayolah, semua itu untuk mengalihkan pembicaraan mereka tentang Psikopat. Lagi pula, ia tidak ingin Ryeon tau tentang dirinya. Ia ingin menutup rapat-rapat identitasnya dari siapapun agar semua yang ia lakukan berjalan lancar-lancar saja.  Ryeon tertegun, ada nada kesal yang ia dengar. Dan tentu, itu bukanlah hal yang bagus. Jika Dae Eun Jung marah, maka akan sia-sia semuanya. Pendekatannya dengan gadis itu akan percuma.  Dan kenapa pula otaknya dangkal sekali. Kenapa pula ia harus memikirkan hal seperti itu. Harusnya ia sadar, Dae Eun Jung hanyalah bercanda, tapi ia justru menganggapnya serius.  Astaga Ryeon apa yang kau lakukan?! Kau menghancurkan sesuatu yang belum dimulai.  "Ma--maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyinggungmu, Eun." Ryeon nampak merasa bersalah dan Dae Eun Jung yang melihat ekspresi laki-laki di depannya menaikan satu sudut bibirnya.  "Kau habiskan makananmu," ucapnya lalu bangkit.  Melihat itu, Ryeon dengan cepat ikut bangkit. "Kau mau ke mana? Apa kau tidak ingin tidur?" tanya Ryeon sudah was-was.  "Ryeon, dalam beberapa waktu terakhir ini aku bisa mengambil kesimpulan tentangmu."  "A--apa?"  "Kau hobi menyinggung orang lain." Dae Eun Jung berbalik. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Atau mungkin menyinggungku saja." Setelah ucapan itu, ia berjalan keluar. Baginya, malah hari bukanlah ketakutannya.  Sementara itu, Ryeon berusaha mengejarnya, terdengar dari derap langkahnya yang begitu cepat.  "Eun maafkan aku!" teriak Ryeon sambil berlari.  Langkah mereka berjajar. Mereka menyusuri jalanan sepi yang diterangi lampu tak begitu terang.  "Eun, maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyinggungmu," bujuk Ryeon. Tapi Eun senantiasa terdiam dan ferus melangkah.  "Eun, tolong maafkan aku." Sekali lagi, Ryeon membujuknya. Ia pura-pura menuli.  Langkahnya berhenti seketika, membuat Ryeon juga berhenti. Kepalanya menoleh, menyorotkan tatapan tajam pada laki-laki di depannya. Nampak jelas, Ryeon terkejut dengan tatapannya.  "E--Eun!" Ryeon berusaha mundur.  "Pergilah. Sebelum aku berubah pikiran."  Dahinya mengerut. "Apa maksudmu?" Ryeon tak paham.  "Pergi dan jangan menemuiku lagi."  "Kau gila?!" protes Ryeon keras. Eun sampai kaget karenanya.  "Apa?"  "Aku tidak akan bisa untuk tidak menemuimu lagi Eun."  "Mengapa begitu? Bukankah aku gadis yang berbahaya untukmu. Aku seorang Psikopat, bukan?"  Menghela napasnya, Ryeon tahu gadis itu mengungkit masalah tadi. "Ayolah, itu hanya kesalahpahaman saja. Aku tidak peduli jika kau Psikopat atau bukan!" terang Ryeon dengan menggebu.  Apa yang baru saja Dae Eun Jung dengar? Ryeon bisa menerimanya? Tanpa melihat status dirinya? "Mengapa begitu?" Kedua tangan Eun terlipat di depan d**a.  "Karena..., aku ... Aku---" Ringtone phone.  Dae Eun Jung segera meraih ponselnya. Menempelkannya di telinga.  "Baik. Aku segera ke sana. Sepuluh menit aku akan sampai Hyung." Dae Eun Jung mengusap hidungnya. "Tidak. Aku akan mengendarai motorku sendiri." Setelah kalimat itu, Dae Eun Jung mematikan ponselnya.  Tanpa berpamitan pada Ryeon, ia segera berbalik dan berlari kembali ke rumahnya.  "EUN! KAU MAU KE MANA?!!" teriak Ryeon. Ia jadi ikutan berlari menyusul Eun lagi. *** Panggilan telepon dari Hyun Sik membuatnya harus cepat-cepat ke markas. Dengan metik barunya ini, perjalanan lebih cepat dan ringkas dari sebelumnya. Dae Eun Jung juga mengompas jalan. Jadi semakin cepat pula ia sampai di markas.  Tanpa menunggu lama lagi, dengan kecepatan di atas rata-rata Dae Eun Jung membelikan sepeda motornya, memasuki markas yang dominan gelap itu. Di dalam, di ruangan yang luas sudah ada mobil timnya yang terparkir.  Segera melepas helm, ia lalu berlari kecil menuju tempat di mana yang lain berkumpul.  "Nah itu dia!" Itu suara Balgom.  Napas Dae Eun Jung memburu, ia membungkuk terlebih dulu untuk menetralkan napasnya.  "Tarik napas lalu buang," ucap Yerome, Eun mengangguk dan lantas mengikuti saran Yerome.  Segera akan duduk, sebelum mata indahnya mendapati satu-satunya kursi yang melingkari meja bundar yang masih tersisa berdekatan dengan Jerome.  "Yak, Balgom bertukarlah posisi denganku. Kau di sini!" titahnya, kemudian mengitari meja untuk berpindah posisi dengan Balgom.  "Kau baru datang tapi menyusahkan," protes Balgom, tak diindahkan oleh Eun tentunya.  "Kau yakin akan duduk di situ?" Pertanyaan Hyun Sik membuatnya mengangkat sebelah alis. Kemudian Hyun Sik memperhatikan Jerome yang sayangnya duduk di depannya. Tetap di seberang meja.  Sial!  "Ak---"  "Baikal-baiklah. Jangan bawa-bawa urusan pribadi di markas." Hyun Sik memotong ucapannya.  "Sekarang, kita akan membahas target kita lagi," sambungnya. Semua mengangguk. Hyun Sik membagikan map bewarna orange kepada ketiga anggotanya.  "Di dalam map itu, ada identitas target kita."  "Mengapa tak jelas begini gambarnya?" komentar Balgom.  Yerome menoleh, meminta penjelasan dari Jerome. Karena biasanya, masalah file foto Jerome yang mendapat kepercayaan penuh. Tapi sayangnya, laki-laki itu membalas tatapan Yerome dengan ekspresi datar. Tanpa di minta untuk bertanya, Yerome tau, itu jawaban bahwa Jerome tak tau.  "Benar sekali. Foto itu nampak tak jelas. Dan tidak ada sangkut pautnya dengan Jerome. Aku tidak menyuruh Jerome ataupun Balgom untuk memata-matai target kita."  "Mengapa begitu? Bukankah sebelum memulai biasanya kita punya informasi yang akurat?" Kali ini Dae Eun Jung yang bersuara. Yerome dan Balgome mengangguk, sedangkan Jerome, laki-laki itu memilih membuka-buka tiap lembar berkas di hadapannya.  Hyun Sik tersenyum. "Benar sekali. Hanya saja, kali ini Jerome kekurangan informasi dan kau Balgom. Tentu tidak akan bisa mencari lebih jauh jika Jerome tak memberimu informasi, bukan?"  Menghela napas, Balgom mengangguk. "Apa-apaan, apa itu yang dinamakan hacker handal," gumam Dae Eun Jung pelan yang masih bisa didengar oleh yang lainnya.  Mendengar itu Jerome menatap Eun tajam, tak mau kalah Eun kembali menatap laki-laki itu lebih tajam. Jerome mendesis, menahan emosinya. Melawan perempuan sama saja ia pengecut. Tapi, membuat perempuan takluk di hadapannya adalah salah satu tipe laki-laki gentle.  'Lihat saja kau Eun, kau akan luluh di hadapanku,' batin Jerome. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD