IMPG-10

2070 Words
Pemberhentian mereka adalah di sebuah bangunan yang nampak asing bagi Dae Eun Jung. Sebuah ruko yang cukup menjulang. Merek toko terpajang kokoh di dinding depan di atas pintu kaca yang teramat lebar.  Kodratnya sebagai perempuan, tak pernah memaksanya untuk mengunjungi bangunan di depannya. Semua karena ekonomi, yang terpaksa harus ikut andil dalam kehidupannya.  Tapi apa yang harus ia pikirkan, berpakaian seadanya saja ia sudah bisa pergi kemanapun tanpa malu. Dan lagi pula, siapa sih yang akan membuatnya malu?  Satu pemikiran yang menyapu pemikiran lain dalam benak Dae Eun Jung adalah Ryeon ingin membelikan orang terkasih dengan sesuatu yang dijual di dalam sana.  "Ryeon, kau ingin membelikan kekasihmu pakaian?" Ryeon yang sudah menapakan kakinya di bumi menggeleng singkat. Mata sipit cowok tersebut terlihat memandang Dae Eun Jung dengan penuh arti.  Otaknya berputar beberapa derajat untuk mengingatkannya tentang satu fakta. Bahwa Ryeon tidak punya kekasih, bukan? Bahkan dengan gamblangnya laki-laki itu berkata ingin memacari gadis korea.  "Lalu?" Tidak mungkinkan, Ryeon memberhentikan diri yang sayangnya bersama dirinya di sebuah toko busana wanita. Ryeon sendiri tidak mungkin memakai busana wanita.  Atau jangan-jangan, Ryeon.... Gara-gara itu, Dae Eun Jung memperhatikan Ryeon dengan tatapan menilai dari ujung kepala sampai pangkal kaki.  Apa seorang Ryeon adalah guy? Kalau iya, mengapa Ryeon mau berteman dengannya?  Seakan tau bahwa Dae Eun Jung berpikir yang tidak-tidak yang terlihat dari tatapan gadis itu, Ryeon berdecak tak suka. "Kau pasti mengira yang tidak-tidak kan?" tuding Ryeon disambut cengiran oleh gadis di depannya. Bersungut tak suka, Ryeon memutar bola matanya malas-malas.  "Aku akan membelikan pakaian untukmu," balas Ryeon sedikit kesal. Enak sekali, gadis di depannya menganggapnya yang tidak-tidak. Sedangkan ia saja tengah mencari gadis yang bisa ia pacari.  Akibat perkataan Ryeon yang terkesan menyinggung Dae Eun Jung, gadis itu jadi mengamati pakaian yang dipakaiannya.  "Memangnya ada apa dengan pakaianku? Apakah aku terlihat seperti telanjang dengan busana ini?" tukas Dae Eun Jung dingin. Bisa saja mulutnya lebih blak-blakan dari sekarang.  Telapak tangan Ryeon bergerak di udara. "Bukan. Aku tidak bermaksud untuk merendahkan caramu berpakaian." Ryeon mencoba menjelaskan, dari tatapan Dae Eun Jung ia tau jika gadis itu tersinggung. Dan tujuan Ryeon benar-benar bukan itu.  Tidak perlu bertanya, apa motif Ryeon melakukan ini semua. Satu saja jawabannya, Ryeon suka dengan Dae Eun Jung. Perasaan suka tak boleh dibiarkan saja, bukan? Biar Ryeon mendekati Dae Eun Jung dengan caranya.  Baginya, gadis lugu dan cantik seperti Dae Eun Jung ini memang pantas untuk diperjuangkan. Kedepannya, tinggal bagaimana ia mendekati kedua orang tua Dae Eun Jung.  Ah perihal itu, hampir saja ia lupa untuk menanyakannya.  Seorang Psikopat sepertinya pasti mudah tersinggung dan tak akan mudah percaya pada siapapun. "Tidak perlu mengelak. Kau menghinaku juga tidak apa-apa. Tapi jangan salahkan aku jika kedua telingamu akan lepas dari kepalamu," ancam Dae Eun Jung terdengar serius tapi Ryeon justru terkekeh menanggapinya. Apa laki-laki itu pikir Dae Eun Jung sedang bercanda?  "Kau lucu sekali. Gadis lugu sepertimu apa mungkin bisa melepas kedua telingaku?" goda Ryeon. Dae Eun Jung seperti tertantang dan juga di remehkan. Dan saat itu pula, tanpa berpikir panjang ia mengarahkan tangannya dan mencengkeram leher Ryeon kuat-kuat. Sehingga wajah laki-laki itu nampak kemerahan.  "Aku tidak bisa bernapas!" ungkap Ryeon dengan susah payah.  "Bahkan aku tidak hanya akan menyumbat arterimu jika kau macam-macam denganku!" ancam Dae Eun Jung sembari menarik tangannya dan melepaskan cengkeramannya pada leher Ryeon. Laki-laki itu terbatuk-batuk, lalu menghirup oksigen sebanyak mungkin.  Setelah napasnya kembali normal, Ryeon menatap Dae Eun Jung yang memalingkan wajah sembari melipat tangan diatas d**a. Sungguh tak menyangka ternyata gadis lugu ini juga bisa bermain fisik.  Entah mengapa, Ryeon justru tidak menaruh rasa takut ia justru semakin penasaran dengannya.  "Kenapa melihatku seperti itu? Kau ingin aku menusuk matamu dengan kunci motorku?" tukas Dae Eun Jung lagi. Ryeon menggeleng.  "Tidak. Kau sensitif sekali. Tapi aku cukup kagum denganmu. Gadis lugu dan cantik sepertimu ternyata jago bermain fisik."  Apa Ryeon tak sadar jika ia adalah psikopat?  "Ayo, aku akan membelikanmu pakaian!" Ryeon menarik tangan Dae Eun Jung.  Dae Eun Jung menyentaknya. "Tidak. Kau tidak perlu repot-repot. Aku akan membelinya sendiri." Kali ini Dae Eun Jung melembutkan cara bicaranya. Ia tak mau, kedoknya sebagai psikopat terbongkar. Jika itu terjadi maka akan membahayakan karirnya yang baru mulai beberapa jam lalu.   Menggeleng keras-keras, sampai membuat poni Ryeon bergerak-gerak. Ryeon tampak imut dengan poni seperti itu, tapi dari kaca pandangan Dae Eun Jung, Ryeon akan terlihat semakin tampan dengan tanpa poni.   "Tidak, aku yang akan membelinya." Dae Eun Jung melepas helem dan tasnya. Menaruhnya di tempat pijakan kaki sepeda motor miliknya. "Tidak perlu. Kau tidak berkewajiban membelikan pakaian untukku," tolak Dae Eun Jung dengan lembut. Ryeon hanya orang baru yang sayangnya dekat dengannya. Sebenarnya bisa saja, ia menguras isi ATM Ryeon. Tapi ia tak mau gegabah. Masih ada banyak waktu, setidaknya ia bisa menyusun rencana seapik mungkin.  Gadis itu akhirnya masuk ke dalam toko pakaian itu. Ryeon mengikutinya dari belakang.  Ruangan luas dengan atap tinggi dan ribuan pakaian dengan beragam warna yang tergantung dengan jumlah yang sama menyambut kedatangan mereka. Warna tembok di bagian dalam ruangan nampak berbeda dengan bagian luar. Nampak colorfull di bagian dalam dan elegan di bagian luar. Kombinasi warna yang bagus menurutnya.  Tapi lebih bagus jika dindingnya diwarnai seperti warna darah.  Selain itu, banyaknya pengunjung yang memenuhi setiap lorong dengan sisi-sisinya adalah pakaian juga membuat Dae Eun Jung kebingungan menempatkan diri.  Sampainya tiga menit pada akhirnya, seorang pramuniaga seumuran dengan Dae Eun jung menghampiri mereka. Namun, gadis itu mempunyai rambut sebahu dan badan cukup ramping atau lebih tepatnya bodi yang proposional. Nampak ramah pramuniaga itu dengan seulas senyum yang terbit sekaan sudah terbiasa--sebelum menyambut mereka dengan kalimat yang seperti sudah dihapalnya.   Pramuniaga itu membungkuk sekilas. "Selamat datang di toko kami, ada yang bisa kami bantu?" sambut pramuniaga tersebut dengan ramah. Dae Eun Jung mendatarkan ekspresi hingga pada akhirnya Ryeon lah yang membalas senyuman Pramuniaga tersebut. "Aku akan melihat-lihat dulu," katanya dan pramuniaga tersebut mengangguk, membiarkan mereka berdua mencari pakaian mereka, dan pramuniaga tersebut kembali pada pekerjaannya melayani para pembeli yang lain karena suasana toko cukup ramai.  Kedua netra Dae Eun Jung memandangi pakaian-pakaian yang apapun jenisnya ada di hadapannya. Berjejeran pakaian yang bisa Dae Eun Jung katakan harganya sama seperti harga uang makannya selama satu bulan. Harusnya ia tidak masuk ke dalam, harusnya ia ingat selera Ryeon pasti di atas rata-rata.  Menelan air liurnya susah payah, ia melirik Ryeon yang menunggu pergerakannya.  "Kau kenapa?" Dae Eun Jung menggeleng, ia meraba saku celananya di mana tersimpan uang yang masih tersisa. Jika hari ini sisa uangnya ia pakai untuk membeli pakian lalu bagaimana ia akan makan nantinya? Dae Eun Jung meringis tak kentara. Hmmm, semoga saja ekspresinya tidak terlihat oleh Ryeon.  Kalau cuma masalah pakaian, niat Dae Eun Jung tidak akan mencari dengan merek yang harganya selangit. Seperempat dari harga pakaian beremerek pun belum tentu ia dapat membelinya. Yang paling penting baginya adalah pakaian tersebut bisa menutupi tubuhnya.  Ia belum bisa dikatakan sebagai gadis tajir, jadi tunggu saja sepekan. Maka semua aneka jenis pakaian disini akan ia bawa ke rumahnya.  Dae Eun Jung menggerakkan dagunya, mengajak Ryeon untuk menyusuri jejeran pakaian yang digantung berkelompok sesuai jenisnya. Kembali pulang adalah pilihan yang memalukan. Ia sudah menolak Ryeon atas tawaran laki-laki itu, dan sekarang ia akan pulang karena tak memiliki cukup uang? Hah, berapa ketebalan wajah Dae Eun Jung?   Hingga pada akhirnya, Dae Eun Jung berhenti pada jejeran atasan yang menurutnya bagus dan kalau dilihat-lihat harganya juga tidak sampai harus menjual ginjal. Warna-warnanya juga tidak terlalu mencolok, kebanyakan warna gelap seperti biru navi dan hitam ataupun cokelat tua.  Meski baru sembilan belas tahun tapi, selera warna Dae Eun Jung bukanlah segala jenis warna terang. Kemungkinan satu-satunya warna terang yang ia suka adalah merah.  Masih saja Ryeon mengikutinya dari belakang. Dan tanpa diminta pun, Ryeon ikut andil memilah dan memilih deretan baju yang tergantung. Dae Eun Jung memperhatikannya sambil tersenyum maklum.  "Bagaimana menurutmu jika ini yang kau pakai?" kata Ryeon sambil mengangkat tinggi-tinggi atasan yang digantung tersebut. Hingga orang-orang yang tak sengaja melihat itu memperhatikan laki-laki yang kini menahan malu dan menurunkan baju itu sampai ke bagian dadanya.  Jenis atasan yang diambil Ryeon adalah Empire Line dengan warna biru navi.  Sedang asik memilih, pertanyaan Ryeon membuatnya berbalik. Dae Eun Jung mendelik. "Kau gila? Aku tidak suka memakai pakaian yang terdapat ikat pinggang seperti itu. Membuatku seperti dililit ular," sahutnya sedikit kesal. Ryeon terekeh karena perkataan gadis di depannya ini.  Badannya bukan jenis badan yang tambun. Meski begitu tetap saja, selera Dae Eun Jung bukanlah yang seperti itu. Mungkin bisa dikatakan style berpakaian Dae Eun Jung bukanlah sesuatu yang rumit. Kaos kebesaran dengan celana kain sangatlah cocok untuknya yang kadang mudah sekali merasa kedinginan.   "Lalu yang mana?" Ryeon menggantung kembali atasan tersebut di tempatnya.  "Aku tidak membutuhkan saranmu. Lagi pula kau tau apa tentang pakaian wanita?" tukasnya.  Ryeon memberengut tak suka karena perkataan Dae Eun Jung. "Ya ... Setidaknya aku pernah ikut ibuku jika sedang berbelanja pakaian," belanya.   "Tidak kusangka." Dae Eun Jung menggelengkan kepalanya dramatis.  Jari-jarinya kembali menyingkap satu persatu pakaian yang tergantung. Untuk saat ini, ia hanya akan mencari atasannya saja. Masih banyak celana bahan dan jeans yang ia punya dan warnanya juga tidak banyak yang pudar.   Kepala Dae Eun Jung menoleh ke kanan-kiri. Menghela napasnya keras-keras. "Sepertinya aku tidak tertarik dengan yang manapun," desahnya.  "Kau yakin?"  Dari ekor matanya, Dae Eun Jung mendapati pramuniaga yang memandangi mereka dengan intens. Kemungkinan pramuniaga tersebut mulai geram karena Dae Eun Jung yang tak segera memantapkan pilihan pada satu jenis pakaian. Dan benar dugaannya, pramuniaga tersebut menghampirinya.  "Apa ada yang bisa saya bantu?"  "Apa di sini tidak ada atasan dengan jenis blouse?"  "Tentu ada," jawab pramuniaga tersebut teramat senang karena pada akhirnya Dae Eun Jung tidak hanya melihat-lihat saja.  Pramuniaga tersebut berlalu untuk mencarikan pakaian yang diminta Dae Eun Jung. Sementara itu, ia dan Ryeon melihat-lihat pakaian yang tergantung.  "Ini, ada banyak macam warna di bagian sebelah sana. Aku hanya membawakan dua contoh." Pramuniaga itu menyerahkan dua atasan blouse, yang satu berwarna putih tulang dengan garis hitam di ujung lengan dan ujung bodi. Sedangkan yang satunya bergari-garis melintang di bagian bodi dan gari-garis memanjang di bagian lengan.  Memincingkan kedua matanya, seolah Dae Eun Jung sedang memilih apa yang akan dipilihnya. Ryeon dan Pramuniaga tersebut menunggu hasil akhirnya dengan penasaran.  Pertanyaannya adalah apa uangnya cukup untuk membayar blouse dengan garis-garis hitam putih di tangan kirinya? "Baiklah aku akan mengambil yang ini." Dae Eun Jung menyerahkan blouse berwarna putih tulang pada Pramuniaga itu. Dan mengambil yang bergaris-garis.  "Kau teramat cocok memakai itu," puji Pramuniaga. Dae Eun Jung tersenyum, dalam hatinya berkata, 'memangnya ada pramuniaga yang akan mencela apa yang akan dipilih pembeli dari tokonya'. "Terimakasih."  Pramuniaga tersebut berlalu.  Mereka akhirnya berjalan ke area kasir, sambil Ryeon yang mengajaknya mengobrol.  "Aku kagum padamu. Kau bukan tipe gadis yang akan bertanya pada kekasihnya warna apa yang cocok untuk digunakan."  "Pertanyaan itu untuk mereka yang berbelanja dengan kekasihnya, kan?" Langkah Ryeon terhenti, ia mengamati punggung Dae Eun Jung.  Benar juga, ia masih belum menjadi sesiapanya Dae Eun Jung.  Berjalan setengah berlari, hingga langkahnya sejajar dengan langkah Dae Eun Jung. "Kau hanya membeli satu saja?"  Astaga Ryeon, memangnya harus berapa banyak lagi yang harus ia beli?  "Hm. Aku tidak suka berpakaian ... Ah maksudku pakaianku sudah banyak!" Hampir saja Ryeon akan salah menanggapinya. Hal itu mengapa justru membuat pipinya menghangat. Segera saja, agar tak kepalang malu Dae Eun Jung menuju kasir yang letaknya cukup dekat dengan pintu.  "Berapa?" Dae Eun Jung menerima uluran kantong dengan logo khas toko tersebut.  "25 won" jawab kasir.  Seketika Dae Eun Jung mengejap. Benar kan apa dugaannya. Pasti harganya akan sangat mahal. Meski ia yakin, uang dalam saku celananya akan cukup bahkan sisa. Tapi tetap saja, itu harganya sangat mahal.  Tiba-tiba, Ryeon mendorongnya pelan. Hingga ia sedikit mundur kebelakang. "Gunakan kartu ini," kata Ryeon sambil menyerahkan kartu ATM-nya.  "Ryeon tidak perlu," tolak Dae Eun Jung membuat kasir tak jadi menggesek kartu itu dan menunggu keputusan yang pasti.  "Tenang saja, aku yang membawamu ke sini jadi aku yang akan membayarnya." Ryeon mengangkat dagunya cepat, mengode kasir untuk segera menggesek kartunya.  Tapi lagi-lagi Dae Eun Jung memperlambat itu. "Tidak perlu." Ia merogoh saku celananya. Mengeluarkan uang dan menarik beberapa lembar sampai jumlahnya 25 won. "Ini biar aku saja."  Ryeon mengambilnya dengan cepat. "Tidak. Aku yang akan membayarnya. Simpan ini dan jangan banyak penolakan," tegas Ryeon, mengembalikan lembaran-lembaran uang ke telapak tangannya.  Menghela napasnya, Dae Eun Jung menatap Ryeon tak enak.  Dan akhirnya, petugas kasir pun menggesek kartu milik Ryeon. "Terimakasih atas kunjungannya." Ryeon mengangguk lalu memasukan kartu ATM-nya ke dalam dompet miliknya.  Mereka pada akhirnya keluar dari ruko yang teramat membuat Dae Eun Jung sedikit kesal.  "Seharusnya kau tidak perlu membayarnya." Bahkan sampai di parkiran motor pun, Dae Eun Jung masih senantiasa menolak.  "Dan seharusnya kau tidak perlu menolak. Ya Dae Eun Jung. Harusnya kau sadar bahwa sedari tadi aku memperhatikan gerak gerik mu." Perkataan itu sukses membuat mata Dae Eun Jung melebar.  "Dan sudah sepantasnya kau tidak menolaknya. Karena sedari awal, aku yang berniat membelikan baju untukmu." Ryeon menatap lekat-lekat gadis di hadapannya.  "Atau bahkan apapun yang kau mau." 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD