IMPG-09

1141 Words
Memang tidak cukup luas area makan di kampusnya. Atau lebih tepatnya, kantin di kampusnya hanya bisa menampung beberapa penjual dan puluhan orang untuk menyantap hidangan.  Untungnya, dua orang yang sudah berjanji untuk makan bersama lebih dulu memenuhi area kantin. Di atas meja mereka, sudah ada makanan yang mereka pesan, namun mereka masih asik mengobrol. Hingga kepulan asap yang semula dihasilkan dari makanan mereka, berangsur menghilang.  "Kau bisa menjadi temanku di sini," kata Ryeon. Dae Eun Jung tersenyum tipis.  "Mungkin akan menjadi kau saja."  Ryeon mengernyit. "Maksudnya?" Dae Eun Jung berdeham, menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya.  "Selama aku masuk perguruan tinggi. Mahasiswa dengan penampilan keren, hanya kau saja yang mau mendekat padaku," jelasnya getir.  "Kau bicara apa? Memangnya apa bedanya aku denganmu?" kesal Ryeon. Tidak suka jika Dae Eun Jung merendah.  Tangan Dae Eun Jung mengaduk-aduk makanannya, sembari kepala menunduk. "Kau tau, mengapa semua pasang mata memperhatikan kita berdua?" Ryeon mengangkat satu alisnya. Kemudian mengedarkan pandangannya untuk memastikan perkataan Dae Eun Jung.  "Aku yakin, banyak ketidakcocokan yang sangat jelas kentara sehingga mereka memandang kita berbeda," jelasnya sedih. Tepat saat bibir Ryeon akan menjawab perkataan Dae Eun Jung, tapi seseorang datang menghampiri meja mereka.  "Hai, dengar-dengar kau mahasiswa pindahan?"  Kedua netra Dae Eun Jung sampai mendongak untuk menatap Irene tak suka.  "Hai, iya ada apa?" jawab Ryeon, meski terdengar ramah, tapi Ryeon seperti tak ingin obrolan mereka berlanjut.  Tanpa rasa malu, Irene mendudukkan dirinya di antara Ryeon dan Dae Eun Jung. Perempuan itu bergabung, seolah mereka sudah kenal lebih lama.  Jika dilihat-lihat, maka Irene akan lebih cocok duduk bersanding dengan Ryeon dibandingkan dengannya yang bukan siapa-siapa.  Keluarga Irene adalah keluarga terpandang di kota Seoul. Setahun sekali, keluarganya selalu berdonasi di kampus ini. Dan, tentu alasan Irene masuk kampus ini adalah untuk mendapat citra bagus dikalangan pejabat yang bermitra dengan ayahnya.  Politik yang bagus, tapi Dae Eun Jung tak tertarik.  Mungkin, bisa dikatakan terlampau ramah dan berubahnya Irene, jika gadis itu mau bersusah payah bergabung dengannya. Karena Dae Eun Jung sangat yakin, Irene adalah salah satu dari mereka yang tak menyukainya.  Dan Dae Eun Jung adalah salah satu dari mereka yang tak menyukai Irene.  "Kudengar, kau pindahan dari luar negeri?"  "Iya. Rupanya kau mencari tau tentangku dulu?"  "Ah tidak-tidak. Kau terlalu populer di sini," elak Irene.  "Hanya beberapa jam, tapi aku sudah populer?" Alisnya terangkat. "Mengapa kau yang sudah lebih lama di kampus ini tapi tidak sepertiku?"  "Karena ... Kita berbeda."  Ryeon mengangguk-anggukan kepalanya. "Kupikir, kau akan mencari tempat lain untuk memesan makanan?"  Tunggu sebentar, apa barusan Ryeon mengusir Irene?  "Ah benar!" seru Irene, wajahnya sudah memerah karena penolakan Ryeon.  Rupanya, Ryeon tak seperti laki-laki kebanyakan. Semakin kagum ia pada laki-laki itu. Perkataan Ryeon itu, berhasil mengusir Irene. Meski terlihat dari raut wajah gadis itu yang menahan kesal. Lagi pula, Ryeon juga tak mengundangnya kan?  Pandangan Ryeon kini kembali fokus pada perempuan di sebelahnya. "Silahkan nikmati makananmu, anggap saja yang tadi angin lalu." Dae Eun Jung mengangguk, lalu pada akhirnya menghabiskan makanannya sedikit demi sedikit. *** Baik Dae Eun Jung ataupun Ryeon sudah tak ada kelas hari ini.  "Apalagi yang akan kita lakukan?" Pertanyaan itu sontak membuat Dae Eun Jung mengernyit.  Meraih helem yang ada di sepeda motornya, Dae Eun Jung membuka pengait pengaman di helemnya. "Aku tidak tau. Apa kau masih mau mengikutiku?"  Ryeon terkekeh. "Jadi, selama ini kau berpikir aku mengikutimu?" sahut Ryeon sembari melebarkan senyumnya, setidaknya sampai gigi putihnya terlihat.  Menatap lebih lama laki-laki tampan di depannya ini. Rasanya, Dae Eun Jung seperti bermimpi, bisa mengenal laki-laki tampan dan ramah seperti Ryeon. "Mungkin begitu," jawabnya, lalu memakai helemnya.  "Ada apa?" tanya Dae Eun Jung saat Ryeon justru menarik tangannya dan membuatnya tak jadi memakai helem.  "Biar aku yang mengantarmu pulang." Dae Eun Jung kembali memasang helemnya. "Tidak perlu. Kalau kau yang mengantarku pulang, lalu siapa yang akan membawa sepeda motorku?" Dae Eun Jung bersiap menaiki sepeda motornya.  Benar juga, kalau Dae Eun Jung ikut dengannya. Lalu, siapa yang akan membawa motor Dae Eun Jung. Sebisa mungkin kepala Ryeon berpikir.  Seketika, Ryeon tersenyum senang. Karena dalam benaknya menemukan cara terbaik agar ia bisa pulang bersama Dae Eun Jung.  Aah!!!  "Eh, apa yang kau lakukan?!" Jantung Dae Eun Jung hampir saja copot. Ryeon tiba-tiba saja naik di motornya. Dan membonceng di belakang.  Lewat kaca spion, Ryeon menatap wajah Dae Eun Jung. "Kalau kau tidak mau pulang denganku, maka aku yang akan pulang denganmu," jawabnya penuh kemenangan.  Ada-ada saja Ryeon.  "Kalau begitu...," Dae Eun Jung turun dari sepeda motornya. Membuat Ryeon menatapnya dengan penuh tanya. "Kau di depan, dan aku yang membonceng." Dae Eun Jung melepas helemnya.  "A--aku?" Ryeon tergagap dan Dae Eun Jung mengangguk mantap.  "Kenapa?" Dae Eun Jung melihat ekspresi ketakutan dari wajah Ryeon.  "Aku ... Tidak bisa mengendarai sepeda motor," jawabnya lirih.  "Haa?" Mulut Dae Eun Jung melongo.  Ayolah, seorang laki-laki tampan seperti Ryeon tidak bisa mengendarai sepeda motor? Apa Ryeon sedang bercanda dengannya. Bahkan, untuk laki-laki seperti Ryeon yang bisa saja membeli beragam jenis sepeda motor sangat mustahil tidak bisa mengendarai kendaraan beroda dua itu.  "Tapi kau bisa mengendarai mobil?" Dae Eun Jung ingat, pagi ini laki-laki itu mengendarai mobil kan? Bahkan ia saja ditawari untuk pulang bersama.  "Iya, tapi aku tidak bisa mengendarai motor," sahutnya, sambil menampilkan deretan giginya.  "Lalu?"  "Aku di belakang, kau di depan," putusnya.  "Kau tidak malu?"  "Mengapa aku harus malu? Aku berboncengan dengan gadis cantik sepertimu, jadi apa yang harus membuatku malu?"  Entah mengapa, perkataan itu membuat Dae Eun Jung tersipu.  "Baiklah, terserah kau saja. Semoga kau tidak memintaku untuk menurunkanmu di pinggir jalan." Akhirnya, Dae Eun Jung menaiki sepeda motornya lagi dengan Ryeon di belakangnya.  Mereka di perjalanan, entah ke mana. Karena sedari tadi tak ada tujuan mereka akan ke mana.  "Aku kagum padamu, kau bisa mengendarainya tanpa cela!" Ryeon berujar keras karena Dae Eun Jung yang memakai helem bisa saja membuatnya kurang jelas mendengarnya.  "Oh tentu! Aku tidak pernah memiliki motor sebelumnya. Tapi ternyata aku mahir." "Kau tidak menyangka pada dirimu sendiri?" Dae Eun Jung mengangguk.  Sejak kecil, Dae Eun Jung tidak pernah punya kendaraan lain selain sepeda yang pada akhirnya harus ia jual saat ia masih SMA. Pada dasarnya kasusnya sama, ia jual untuk menghidupinya beberapa minggu.  Dan setelah sepeda itu, tak ada lagi kendaraan yang ia punya. Berpijak pada kaki, saat hendak pergi kemanapun, dan paling mewah dengan kendaraan umum atau milik Kang Dae.  Tentu, untuk pertanyaan Ryeon jawabannya adalah 'iya' karena sekian lama akhirnya ia punya kendaraan sendiri.  Beberapa menit, hingga fokus Dae Eun Jung hanya pada jalanan. Ryeon tiba-tiba mendekatkan dirinya padanya. Menaruh kepalanya di pundak Dae Eun Jung dan melingkarkan kedua tangannya erat-erat di perutnya.  Hal itu membuat napasnya hampir tercekat. Jantungnya berdetak tak seperti biasanya, bahkan ia saja pusing harus bergerak atau merespon seperti apa. Selama hidupnya, ini pertama kali ia merasakan dipeluk oleh lawan jenis.  Berdeham, Dae Eun Jung berusaha melirik Ryeon dari kaca spionnya. Seketika ia terkejut saat ternyata laki-laki itu juga menatapnya dari kaca spion itu. Mengalihkan tatapannya lurus ke depan. Ia pura-pura tak melihat Ryeon, seolah-olah adegan beradu tatapan itu tak terjadi.  Melihat gadis di pelukannya salah tingkah, Ryeon mengulas senyumnya. Baru kali ini, ada gadis yang memperlakukannya berbeda. Dae Eun Jung gadis lugu dan sederhana yang Ryeon kenal. Ya untuk saat ini, untuk beberapa kali pertemuannya dengan gadis ini. "Biar aku yang tentukan akan kemana kita," kata Ryeon mengakhiri obrolan mereka. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD