IMPG-07

1110 Words
"Terimakasih sudah mengantarkanku sampai di depan rumah." Dae Eun Jung mengucapkan terimakasih untuk Ryeon.  Laki-laki itu mengangguk singkat lalu menampilkan senyuman manis melebihi gula. Jika terus-terus dipandang, mungkin bisa Diabetes.  "Kau tinggal sendiri?" Dae Eun Jung mengangguk.  "Kemana orang tuamu? Atau saudaramu mungkin?"  Bibir Dae Eun Jung mengatup. Ia tidak tau, haruskah menceritakan semuanya kepada Ryeon yang pertemuan mereka saja terlalu dini.  "Kau tidak ingin pulang?" tanya Dae Eun Jung mengalihkan pembicaraan.  Ryeon mengangguk. Ia paham Dae Eun Jung tidak mau membahas hal itu. "Baiklah, aku pulang." Ryeon berbalik, namun beberapa langkah laki-laki itu berbalik lagi.  "Boleh aku minta nomor ponselmu?"  Dae Eun Jung terkekeh. "Mana ponselmu?" Ia menengadahkan tangannya. Ryeon menyerahkan ponselnya. Kemudian Dae Eun Jung mengembalikan ke Ryeon.  "Terimakasih," ujar Ryeon.  "Kalau begitu aku pulang."  "Terimakasih Rye ... On!" seru Dae Eun Jung saat laki-laki itu menjauh.  Jantungnya masih berdebar. Padahal Ryeon sudah hilang dari peredaran matanya. Astaga, apa ia sedang jatuh cinta?  Rasanya, setelah berbincang dengan Ryeon rasa laparnya hilang seketika.  *** Pagi hari, Dae Eun Jung masih belum punya makanan untuk ia sarapan pagi ini.  Dae Eun Jung duduk di ruang tamu, tempat yang dulu dijadikan sebagai kedai orang tuanya. Beberapa kursi dan meja masih ada di sana tapi beberapa juga sudah dibeli tetangga sebelah rumahnya.  Semalam perutnya tidak keroncongan tapi pagi ini kembali keroncongan. Hampir bersahutan dengan suara tv jadul yang orang tuanya tinggalkan. Itu satu-satunya peninggalan yang berharga bagi Dae Eun Jung. Karena dengan adanya tv tersebut, rumahnya tidak terlalu sepi.  Dae Eun Jung mengganti siaran tv berkali-kali. Tetap saja, jam segini yang muncul hanyalah siaran berita.  Ia berniat beranjak. Namun saat berdiri, ia mendapati siaran berita yang membuatnya tercengang di tempatnya. Dae Eun Jung menggeser kursinya ke depan televisinya. Ia duduk dengan serius mendengar pembawa acara membacakan beritanya.  "Woo, Daebak!!! Ternyata aksiku semalam benar-benar tak ketahuan. Wah aku harus bergegas ke kantor Hyun Sik!" Dae Eun Jung segera berdiri. "Ah, tapi apa tempat seperti itu pantas kusebut kantor?" tanyanya pada diri sendiri. "Masa bodoh, aku tidak peduli. Yang terpenting aku mendapatkan upahku!"  *** "Kau sudah lihat bukan berita pagi hari ini?" tanya Dae Eun Jung. Ia berdiri di depan meja Hyun Sik. Sedangkan pria itu duduk di balik meja lebar persegi berwarna cokelat kehitaman.  Dia, Hyun Sik terdiam sembari menunjukan senyum yang entah artinya apa. Dae Eun Jung mengernyitDi "Kau tau, aku tidak salah merekrut mu," ujar Hyun Sik tiba-tiba.  Itu kalimat pujian, patutkah ia senang akan kalimat itu?  "Kalau begitu, gajiku tidak akan dipotong, 'kan? Aku tetap mendapat 1000USD kan?" tanyanya antusias.  Hyun Sik tersenyum menanggapinya. Pria itu memejamkan matanya sesaat sebagai jawaban atas pertanyaan Dae Eun Jung.  Ia mengayunkan kedua tangannya di udara. "Yees!!! Akhirnya aku bisa membeli kendaraan!" seru Dae Eun Jung teramat senang.  Hyun Sik tersenyum maklum melihat ekspresi senang Dae Eun Jung. Cukup merasa iba juga, karena gadis seperti Dae Eun Jung harus mencari uang sendiri untuk hidup.  "Kalau begitu kau bisa memberiku uang cash?" tanyanya setelah berhenti dari ekspresi senangnya.  "Apa kau tidak punya nomor rekening?"  "Kau tau, sedangkan uang dalam bentuk cash saja aku jarang punya apalagi jika dalam bentuk kartu," jawabnya.  Hyun Sik kembali tersenyum, tapi senyuman miris. Benar-benar kasihan gadis satu di depannya ini. "Baiklah, apa kau membawa tas? 1000 dollar dalam bentuk cash itu sangat banyak."  "Tenang saja, aku menaruhnya di depan pintu. Sebentar, aku akan mengambilnya." Dae Eun Jung berjalan setengah berlari mengambil tasnya.  "Ini, taruh uangku di dalam. Aku akan menghitungnya sampai rumah."  Hyun Sik mendesis. "Yak, aku pikir kau akan masa bodoh berapapun uang yang akan aku masukan!" Pria itu menarik kasar tas yang diberikan Dae Eun Jung. Ia terkekeh karena ekspresi kesal Hyun Sik.  "Aku memerlukan uang itu, jadi walaupun1 dollarpun tetap akan kubutuhkan," jawabnya. Hyun sik meliriknya tak suka.  "Ini, nanti pastikan lagi." Hyun Sik menyerahkan tas punggung berwarna hitam yang sudah mengembang itu kepada Dae Eun Jung.  Ia tersenyum manis. "Terimakasih, Hyun Sik. Aku tidak akan melupakan jasamu!" ujarnya dengan gaya yang dibuat-buat.  "Cepatlah keluar, aku tidak ingin melihat wajahmu. Semakin dikasih hati kau meminta jantungku," kesal Hyun Sik. Tapi Dae Eun Jung tau, itu hanya bentuk candaan. *** Cukup berat memang, menggendong tas yang isinya uang 1000 dollar. Sampai-sampai punggungnya membungkuk karenanya. Terasa sakit juga. Dae Eun Jung memilih untuk mengunjungi Showroom motor. Ia berniat untuk membeli kendaraan yang murah saja. Berjalan kaki atau mengendarai sepeda membuatnya letih.  Langkah Dae Eun Jung terhenti saat ia berpas-pasan dengan Jerome. Ia masih berada di markas Hyun Sik. Ya, tempat ini pantas untuk disebut markas. Jerome juga berhenti, matanya menatapnya tanpa mengalih sedetik pun.  "Kenapa kau melihatku seperti itu?!" tukasku dingin.  "Tidak," jawabnya singkat. Jerome masih berdiri di tempatnya.  "Pergi, dan jangan perhatikan aku seperti itu," tandasnya. Dae Eun Jung melotot.  "Yak! Kenapa kau mengusirku?" kesalku.  "Terserah kau saja." Jerome berlalu tanpa menggubris Dae Eun Jung. Benar-benar seperti apa yang mereka lakukan kemarin bukanlah apa-apa.  Dae Eun Jung sadar diri, bukan gadis yang fisik wajahnya rupawan. Putih mulus memang, tapi lelaki juga tidak hanya melihat dari segi itu di jaman sekarang. Mereka juga banyak yang menilai dari segi keuangan.  Menyedihkan memang, untuk gadis seusianya. Tapi mau bagaimana lagi, toh ia juga tidak menginginkan kisah hidup seperti ini.  Mulai sekarang, ia bertekat. Untuk bekerja lebih keras lagi, mencari pundi-pundi yang akan membuatnya berkelimang harta. Agar ia bisa balas dendam dan Membunuh Daeshim berserta keluarganya tanpa ketahuan.  Andai saja, Daeshim targetnya selanjutnya. Ia pasti akan melakukannya tanpa dibayar sekalipun. *** Memilih sepeda motor metik yang sekirannya modelnya bagus tapi harganya tidak terlalu mahal. Dae Eun Jung juga harus menyisahkan uangnya. Minimal untuk ia makan beberapa bulan kedepan. Sampai Hyun Sik memberinya tugas lagi. Belum lagi, ia harus membayar sewa air dan listrik.  Sales di showroom motor tersebut menampilkan senyumnya. Senyum yang sepertinya dipaksakan. Pasti dalam hati, salesgirl tersebut memgumpatinya yang tak kunjung selesai memilih.  "Apa kau yakin, harga motor ini tak bisa kurang?" tanya Dae Eun Jung seperti gadis itu hendak membeli ikan saja.  "Motor dengan merek Yanoha, standar hargannya memang begitu. Jika meminta keringanan harga. Anda bisa mencicilnya selama satu tahun dengan angsuran setiap bulannya tergantung dari uang dp yang anda berikan."  "Aku ingin membeli cash." Tas Dae Eun Jung masih setia bersamanya. Tapi ditaruh di bawah, di sisi kakinya.  Sales tersebut mengangguk paham, masih tersenyum. "Kalau begitu, motor yang anda pilih tersebut memang cocok untuk anda."  "Iya, tapi harganya. Apa tidak bisa kurang? 800 dollar untuk motor metik seperti itu sepertinya terlalu mahal," ujar Dae Eun Jung tanpa memikirkan reaksi sales di depannya yang terbengong karena ucapannya.  "Andai 700 dollar, aku akan mengambilnya." Dae Eun Jung pura-pura berlalu sambil menjinjing tasnya. Biar saja, showroom motor yang kelihatan sepi ini kecewa karena menolak Dae Eun Jung.  "Baiklah!" seru Salesgirl tersebut seraya berteriak. Dae Eun Jung tersenyum menang sebelum akhirnya berbalik. Setidaknya, ia masih punya 300 dollar untuk ia bertahan hidup.  Akhirnya pilihan Dae Eun Jung berakhir pada motor metik bewarna hitam dengan garis putih. Siang ini, ia tak perlu menebeng Kang Dae ataupun berjalan kaki menuju kampus. Dalam sehari saja hidupnya berubah karena uang yang Hyun Sik berikan. Bagaimana jadinya jika berbulan-bulan? Bisa kaya mendadak. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD