Luka yang Kau Beri

1858 Words
Kau tak mungkin bisa mencegah orang yang datang ke dalam hidupmu. Orang yang sudah takdir siapkan untuk masuk dan menjadi bagian dari kisah hidupmu. Memberi warna atau merebut semua keindahan yang mengihiasi kehidupanmu. Ada orang yang tiba-tiba datang, lalu menghilang begitu saja. Membawa semua yang dulu begitu kau sukai dan tak ada yang bisa kau lakukan selain melihat kepergiannya dan berharap suatu saat nanti dia bisa berada di posisimu. Merasakan betapa sakitnya hatimu saat dikhianati oleh orang yang kau jadikan pusat duniamu. Ayu masih tetap hening dan meminum secangkir kopi di sampingnya dengan anggun. Tak sedikit pun terpengaruh atau mengiba pada pria yang berusaha mengemis rasa iba darinya. Sudah habis semua rasa ibanya dan tak ada lagi yang tersisa di hatinya. Hanya ada luka dari perasaan dikhianati yang diukir pria itu di dalam hatinya yang rapuh. Pria itu tak pernah menginginkannya. Yang penting bagi pria itu hanya lah harta yang ia miliki. Pria itu ingin berkuasa dan menyalahkannya yang berusaha menjadi nahkoda dalam kapal yang mereka tumpangi bersama. Egois begitulah diri Ayu yang dilihat pria itu. Ayu hanya perempuan angkuh. “Apa kamu sudah selesai?” Ayu memecahkan keheningan di antara mereka. Dirinya sudah mulai bosan mendengarkan tangis pria itu yang tak berarti apa pun, “Aku harus segera tidur karena sudah begitu lelah dan kalau memang nggak ada apa pun yang harus dibicarakan, kamu bisa segera keluar dari rumahku sekarang juga,” Lanjut Ayu dengan wajah dingin, membuat Lian yang semula menengelamkan wajahnya pada kedua kaki Ayu segera mengadahkan wajahnya. “Yu, wanita itu memperalatku,” Lian berkata dengan suara bergetar, “Aku memang melakukan kesalahan, tapi aku melakukannya karena mau membantunya, Yu. Dia bilang kalau hidupnya begitu susah dan aku melakukan hal yang ku pikir benar,” Lian menjelaskan dan berharap Ayu mau mendengarkan dan juga mengerti penjelasannya. Ia ingin, perempuan itu membuka hati dan tak membencinya karena niat baiknya untuk membantu Paris. “Jika kamu ingin membantu seseorang, maka kamu harus membantunya dengan tulus,” Ayu tersenyum sinis, “Membantu yang artinya memberikannya pekerjaan dan menata hidup, bukan malah menidurinya,” Perkataan Ayu membuat Lian terpaku. Kepalanya seperti baru saja dihantam dengan palu besar saat mendengarkan apa yang Ayu katakan barusan. “Jika memang dia kesulitan keuangan, kamu bisa mengatakannya padaku,” Ayu segera bangkit berdiri dengan cangkir kopi di tangannya, sementara sebelah tangannya ia lipat di depan dadanya, “Kamu tahu kalau aku bukanlah orang yang pelit. Jika kamu membantu seseorang, kamu nggak boleh memberikannya uang dalam jumlah besar yang akan membuatnya kembali berharap hal yang sama tanpa berusaha, tapi kamu harus mengulurkan tangan dan membuatnya kembali bangkit. Kamu memberikannya pekerjaan dan membuat hidupnya kembali stabil.” Ayu membalik tubuhnya ke arah Lian yang masih berlutut dan membeku. Ayu tahu, bila pria itu pasti kehabisan akal untuk membela dirinya sendiri. Tak ada satu pun alasan yang bisa pria itu gunakan untuk membenarkan perselingkuhannya. Sungguh, Lian terlalu naif bila berpikir Ayu akan larut dalam kebohongan yang pria itu sampaikan padanya. Ayu kini sudah bisa kembali berpijak pada kakinya sendiri. Otaknya pun sudah bisa kembali bekerja dengan benar. “Lain kali, pikirkan alasan yang lebih masuk akal untuk membuat kegaduhan di rumahku,” Ayu kembali duduk, namun kali ini mengambil sofa yang agak jauh dari Lian. Ia tak ingin lagi terlihat seperti seorang istri yang menganiaya suami. Padahal, pria itu yang menyiksa bathinnya. Menghancurkan hatinya hingga berkeping-keping, “Sekarang keluar dari rumahku dan jangan lakukan hal ini. Aku nggak mau membuat para pekerjaku merasa nggak nyaman karenamu.” Sedetik kemudian, Lian mendapatkan kesadarannya kembali. Pria itu tak boleh kalah. Dirinya harus berusaha meyakinkan Ayu. “Ayu, bukan itu maksudku. Aku nggak mungkin bisa mengatakan perihal Paris padamu dan membuatmu salah paham. Aku ingin membantunya karena dia satu-satunya perempuan yang membuatku merasa dibutuhkan. Dia nggak seperti kamu yang bisa melakukan semuanya sendiri. Dia bergantung padaku dan aku memang salah mengartikan rasa di dalam hatiku karena semua itu, Yu,” Lian menatap Ayu dengan penuh permohonan. Pria itu bangkit berdiri, kembali berjongkok di hadapan Ayu dan menggenggam kedua tangan perempuan itu erat-erat. Lian menatap ke dalam netra Ayu dalam-dalam. “Dia mengkhianatiku saat mengatakan bila dia hanya menggunakanku untuk membelikannya tempat tinggal dan juga uang untuk dia berfoya-foya,” Lian harus membuat semuanya sejelas mungkin agar Ayu tak lagi salah paham, “Dia mengatakan semuanya padaku. Dia mengkhianatiku yang berusaha memberikannya perlindungan dan hidup nyaman, Yu.” Ayu tersenyum manis, “Bagaimana rasanya?” Tanya perempuan itu seraya menatap wajah Lian lekat-lekat. Ia menikmati penderitaan pria itu. Ia tak menyangka bila karma bisa datang secepatnya ini. Diam dan tatapan penuh tanya Lian membuat Ayu melanjutkan tanyanya, “Bagaimana rasanya dikhianati? Sakit, bukan?” Wanita itu meneliti sepasang netra Lian. Kedua mata pria itu membesar, terlihat terkejut dengan pertanyaan yang Ayu tanyakan dengan wajah yang terlihat senang. Wanita itu mempertipis wajah mereka dan terlihat tak sabar menantikan jawaban yang akan disampaikan Lian padanya. Apa pria itu mengerti akan rasa sakitnya kini? “Aku nggak akan pernah mengkhianatimu lagi, Yu,” Pria itu mengeratkan genggaman tangannya, “Aku benar-benar akan meninggalkannya dan nggak akan lagi melakukan kesalahan yang sama. Lain kali, aku akan menanyakan pendapatmu jika memang mau membantu seseorang. Lain kali, aku bahkan nggak akan melirik perempuan lain, Yu. Aku hanya akan menatapmu dan nggak akan mencampuri kehidupan pribadi seorang asing. Aku akan memperbaiki semuanya dan kali ini, aku nggak akan melakukan kesalahan, Yu. Beri aku kesempatan,” Lanjut pria itu yang kembali meneteskan air mata. Terlihat hancur lebur. “Kamu sudah merasakan sakit dan kecewanya dikhianati, kamu pasti tahu kalau perasaan itu sangat mengerikan,” Ayu tersenyum miring dan menjauhkan wajahnya dari Lian. Ia melipat kakinya dan meletakkan kembali cangki kopi yang tadi dipegangnya ke meja di samping sofa yang ditempatinya, “Kamu pasti terkejut akan rasa sakitnya karena selama ini, kamu selalu menjadi pihak yang berkhianat, hingga semua rasa ini baru untukmu,” Ayu menatap wajah pria itu lekat, “Namun, aku sudah terbiasa dikhianati. Semua orang di sekitarku selalu berkhianat, tapi ku pikir siklus setan itu akan berhenti di kamu. Kamu orang yang paling ku percayai, malah membuatku merasakan pedih yang mengancurkan sanubariku,” Lanjut Ayu dengan senyum. “Jujur saja, aku nggak mengerti, apa enaknya menjadi pihak yang menyakiti. Apa melihat penderitaan orang lain adalah hiburan bagimu? Apa sebegitu bahagianya sampai kamu melakukannya berkali-kali?” Ayu menatap Lian dengan penuh tanya, “Bukan sekali kamu berkhianat. Padahal, kamu bisa memilih mundur dan menghentikan semuanya, tapi kamu malah semakin terbuai dengan hubungan kalian. Katakan padaku, bagaimana aku bisa memberikanmu kesempatan kedua bila sesakit ini luka yang kamu toreh di dalam hatiku?” Ayu menatap sepasang netra Lian dalam-dalam, “Bagaimana aku bisa menerimamu kembali?” Lanjutnya lagi. Tangis pria itu semakin mengalir deras. “Dia membutuhkanku, Yu,” Lian kehabisan kata karena memang dirinya bersalah. Seharusnya, ia memilih mundur ketika keadaan semakin tak terkendali. Harusnya, ia melepaskan Paris yang indah dan penuh keromantisan itu karena sampai kapan pun hubungan mereka tak mungkin bisa mengalahkan apa yang Lian miliki bersama dengan Ayu. Harusnya, sejak awal Lian mengerti akan hal ini, namun otaknya tak bisa digunakan dan tak bisa berpikir dengan benar, hingga ia membuat kesalahan fatal. Meski tahu bila hubungan mereka salah, namun hati Lian berulang kali berteriak bila hubungannya dengan Paris adalah sesuatu yang benar. Begitu nyata. Euforia dari kebersamaan mereka pun tak bisa dibendung. Perempuan itu lah yang membuatnya merasa utuh, membuatnya melupakan Ayu yang selalu menantinya. Menyambutnya dengan senyum dan menanyakan bagaimana harinya. Melupakan istri yang selalu memperlakukannya dengan baik. Perasaannya dengan Paris membuatnya merasa bersalah dengan Ayu, namun sempat membuatnya merasa bila apa yang selama ini dimilikinya dengan Ayu bukanlah cinta. Lebih seperti hutang budi. “Lalu, menurutmu, aku nggak membutuhkanmu?” Ayu menatap pria itu penuh luka. Apa yang selama ini Lian pikirkan tentangnya? Apa pria itu anggap, dirinya hanyalah robot yang tak punya hati? Dirinya wanita kuat yang tak perlu dikasihi ataupun diperhatikan. Bagaimana bisa Lian yang ia pikir mengenalnya, berakhir menjadi orang yang tak mengenalnya sama sekali. “Kamu terlihat seperti nggak membutuhkanku, Yu. Kamu punya segalanya. Kamu bisa melakukan semuanya sendiri. Kamu begitu luar biasa. Sementara itu, dia lemah, Yu,” Lian masih berusaha untuk membuat Ayu mengerti alasannya berkhianat, “Dia bahkan takut untuk tidur sendiri. Saat petir besar, dia akan meringkuk dan ketakutan. Dia membutuhkanku dan kamu nggak pernah membutuhkanku seperti itu. Semua hal mudah dan rumit, kamu bisa lakukan sendiri,” Lanjut Lian yang menatap wajah Ayu lekat, sedang Ayu terkesiap karena perkataan Lian yang menambah luka di dalam hatinya. Lukanya belum kering dan kini bertambah parah. Ayu tersenyum miris dan mengadahkan wajahnya, mencegah air mata untuk jatuh. Setelah merasa dirinya sudah lebih kuat, ia mengarahkan pandangannya pada Lian, namun tak mampu mencegah bibirnya yang bergetar hebat saat berkata pada Lian. “Aku juga bisa takut akan petir. Aku juga membutuhkanmu untuk memelukku dan membuatku merasa baik-baik saja.” Ayu menarik napas panjang dan menghelanya perlahan, berusaha mengendalikan rasa sakit yang mulai mendominasi1 hatinya. Ia mengambil jeda sebelum melanjutkan perkataannya. “Saat kita bertemu dulu, kamu sudah melihat sisi lemahku. Aku pikir, kamu mampu mengerti aku dan melihat diriku yang sesungguhnya, tapi tampaknya selama ini aku salah paham,” Ayu tak mampu menyembunyikan getaran dalam nada suaranya, “Aku juga manusia,” Ayu tersenyum penuh luka, “Aku hanya wanita biasa yang lemah dan memiliki ketakutannya sendiri. Aku juga takut tidur sendiri dan karena itulah aku memintamu menikah denganku. Aku takut dengan semua yang ada di sekitarku dan karena itulah aku memintamu di sisiku,” Ayu kembali mengadahkan wajahnya ke langit-langit ruangan. Cukup sudah, selama ini memang hanya dirinya yang mencintai sendiri. Pria itu tak pernah merasakan hal yang sama. Semua yang ada di antara mereka hanyalah kesalahpahaman. Ayu pikir, pria itu sama bahagianya saat menikah dengannya. Ayu pikir, pria itu tahu betapa lemah dirinya yang terbiasa terlihat kuat agar tak ada seorang pun yang menindasnya. “Hanya kamu yang kuizinkan untuk melihat sisi lemahku. Sisi nggak sempurnaku, tapi kamu masih mengira kalau aku adalah robot yang bisa melakukan semuanya sendiri,” Ayu menghela napas panjang seraya menatap ke arah Lian, “Semua kesalahpahaman ini benar-benar menyedihkan. Semuanya terlihat semakin jelas,” Ayu melepskan genggaman tangan pria itu dengan kasar seraya bangkit berdiri. “Pergilah dan jangan pernah datang kembali ke rumah ini. Meski hubungan kita masih resmi di atas kertas, tapi semua itu nggak akan berlangsung lama karena aku akan mengakhiri semuanya. Sesegera mungkin,” Ayu tersenyum manis, meski hatinya hancur lebur, “Kamu bisa tetap tinggal di perusahaan dan bekerja seperti biasa atau pergi. Semua adalah pilihanmu dan kamu yang sejak awal nggak pernah memasukkanku ke dalam rencana hidupmu, nggak perlu pergi seperti pengecut karena merasa bersalah. Kamu harus menerima rasa sakit dan salahmu jika memang kamu adalah pria sejati. Kita nggak lagi punya hubungan, jadi berhenti mengangguku. Semua sudah jelas dan nggak ada yang harus kamu jelaskan lagi padaku.” “Yu … maafkan aku, Yu. Aku mencintaimu dan aku nggak mau bercerai. Aku akan tetap tinggal dan memperbaiki semuanya. Meski kamu menjauh, aku akan selalu mendekatimu,” Lian sudah memutuskan. Ia akan memperbaiki semuanya, meski Ayu ingin mengakhiri semuanya. Ayu tersenyum dan segera pergi meninggalkan Lian yang masih berlutut di ruang tamu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD