Biar Waku yang Menyembuhkan

1815 Words
Kata orang, waktu adalah sesuatu yang ajaib. Sangkala mampu membuat lukamu sembuh, hidup berubah, dan berbagai keajaiban lainnya. Yang kau perlukan hanya lah membiarkan waktu memainkan perannya dan kau harus bertahan hingga waktu sudah menyelesaikan semua tugasnya. Hingga kebahagiaan kembali menyepamu. Namun yang kini menjadi pertanyaan di dalam hatimu adalah, sanggupkah kau menunggu semua yang tak pasti itu? Bisakah kau menanti saat di mana kau pikir kebahagiaan adalah akhir dari semua penderitaan yang kau rasakan? Ayu tak tahu apa yang terjadi setelah dirinya kembali ke kamarnya. Ia berusaha untuk tak memikirkan ataupun mencari tahu apa pun tentang Lian. Dirinya mencoba untuk tak peduli, sebagaimana yang pria itu lakukan padanya. Begitu masuk ke dalam kamar, Ayu segera meminum obat tidur agar dirinya tak harus terjaga dan meratapi lukanya. Setelah mengetahui tentang perselingkuhan suaminya, Ayu sudah mulai mengkonsumsi obat tidur untuk menyelematkan hati dan juga pikirannya. Dirinya butuh istirahat dan pelarian dari rasa sakit. Ayu duduk beberapa saat di tepi tempat tidur. Ia berdoa pada Tuhan agar memberikannya kekuatan dan bersyukur dengan apa yang dimilikinya saat ini. Dirinya mungkin kurang bersyukur, hingga Tuhan mengambil hal yang membuatnya bahagia. Oleh karena itu, setelah perselingkuhannya, Ayu lebih banyak mendekatkan diri pada Tuhan. Memohon ampun dan berterima kasih karena masih diberikan kesempatan untuk mengetahui perbuatan suaminya. Selang beberapa menit kemudian, Ayu bangkit berdiri dan membersihkan diri. Kini, dirinya akan memulai perjalanan singkat untuk menyembuhkan hatinya. Berpura-pura lupa bila tak ada luka yang tengah menantinya. Ia ingin melarikan diri karena setiap manusia pasti membutuhkan jedah untuk melupakan rasa sakitnya. Begitu pun dirinya. Ayu memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas ranselnya. Ia mematut dirinya di cermin. Celana jeans panjang, serta kaos over size berwarna putih, membuatnya terlihat santai. Ayu mencoba mengukir senyum di wajahnya. Dirinya tak boleh hancur dan menunggu pria itu bukan lagi prioritasnya. Menunggu kabar pria itu yang tak jelas bukan lagi menjadi kegiatan rutinnya. Membalas pesan penuh basa-basi pria itu pun bukan lagi menjadi kewajibannya. Ayu akan mencoba memikirkan dirinya sendiri dan tak lagi memikirkan apa pun tentang Lian yang sejak awal tak memikirkannya. Bi Atun sudah berdiri di hadapan pintu kamar Ayu dan tersenyum hangat pada perempuan itu ketika Ayu membuka pintu kamarnya. “Selamat pagi, Mbak Ayu,” Sapa wanita itu. Ayu tersenyum dan membalas sapaan Bi Atun. Setelah itu, Bi Atun menggeser sedikit tubuhnya agar Ayu bisa keluar dari kamar. Kemudian, perempuan itu berjalan di sisi Ayu menuju lantai bawah. “Mas Lian tertidur di ruang tengah. Dia menolak pergi dan karena Mbak Ayu nggak meminta para penjaga untuk mengusirnya, kami membiarkannya tetap di sana,” Bi Atun melaporkan hal yang sebenarnya tak ingin Ayu ketahui, meski dirinya penasaran, “Karena nggak tega, Bibi menyelimutinya. Dia hanya berdiam diri semalaman dan nggak bergerak, hingga akhirnya tertidur,” Lanjut Bi Atun lagi yang tak juga membuat Ayu merespon. Meski penasaran dan sedikit mengiba dengan cerita yang didengarnya, Ayu tak menunjukkan semua itu pada Bi Atun. Sejak tadi malam, dirinya sudah memutuskan untuk membangun pagar tinggi di sekelilingnya yang akan membuatnya tetap aman saat berada di dalamnya. Dirinya tak lagi ingin membuka diri karena tak sanggup menahan resiko mengerikan karena memilik hati untuk merasa. Mungkin, menjadi robot adalah pilihann yang paling benar. “Biarkan dia tetap tidur, tapi langsung usir begitu dia sudah bangun. Aku akan pergi selama dua hari, bila ada sesuatu yang terjadi hubungi Gina karena dia adalah satu-satunya orang yang bisa menghubungiku,” Ayu menghentikan langkahnya begitu mereka tiba di ruang tengah, tempat di mana Lian tertidur di lantai dengan selimut di tubuhnya. Percuma. Meski pria itu menyiksa dirinya sendiri, Ayu tak mungkin lagi kembali padanya. Semua yang dikatakan Lian kemarin sudah sangat jelas. Pria itu tak pernah memikirkan tentang hatinya. Pria itu membuatnya merasa bila dirinya memang ditakdirkan sendiri dan tak membutuhkan siapa pun. “Jika dia bangun dan menanyakan di mana keberadaanku, bilang padanya aku pergi dan nggak tahu ke mana,” Ayu melirik pria itu sekilas dan tersenyum miris, “Katakan padanya untuk menentukan pilihannya, mau bekerja atau pergi, tapi apa pun itu, minta dia nggak lagi menggangguku dan tunggu hingga surat cerainya keluar,” Lanjut Ayu yang mengarahkan pandangannya ke arah Bi Atun, “Aku sudah lelah dengan semuanya,” Lanjut Ayu yang tersenyum lirih. Bi Atun segera membawa Ayu ke dalam pelukannya dan memeluk wanita itu kuat-kuat, mencoba menyalurkan sedikit kekuatan yang dimilikinya untuk Ayu. “Terima kasih banyak, Bi,” Ujar Ayu seraya melepaskan pelukan mereka, “Aku berangkat dulu dan tolong bujuk dia untuk nggak membuat keributan,” Lanjut Ayu dengan penuh permohonan. Perempuan itu tersenyum hangat dan mengangguk. Ia mengusap-usap lengan Ayu. “Tentu saja. Jangan khawatirkan hal itu dan selamat berlibur. Semoga Mbak Ayu kembali dengan hati yang jauh lebih tenang. Terkadang, bahagia atau tidaknya seseorang, bergantung dari keputusan orang itu sendiri. Mbak yang bisa menentukan apa yang Mbak inginkan. Hidup Mbak adalah milik Mbak sendiri, jadi jangan takut untuk melupakan. Jangan takut untuk memaafkan.” Ayu tersenyum lirih, lalu mengangguk. Perempuan itu kembali memeluk Bi Atun dan mengucapkan salam perpisahan. Sebelum melanjutkan langkahnya, Ayu melirik ke arah Lian yang tampak mengenaskan. Ia pikir, melihat pria itu jatuh bisa membuat hatinya kembali bahagia dan juga tenang. Namun pemikirannya salah. Ia tak merasa senang sedikit pun, tak juga kembali merasa tenang saat tahu pria itu pun mengalami hal yang menyakitkan sepertinya, dan semuanya sudah semakin jelas sekarang. Sejak dulu, hanya dirinya yang mencintai, sedangkan Lian hanya kasihan padanya. Mengasihani dirinya yang sendirian dan berusaha tegar. Ayu memilih penerbangan di hari yang sama. Memilih acak destinasi berliburnya dengan cara mencari jam terdekat. Ia tak memiliki rencana maupun keinginan untuk mengunjungi suatu tempat. Yang Ayu perlukan adalah sebuah pelarian. Tempat untuk lari dari kenyataan pahit hidupnya. Ia tak memiliki bekal apa pun dan kepergiannya jauh dari kata berlibur. Oleh karena itu, Ayu membiarkan takdir yang memilihkan tempat untuk dirinya pergi dari sana. Ia harap, kali ini takdir berbaik hati dan memberikan sedikit penghiburan bagi hatinya yang lara. Sesampainya di Sorong, Ayu harus menepuh dengan jalur laut untuk sampai ke tempat tujuannya. Wanita itu memilih kelas VIP karena yang ia butuhkan bukan kenyamana semata, melainkan keheningan, sehingga wanita itu memilih kelas VIP untuk perjalanan ferry ke tempat tujuannya. Kurang lebih satu atau dua jam lagi, wanita itu akan sampai di tempat tujuannya. Pikiran Ayu serasa melayang entah ke mana. Mungkin, ia adalah satu-satunya orang yang tampak bermuram saat ingin berlibur, tak seperti sebagian orang yang ditemui Ayu di kapal ferry yang ditumpanginya. Mereka tampak begitu bahagia, tak sabar, dan pastinya semua hal itu tak terlukis di wajah Ayu. Tak peduli seberapa lama jauh ia pergi, hatinya tertinggal di Jakarta. Menit berlalu dan Ayu sudah tiba di sebuah cottage tipe water villa. Dirinya sudah pernah ke tempat ini, sendiri ataupun bersama Lian. Di awal pernikahan mereka, yang Ayu lakukan adalah hidup bagai cerita romansa percintaan yang membuatnya merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia. Mereka berkeliling ke berbagai tempat-tempat indah. Dimulai dari Paris, Roma, New York, lalu kembali ke dalam negeri. Mereka begitu bahagia dan bagai hidup dalam mimpi. Kini, semua mimpi indah itu telah berakhir, meninggalkan Ayu seorang diri. Ayu segera masuk ke dalam cottagenya begitu menyelesaikan administrasi. Ia melemparkan tas ransel ke tempat tidur, lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur yang empuk dan memejamkan matanya. Sekelebat rasa sakit itu kembali menghantuinya. Ia merasa taka da gunanya untuk berlari karena rasa sakit masih saja mengikutinya. Jarak dan tempat yang indah tak mampu menyembuhkan lukanya. Bila waktu adalah hal yang ia butuhkan, berapa lama dirinya harus bertahan di atas semua luka itu? Sampai kapan Ayu akan menangisi pria yang menganggapnya kuat dan tak memerlukan orang lain di sisinya? Sampai kapan ia harus menanti? Ayu bangkit berdiri. Ia tak boleh bermuram durja. Hari masih terang benderang dan harusnya ia menikmati liburan seperti orang-orang yang bersamanya di kapal ferry tadi. Sekelompok anak muda, pasangan, atau rombongan tur yang begitu antusias. Jika dirinya tak berusaha melupakan semuanya, maka waktu tak mungkin bisa melakukan keajaibannya. Ayu mengganti sandal yang tadi dikenakannya dengan sepatu. Wanita itu mengeluarkan beberapa barang dari tas ranselnya dan membawa beberapa barang penting saja untuk pergi bersamanya. Ayu membawa DSLR yang akan dipergunakannya untuk mengabadikan pemandangan indah yang tentu saja tak bisa dinikmatinya. Setidaknya, ia memiliki kenangan akan hari ini. Saat di mana dirinya melarikan diri dari rasa sakit dan tak tahu hasilnya bagaimana. Puncak Piaynemo terkenal sebagai tempat berfoto karena menawarkan panorama menghadap laut. Wisatawan bisa melihat beberapa pulau kecil di sekitar yang membentuk laguna dengan gradasi warna unik di sana dan tempat itu adalah tujuan pertama Ayu. Lebih kurang sebanyak 320 anak tangga yang harus dilewati untuk mencapai puncak Piaynemo. Waktu tempuh untuk ke puncak sekitar dua puluh menit. Sepanjang perjalanan, Ayu beristirahat sejenak sembari menikmati alam di beberapa tempat yang telah disediakan di sana. Selang beberapa menit kemudian, Ayu sudah tiba di tempat tujuannya. Ia duduk dan menikmati pemandangan alam yang begitu luar biasa. Wanita itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam, dan mencoba mensyukuri apa yang dimilikinya hingga saat ini. Ia mencoba mengingat-ingat segala anugerah yang didapatkannya agar dirinya tak kalah dengan luka. Ia mensadari bila di balik semua luka hatinya, dirinya masih memiliki beberapa orang yang mencintainya, dan tak seharusnya ia begitu lemah. Pria itu tak boleh menghancurkannya. “Bagaimana bisa menikmati pemandangan indah dengan mata terpejam?” Suara seorang pria datang dari samping Ayu, membuat wanita itu membuka matanya dengan cepat dan mengarahkan pandangannya ke sumber suara. Ayu membelalakkan kedua mata saat menemukan seorang pria dengan rahang yang dihiasi dengan bulu-bulu halus. Sepasang mata coklat hazelnut itu bertemu dengan matanya dan untuk sesaat mereka saling memandang, membeku dan saling menilai. Pria yang tak ia sadari sejak kapan berada di sisinya itu membuatnya heran. “Aku sedang menikmati udara, bukan pemandangan,” Jawab Ayu dengan datar, “Aku juga nggak ingin diganggu,” Lanjut perempuan itu lagi. Dirinya tak ingin ada seseorang yang mengusik kesepian yang tengah ia nikmati. Dirinya ingin tenggelam dalam sunyi dan mencari kembali kekuatan yang dilupakannya. Dirinya ingin kembali bangkit dan juga hidup. Pria itu tak tersinggung, malah tersenyum manis. “Seharusnya, kamu menikmati keduanya. Walau bagaimana pun, perjuangan untuk sampai ke sini begitu lelah, jadi nggak akan maksimal kalau kamu hanya menikmati udara segarnya saja,” Pria itu menatap Ayu lekat. “Aku nggak suka berbicara dengan orang asing,” Ayu masih menunjukkan wajah dinginnya. Wanita itu segera berdiri karena tak ingin memulai perkenalan yang biasanya akan menjadi lanjutan dari pembicaraan penuh basa-basi itu. Ia tak ingin mengenal orang baru yang hanya akan singgah dan menoreh luka di dalam hatinya. Dirinya diciptakan untuk sendirian. “Aku nggak berbicara denganmu. Hanya memberikan informasi saja,” Pria itu tersenyum ramah dan tak terpengaruh dengan sikap sinis Ayu. Dirinya kembali menatap pemandangan di depannya, sedang Ayu memilih pergi dari tempat itu dan mencari tempat di mana ia bisa tenggelam dalam sepi. Waktu yang Ayu miliki tak banyak dan ia harus segera sembuh agar bisa menghadapi semua kenyataan pahit begitu kembali ke Jakarta. Tempat penuh luka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD