Tenggelam Dalam Lara

1859 Words
Andai saja, melupakan cinta begitu mudah, maka tak ada seorang pun yang patah hati di dunia ini. Kau hanya membutuhkan waktu singkat untuk menyadari bila kau jatuh cinta pada seseorang, tetapi anehnya tidak begitu caramu melupakan cinta. Pada akhirnya, kau memilih untuk tenggelam dalam lara dan berharap bila waktu memainkan keajaibannya. Membuatmu melupakan hal indah yang dulu kau sukai. Kau berharap, sangkala berbaik hati padamu. Ayu tak perlu mengatakan apa pun pada pria di hadapannya. Setelah ia menghabiskan makanannya. Wanita itu langsung mengemas semua barangnya dan pergi meninggalkan Darian yang mencoba mencegahnya dengan memanggil perempuan yang tak ia ketahui namanya. “Hei wanita,” Begitu lah cara Darian memanggil Ayu yang tentunya membuat banyak mata memandangnya, sedang Ayu, tak peduli. Perempuan itu tidak ingin lagi menghabiskan waktunya pada pria yang membuat hatinya terbakar oleh amarah. Sebelum meninggalkan tempat itu, Ayu membayar semua makanannya, termasuk makanan yang dipesan oleh Si pria. Darian terlambat menyusul Ayu ke kasir dan membuat wanita itu yang mentraktirnya, bukan dirinya. Ayu mengabaikan pria yang berusaha mengejarnya dan segera menaiki sepeda motor yang disewanya untuk berkeliling tempat itu. Ayu tak peduli. Hati dan pikirannya sudah cukup penuh dengan masalahnya bersama dengan Lian. Ia tak ingin menambah beban lainnya. Ayu baru bisa bernapas lega begitu ia tak lagi bisa melihat pria itu di belakangnya. Pria aneh yang entah mengapa tak pernah bisa membuatnya sendirian dan menikimati kesunyian yang ia idamkan. Ayu menghentikan sepeda motor yang dikendarainya begitu dirinya tiba di sebuah pantai yang tampak begitu indah. Ayu memutuskan untuk menghabiskan waktunya di sana, dari pada membiarkan dirinya tenggalam dalam lara di cottagenya. Perempuan itu menjinjing sandal yang dikenakannya. Ia ingin menikmati halusnya pasir putih yang berada di pantai itu. Ada rasa nyaman begitu kakinya menginjak pasir yang terasa panas karena matahari yang terik siang ini. Ayu menyukai perasaan seperti ini. Berjalan-jalan seorang diri dan menikmati deburan ombak. Ayu berjalan di bibir pantai dan membiarkan air laut menyapu kaki telanjangnya. Wanita itu tak punya tujuan, hingga berjalan ke depan adalah sesuatu yang ia inginkan. Beberapa menit kemudian, Ayu yang mulai lelah memutuskan untuk duduk di atas pasir dan menikmati lautan. Ponsel Ayu berdering beberapa kali. Sejak tadi memang dirinya membiarkan benda pipih itu tak mengusik ketenangannya, tetapi kini dirinya penasaran dengan siapa penelpon yang tampaknya tak mengenal kata menyerah. Ayu yakin bila orang itu bukan lah Gina karena Ayu memang meminta perempuan itu tak menghubunginya untuk seharian ini. Ia ingin menikmati waktu liburannya. Ayu menyerah dan mengeluarkan ponsel dari tas ranselnya. Tulisan ‘Lian Si breng9sek’ tertera pada layar ponselnya, membuat Ayu semakin tak ingin mengangkat panggilan itu. Ayu pikir, pria itu tak ‘kan lagi berani menghubunginya. Ia lupa, bila kini Lian telah berubah menjadi pria yang tak tahu malu dan tak mungkin menyerah meski sudah jelas-jelas bersalah. Lian juga harusnya tahu bila Ayu tak lagi ingin berbicara dengan pria itu. Panggilan berakhir dan Ayu tak mampu mencegah dirinya untuk membuka lima puluh pesan yang belum terbuka dari pria yang sudah meninggalkan sepuluh panggilan tak terjawab. Mengapa sekarang pria itu begitu gencar mengejarnya? Ayu benar-benar tak mengerti. Padahal, sebelumnya Lian selalu mengabaikan panggilan ataupun pesan darinya. Kini, semua seakan terbalik. Sayangnya, Ayu yang kini tak ingin lagi berhubungan dengan pria itu. Ayu membaca pesan Lian. “Yu, kamu di mana. Yu, aku sangat mengkhawatirkanmu. Yu, kapan kamu akan kembali? Kita benar-benar perlu bicara, Yu. Semua yang terjadi salah dan nggak seharusnya masalah di dalam pernikahan, kita selesaikan dengan cara kabur-kaburan begini, Yu. Kenapa kamu bersikap kekakank-kanakan seperti ini, Yu?” kurang lebih begitu lah isi pesan Lian. Semua pesan yang membuat Ayu tersenyum miris. Wanita itu langsung memblokir nomer Lian karena tak ingin lagi membaca pesan dari pria itu. Apa Lian pikir masalah di antara mereka masih bisa diselesaikan dengan cara berbicara baik-baik? Kenapa baru sekarang? Sesungguhnya, Ayu sudah memberikan beberapa kesempatan pada pria itu, akan tetapi Lian tak pernah mau memperbaiki dirinya. Ayu ingat sekali, jika dulu dirinya yang ada di posisi Lian sekarang. Meneror pria itu dengan panggilan telpon dan pesan. Makin hari, Ayu semakin yakin bila ada yang salah dengan suaminya. Karena semua sikap Lian, Ayu pun berubah menjadi istri yang selalu mempercayai suaminya, menjadi seorang istri yang selalu curiga pada suaminya sendiri. Ayu menghubungi Lian setiap saat, mengirimkan pesan pada pria itu, akan tetapi tak satu pun usahanya berhasil. Pria itu mengabaikannya. “Sudah lah, Mbak. Nggak usah ditunggu,” Suara itu datang dari balik punggungnya. Suara yang Ayu kenali sebagai suara Bi Atun. Perempuan yang akhir-akhir ini selalu bersedih saat melihat semua yang Ayu lakukan. Menanti. Tak pernah sekali pun, Bi Atun pernah melihat jika Ayu adalah seorang penanti yang baik karena wanita itu kerap tak sabar. Tampaknya, memang sangat dalam cinta yang dimilikinya untuk suaminya. Hingga Ayu rela menanti setiap hari. “Kenapa Bibi belum tidur?” Ayu berusaha mengalihkan pembicaraannya, “Bila belum mengantuk, duduk lah bersamaku, Bi. Temani aku sebentar,” Lanjut Ayu seraya tersenyum tipis. Sementara itu, Bi Atun segera duduk di samping Ayu, menempati sofa yang sama seperti yang perempuan itu tempati. Bi Atun menatap Ayu dengan tatapan meneliti, sedang yang ditatap berusaha menyembunyikan semua kerisauan di dalam hatinya. Ia tak ingin membuat perempuan itu khawatir dengan ketakutan yang menjalar ke penjuru hatinya. Rasa yang menakutkan. “Bagaimana bisa Bibi tidur kalau Mbak Ayu masih terjaga seperti ini?” Perempuan itu tersenyum lembut dan mengusap wajah Ayu. Sementara itu, Ayu menatap sendu perempuan yang begitu menyayanginya. Perempuan itu bahkan rela tak menikah agar bisa mengabdikan dirinya untuk Ayu. Wanita itu tak pernah meninggalkan Ayu. Selalu di sisi Ayu. “Aku hanya belum bisa tidur, Bi,” Dusta Ayu. Entah sejak kapan, Ayu begitu gemar membohongi wanita paruh baya itu, “Aku akan segera tidur. Aku hanya sedang asyik bermain games di ponselku,” Lagi-lagi hanya kebohongan yang keluar dari bibir Ayu. Ia bukannya menggunakan ponselnya untuk bermain, melainkan mengirimkan banyak pesan untuk suaminya dan menanyakan di mana keberadaan pria itu atau sedang apa pria itu. Namun tak peduli seberapa banyak pesan yang dikirimkannya, pria itu tak membalas ataupun membacanya. Mungkin pria itu mulai muak padanya. Apa lagi, akhir-akhir ini Ayu menggila, tapi semua ini juga bukan salah Ayu seorang. Jika saja, pria itu menjelaskan apa yang terjadi di antara mereka, menjelaskan alasannya mengabaikan Ayu, dan membuat Ayu mengerti, maka Ayu tak ‘kan menggila seperti ini. Bagaimana bisa pria itu membuat Ayu merasa hancur berkeping-keping? “Jangan bermain sampai larut malam, Mbak. Kalau Mbak hobinya begadang begini. Ujung-ujungnya, Mbak Ayu bisa sakit,” Perempuan itu menatap Ayu khawatir, “Bibi juga yakin bila Mas Lian benar-benar sibuk, jadi jangan terlalu khawatir, Mbak,” Lanjut wanita itu. Ayu tersenyum tipis. Sesungguhnya, dirinya tahu benar apa pekerjaan Lian. Tak mungkin pria itu sangat sibuk, hingga tak sempat membalas atau mengangkat panggilannya. Apakah pria itu sudah bosan dengannya? Tapi, apakah mungkin kau bosan saat sudah mengikat janji untuk sehidup semati dengan pasangan hidupmu? Anehnya, Ayu tak sedikit pun merasa bosan pada Lian. Apa semua ini karena dirinya membuat pria itu terganggu dengan panggilan ataupun pesannya? Tapi, baru seminggu ini Ayu menggila dan menghubunginya terus-menerus. Kemarin-kemarin, Ayu masih mencoba memaklumi dan tak ‘kan menghubungi Lian saat panggilan ataupun pesannya tak dijawab karena ia tahu Lian akan langsung menghubunginya lagi begitu ada waktu. Namun sekarang berbeda. Pria itu tak lagi menghubunginya. “Aku pikir, aku membuatnya muak, Bi,” Kata yang terdengar sedih itu keluar begitu saja dari bibir Ayu. Senyum lirih pun ditunjukkan Ayu pada Si perempuan paruh baya, “Dia pasti sudah bosan dengankku. Menurut Bibi, apa aku nggak lagi menarik?” Lanjut Ayu yang terdengar semakin putus asa. Selama ini, Ayu selalu berusaha menjadi istri yang baik untuk Lian dan belajar hidup sederhana, sebagaimana yang pria itu ajarkan padanya. Ia menjaga kesederhanaan di dalam rumah tangga mereka dan jarang untuk berdandan lagi karena Lian pernah berkata bila dirinya menyukai wajah Ayu apa adanya. Ia suka wajah polos Ayu yang sangat cantik. Ayu pun tak pernah lagi memperhatikannya caranya berpakaian di rumah. Padahal, biasanya ia selalu memperhatikan caranya berpakaian dan suka padu padan pakaian agar serasi. Apakah semua ini membuat Lian tak lagi suka memandangnya? Padahal, pria itu selalu berkata bila Ayu begitu cantik memakai apa pun. Ayu tak membutuhkan pakaian ataupun riasan untuk menonjolkan kecantikannya karena perempuan itu sudah begitu cantik. Apakah Lian berdusta? Bi Atun tersenyum dan menggeleng. “Mana mungkin ada pria yang muak menatap Mbak Ayu yang luar biasa cantik ini?” Perempuan itu mengusap wajah Ayu, “Menurut Bibi, Mbak Ayu adalah wanita paling cantik di dunia ini. Bibi ingat sekali saat Mbak Ayu baru lahir dulu. Para dokter dan suster saja mengatakan kalau Mbak Ayu cantik sekali. Mereka nggak bisa memalingkan wajah mereka dari Mbak Ayu sangking cantiknya,” Lanjut wanita itu dengan tersenyum menenangkan. Namun apa yang dikatakan Si wanita tak mampu membuat hati Ayu tenang ataupun lega karena kenyataan yang kini dihadapinya berbeda. Suaminya tak suka memandang wajahnya dan selalu memalingkan wajah. Suaminya terlihat bosan bersamanya. Ayu segera memeluk Bi Atun. “Makasih banyak, Bi. Aku mau tidur dulu ya, Bi. Mataku lelah karena terlalu banyak bermain games di ponsel,” Dusta Ayu yang ingin kembali ke kamar dan menghubungi Lian kembali. Ia ingin pria itu segera pulang dan memeluknya dengan erat. Ia ingin pria itu mengucapkan kata-kata indah yang membuat jantungnya bergetar. Ia ingin suaminya kembali seperti dulu lagi. Pria yang mencintainya apa adanya. Pria yang entah mengapa sekarang tampak begitu berbeda dan tak lagi menginginkannya. “Selamat malam, Bi,” Ujar Ayu seraya melepaskan pelukan mereka. Bi Atun membalas ucapan selamat malam Ayu dan wanita itu pun segera pergi meninggalkan Bi Atun. Hati Ayu begitu kacau karena suaminya terlihat jelas mengabaikannya. Yang ingin Ayu tahu, mengapa hati pria itu berubah? Mengapa pria itu tak lagi sehangat mentari? Andai saja, pria itu mampu menjawab semua tanyanya, mungkin Ayu tak ‘kan merasa separah ini. “Kak … tolong lemparin bolanya,” Teriakan yang disertai dengan sadarnya Ayu dari lamunan membuat Si perempuan menoleh ke sumber suara. Seorang anak lelaki melambaikan tangan padanya, Ayu pun sadar ada bola yang berada tepat di sampingnya. Ayu tersenyum dan melemparkan bola pada Si anak, membuat anak itu tampak bahagia dan mengucapkan terima kasih, kemudian Si anak berlari pergi meninggalkan Ayu yang kembali berteman dengan sepi. Sepeninggalan Si anak. Ayu kembali teringat pada Lian. Pria itu pernah berkata, “Kalau kita nanti punya anak laki-laki. Kita akan ke pantai setiap akhir pekan dan bermain bola. Aku akan bermain bersamanya dan kamu boleh bergabung kalau mau,” Perkataan yang dulu pernah Lian ucapkan itu membuat air mata Ayu mengalir tanpa ia sadar. Rasa sesak dan perih kembali menguasai setiap relung sanubarinya, membuatnya merasa begitu hancur lebur. Begitu banyak yang mereka rencanakan. Banyak pula cerita tentang masa depan yang mereka ukir bersama, lalu mengapa kini dirinya sendirian di tepi pantai dan mengenang semua kenangan indah maupun menyakitkan tentang pria yang mengkhianati janji pernikahan mereka? Mengapa hanya dirinya yang tenggelam dalam lara, sedangkan pria itu tampak biasa saja. Pria itu malah bersikap seolah masih ada bagian dari kisah mereka yang bisa diselamatkan. Pria itu masih berusaha untuk menjeratnya dalam permainan hati. Meskipun kini keadaan telah berbeda dengan pria itu yang menghubunginya, sedang dirinya menghindar. Mengapa ia tak bahagia?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD