bc

Luapan Liar Tuanku

book_age18+
346
FOLLOW
5.7K
READ
dark
forbidden
love-triangle
family
HE
friends to lovers
dominant
kickass heroine
mafia
heir/heiress
drama
tragedy
sweet
bxg
serious
kicking
bold
city
office/work place
affair
polygamy
assistant
like
intro-logo
Blurb

HARAP BIJAK! BACAAN DEWASA 21+ !!

Eleanor Roosevelt, gadis polos yang terpaksa dijadikan sebagai jaminan oleh sang Ayah yang tidak bisa melunasi semua hutang-hutangnya pada salah seorang konglomerat—Kenzo Roderick Veit.

Terbiasa hidup bak di dalam sangkar, tidak memiliki teman sama sekali, Eleanor tentu terkejut dengan semua hal baru yang dia jalani di kediaman Kenzo.Banyak rahasia gelap di sana, dan Eleanor terpaksa harus bungkam karena tak mau terseret dalam masalah.

Sebab ia tak mau semakin memperburuk keadaannya sendiri. Namun sialnya, sang ayah kembali berulah dan ia lagi-lagi harus menjadi tumbalnya.

“Kau yakin dengan perkataanmu itu?”

“Ya, Tuan. Saya bersedia melakukan apa saja, asal Anda bisa membebaskan ayah saya dari kelompok mafia itu.”

“Hutang ayahmu pada kelompok mafia itu bahkan jauh lebih besar dari hutang-hutangnya padaku. Kau pikir aku bersedia mengeluarkan uang untuknya? Bagus jika dia mati saja di tangan para mafia itu!”

“Tuan, saya mohon! Saya bersumpah akan melakukan apa saja. Bahkan seumur hidup, saya bersedia mengabdi pada Anda! Saya—”

“Jadi pemuasku, dan aku akan membantu ayahmu keluar dari sana dengan selamat.”

Sanggupkah Eleanor menjalani kehidupan baru yang tak pernah sedikitpun ia pikirkan sebelumnya? Mampukah ia bertahan atau justru menyerah saja?

Mari kita ikuti kisahnya sampai selesai!

chap-preview
Free preview
Masalah
Tubuh seorang wanita yang diketahui bernama Eleanor Roosevelt, tengah melengkung diiringi dengan suara suka cita kenikmatan yang saat ini tengah ia raih bersama dengan pria yang tak lain adalah tuannya sendiri. Eleanor juga tidak pernah menyangka sama sekali, jika ia akan terjebak dalam kesepakatan yang sudah ia buat dengan sang tuan, untuk menyelamatkan ayahnya dari sekelompok mafia berkuasa. “Tuan, bisakah lebih pelan lagi? M—milik saya, terasa perih!” seru Eleanor sedikit terbata. Pria itu—Kenzo Roderick Veit sontak mengangkat pandangannya. Ditatapnya wajah cantik sang pelayan yang tampak merah padam saat ini. Terhitung sudah tiga kali puan itu menjadi penghangat di atas ranjangnya. Wajah cantik dan ekspresi Eleanor sudah menjadi favorit bagi Kenzo. Ia benar-benar tidak salah sudah melakukan kesepakatan dengan puan itu. “Perih? Tapi kau sejak tadi tidak henti-hentinya merintih keenakan. Terlalu nikmat ya?” +++ Beberapa minggu sebelumnya, Seperti biasa, pagi ini Eleanor Roosevelt membersihkan kamar sang tuan dan nyonya. Mengganti sprei dan sarung bantal dengan yang baru. Kemudian menyiapkan pakaian kerja untuk sang tuan—Kenzo Roderick Veit. Semula, ini semua bukan bagian dari tugas Eleanor. Namun entah bagaimana ceritanya, mendadak Eleanor harus menggantikan tugas salah seorang pelayan yang bernama Hanna. Dan Hanna sendiri justru dipindahtugaskan di bagian laundry pakaian. Awalnya Eleanor ingin protes, namun apa daya, nyalinya ternyata tidak sebesar itu. Apalagi jika sudah berhadapan dengan sang nyonya yang selalu memaksa. Pun ia merasa tidak enak hati, sebab sang nyonya sangat baik padanya sejak awal ia datang. Mendengar suara klik pada pintu kamar mandi, Eleanor dengan cepat bergegas keluar dari kamar tersebut. Ia masih sedikit syok dengan kejadian beberapa waktu lalu, saat tak sengaja melihat tubuh bagian atas sang tuan. Rasanya malu bercampur takut, sebab perkataan pedas yang dilontarkan oleh pria berusia 32 tahun itu tidak main-main. Benar-benar mampu membuat mental seseorang mendadak down seketika. Daripada ia harus mengalami ketidaksengajaan tersebut, lebih baik ia memilih untuk menghindarinya. “Tunggu Eleanor!” Jantung Eleanor terasa mau copot saat mendengar suara berat sang tuan. Ia juga langsung menghentikan langkahnya. Padahal, sedikit lagi ia akan mencapai pintu kamar. Eleanor meremat ujung seragamnya, lalu berbalik menghadap sang tuan. Puan itu memberanikan diri untuk menatap wajah Kenzo, yang tidak pernah terlihat ramah jika dipandang. Padahal jujur saja, pria itu sangat tampan dengan proporsi wajah yang begitu sempurna. Sesuai dengan ketakutan Eleanor sebelumnya, tuannya itu benar-benar sedang bertelanjang d**a saat ini. Rambutnya yang setengah basah juga tampak berantakan. Tapi sama sekali tidak mengurangi tingkat ketampanannya. Hanya minus sifat kerasnya saja. “Ya, Tuan? Ada yang bisa saya bantu?” Kenzo menunjuk pada kemeja dan celana kerjanya yang sudah disiapkan di atas ranjang. “Kau yang menyiapkannya lagi?” Eleanor mengangguk. “Ya, Tuan, saya yang menyiapkannya. Apa pilihan saya tidak sesuai dengan keinginan Tuan Kenzo? Jika iya, akan saya siapkan kemeja yang lain—” “Tidak perlu,” sela Kenzo menolak. “Di mana Florencia? Kenapa justru kau yang menyiapkan pakaianku lagi?” “Nyonya sudah menunggu Anda untuk sarapan di bawah, Tuan.” jawab Eleanor dengan tepat. Sebelumnya memang sang nyonya sudah memberitahunya. Mendengar apa yang diucapkan oleh Eleanor barusan membuat Kenzo kesal, tapi ia harus menahannya. Entah ini sudah yang keberapa kalinya, sang istri bertindak seenaknya. “Ada yang bisa saya bantu lagi, Tuan?” “Tidak,” jawab pria itu dengan cepat. “Kau bisa keluar dari kamarku, sekarang.” “Baik, Tuan!” Eleanor lekas memberikan hormat, dan buru-buru keluar dari kamar tersebut. Sementara itu, Kenzo yang sempat melihat Eleanor keluar dari kamarnya hanya bisa menatap dengan tatapan dingin. Pria itu tidak terlalu ambil pusing soal pelayannya yang satu itu. Hanya saja, ia kembali dibuat kesal sebab lagi-lagi bukan istrinya yang menyiapkan segala macam keperluannya untuk pergi ke kantor. Kenzo memakai pakaiannya dengan rasa kesal yang bercampur dengan emosi. Ia benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana untuk menyadarkan sang istri jika ia ini butuh diperhatikan. Berulangkali ia meminta, tapi istrinya selalu saja beralasan. Apa susahnya menyiapkan pakaian kerja suaminya sendiri yang tidak akan memakan waktu lama juga? Derit pintu yang terbuka membuat Kenzo lekas menoleh ke belakang untuk memeriksanya. Takut-takut yang datang ke kamarnya adalah pelayan polosnya yang tak lain adalah Eleanor. Tapi ternyata, yang datang justru adalah istrinya—Florencia Lyndie. “Oh, kau belum selesai juga memakai pakaianmu? Kenapa tidak kunci pintu kamarnya? Jika Eleanor tiba-tiba kembali masuk dan melihatmu—” “Bukannya kau senang jika tubuh suamimu dilihat oleh orang lain?” sela Kenzo. Florencia lekas mendekat, dan membantu Kenzo mengancingkan kancing kemejanya. Wanita itu tersenyum tipis, tapi sama sekali tidak digubris oleh Kenzo. Pria itu masih dalam mode marah. “Sayang, kau sadar tidak jika hampir setiap pagi kau suka sekali marah-marah?” “Dan kau sadar tidak, apa yang membuat suamimu ini hampir setiap pagi marah-marah?” sahut Kenzo, balik bertanya. “Astaga, jangan terlalu galak pada istri sendiri, Kenzo!” balas Florencia, bertepatan dengan selesainya ia mengancingkan kancing kemeja pria itu. “Sekarang masalahnya apa lagi?” “Kenapa yang menyiapkan pakaian kerjaku bukan kau? Kenapa justru pelayan itu?” “Kenzo, masalah ini lagi?” tanya Florencia. “Astaga, sebelumnya kan aku sudah mengatakan jika yang membersihkan kamar ini dan menyiapkan pakaian kerjamu adalah Eleanor. Itu tugasnya. Karena kan kau tau sendiri jika aku juga harus bersiap pagi-pagi sekali sama dengan sepertimu. Restoran sedang ramai-ramainya.” “Kau pemiliknya, bukan pelayan restorannya. Jadi untuk apa selalu datang tiap pagi? Kau bahkan juga kerap pulang malam." Florencia meraih lengan pria itu, lalu mengusapnya lembut. “Sayang, restoran itu baru saja dibuka. Ada banyak rekan-rekan bisnismu yang datang ke sana. Bahkan mengajak istri-istrinya juga. Karena itu, aku harus ada di sana untuk menyapa mereka. Jika mereka senang, bukankah itu bagus untuk kelangsungan restoran milikku, sayang? Selain itu juga, aku mengundang beberapa influencer untuk datang ke restoran dan mereview makanan-makanan yang ada di restoran. Ini bagus sekali sayang untuk menggaet pengikutnya di sosial media.” “Pasti Lucas yang memberikan ide itu padamu kan? Tidak mungkin tiba-tiba kau memiliki ide untuk mengundang para influencer itu,” Florencia mengangguk. “Ya, Lucas benar-benar sangat membantuku. Itu juga berkat kau yang memintanya untuk membantu dan mengajariku.” Kenzo memang tidak punya banyak waktu untuk mengajari Florencia banyak hal. Apalagi keinginan wanita itu untuk membuka restoran secara mendadak sebelumnya. Kenzo hanya bisa menyediakan dan memberikan dana untuk sang istri. Bahkan ia meminta sang sahabat—Lucas, untuk membantu sang istri mengenai ilmu marketing, dan lain sebagainya. Itu pun tidak gratis. “Tapi ujung-ujungnya kau jadi lupa dengan tugasmu sebagai istri,” sahut Kenzo. Florencia lantas menghela napas panjang. Rasanya sudah malas sekali berdebat dengan Kenzo, apalagi di pagi hari seperti ini. Ia benar-benar tidak mau jika moodnya berubah menjadi buruk. “Jika sudah selesai, segera turun untuk sarapan. Aku tunggu di bawah,” ujar Florencia, memilih untuk mengakhiri konversasi. Sebab ia tidak mau pembahasannya dengan Kenzo bertambah panjang. +++ Sementara itu, Eleanor buru-buru berlari menuju halaman depan melalui pintu samping mansion. Ia harus cepat-cepat sampai, sebelum tuan ataupun sang nyonya muncul dan mengetahui jika ibu tirinya diam-diam datang. Dengan nafas terengah, puan itu memanggil seorang wanita yang berdiri di teras depan. Nyaris mendekat ke arah pintu. “Bibi Marie!” panggil Eleanor. Puan itu lekas menarik tangan sang ibu tiri dan mengajaknya menuju ke halaman samping mansion. Setidaknya, di sana sedikit aman untuk sekedar mengobrol singkat. “Kenapa Bibi kemari?” tanya Eleanor. Sejak awal memang puan itu tidak pernah memanggil ibu tirinya dengan sebutan ibu. “Apa Bibi sudah mendapatkan kabar dari Ayah? Apa Ayah berhasil mendapatkan uang untuk melunasi semua hutang-hutangnya pada tuan Kenzo?” Tatapan puan itu benar-benar penuh harap. Ia sudah tidak betah berada di tempat tersebut. “Kenapa Bibi diam saja? Tolong katakan sesuatu. Ayah sudah mendapatkan uang—” “Tidak!” sela Marie dengan cepat. “Lalu kenapa Bibi kemari? Berbulan-bulan kalian menghilang dan menjadikan aku jaminan di sini. Sekarang Bibi tiba-tiba muncul, dan dengan gampangnya mengatakan tidak? Kemana kalian—” “Ceritanya panjang,” ujar Marie kembali menyela. “Yang jauh lebih penting sekarang adalah menyelamatkan ayahmu. Nyawanya sedang terancam sekarang. Dan yang bisa menyelamatkannya hanya kau. Bibi butuh bantuan darimu!” “M—maksud Bibi apa? Nyawa ayah terancam?! Bagaimana bisa...” “Ayahmu berhutang pada salah seorang mafia. Niatnya untuk melunasi semua hutang-hutangnya pada tuan Kenzo, agar bisa membawamu pulang kembali. Tapi ternyata, ia justru kena tipu oleh temannya sendiri. Semua uang yang ia dapatkan dari mafia itu dibawa kabur. Kami berbulan-bulan tidak ada kabar karena bersembunyi dari mafia itu, Eleanor! Tapi sekarang, ayahmu tertangkap. Jika sampai tiga hari kedepan kita tidak mendapatkan uangnya, maka nyawa ayahmu yang akan menjadi taruhannya.” Sumpah demi apapun, Eleanor sebenarnya ingin marah. Kenapa harus berhutang pada mafia? Kenapa semuanya justru bertambah rumit? “Lalu bagaimana caranya bisa mendapatkan uang hanya dalam waktu tiga hari, Bibi?” “Minta tolong saja pada tuan Kenzo. Bibi yakin dia pasti akan membantu dan—” “Apa Bibi sudah gila?” sela Eleanor. “Aku dijadikan jaminan dengan bekerja di sini agar ayah bisa melunasi semua hutang-hutangnya pada tuan Kenzo. Lalu Bibi menyuruhku untuk meminta bantuan padanya?” “Tidak ada cara lain, Eleanor! Apa kau mau kehilangan ayahmu, hah?! Bibi tidak mau tau, kau harus bisa meminta bantuan pada tuan Kenzo dan mendapatkan uangnya.” “Bibi—” “Bibi tunggu kabar baiknya besok!” ujar Marie menyela. “Jaga diri baik-baik, aku pergi sekarang.” Sumpah demi Tuhan, apa yang harus Eleanor lakukan nanti?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

TERNODA

read
198.3K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.4K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.0K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
29.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
40.2K
bc

My Secret Little Wife

read
131.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook