3. MoonCake

1578 Words
Malang, 2021. "Menurutmu, kenapa laki-laki tidak menyukai hal imut?" tanya Sahnum merangkul perut suaminya dari belakang. Saat ini Kabiru tengah menghias cup cake yang sudah matang. Hari ini dia berinisiatif membuatkan kue manis untuk istrinya itu. Sejak mempunyai rasa pada Sahnum, Kabiru tidak pernah absen belajar membuat cup cake. "Hal imut apa?" tanya Kabiru dengan datar. "Seperti cup cake dengan hiasan cream berwarna pink, terus gantungan kunci berbentuk kucing, rambut dikucir dua, kenapa laki-laki tidak suka itu?" oceh Sahnum. Sahnum makin mengeratkan pelukannya pada sang suami. "Alay," jawab Kabiru. Sahnum cemberut, perempuan itu memaksa tubuh Kabiru untuk menghadap ke arahnya. Kabiru pun menurut, walau kepribadiannya dingin, dia selalu berusaha untuk membahagiakan istrinya dengan caranya sendiri. "Hatimu terlalu batu!" ucap Sahnum menusuk-nusuk dadaa Kabiru. "Letak hati bukan di sini!" ujar Kabiru memegang tangan Sahnum yang ada di dadanya. Kabiru menuntun tangan Sahnum untuk menuju perut bawah bagian kanannya, "Letak hati ada di rongga perut, di sebelah kanan dan berada di bawah diafragma," ujar Kabiru memberitahu. "Akhhhh ... Aku tidak ingin tau!" pekik Sahnum dengan kencang sembari memukul dadaa suaminya. Kebiasaan Sahnum kalau kesal selalu memukul Kabiru. "Siapa yang peduli di mana letak hati yang sesungguhnya!" dengus Sahnum meniup rambut Kabiru dengan kencang sembari menjinjitkan kakinya. Setelahnya gadis itu segera melenggang pergi meninggalkan dapur. "Moon!" panggil Kabiru pada istrinya. Sahnum tidak menanggapi, walau mereka sudah menikah tetap saja Kabiru berekspresi dingin. Melihat istrinya yang tidak menanggapi membuatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Walau istriku suka cemberut, suka marah, dan cerewet, aku tetap mencintainya," ucap Kabiru seorang diri. Sedangkan Sahnum merebahkan tubuhnya di Sofa dengan kesal. Pikiran Sahnum berkelana pada sepuluh tahun silam, saat dimana niat baiknya malah dibalas jahat oleh suaminya. Tulungagung 2011. Hari-hari Sahnum sangat menyenangkan, gadis itu melakukan banyak kegiatan di setiap harinya. Sepeti saat bangun pagi-pagi, gadis itu sudah berkutat dengan adonan cup cake di tangannya. Setiap jam lima pagi dapurnya selalu ramai oleh suara alat-alat masak yang bergesekan satu dengan lainnya. Suara mixer dengan speed tinggi pun turut membisingkan suasana. Alya ibu Sahnum sudah hapal dengan kegiatan gadis kecilnya. Lahir dari keluarga berada dan merupakan anak tunggal membuat Sahnum selalu diperbolehkan melakukan apapun asal dia senang. Termasuk membuat cup cake setiap hari yang akan dia bawa ke sekolah. "Tumben buatnya banyak," celetuk Alya saat melihat Sahnum membuat banyak cup cake, biasanya Sahnum hanya membuat tiga biji. Sahnum tidak menjawab, gadis itu hanya tersenyum simpul sembari menata semua cup cake yang akan dia panggang di oven besar miliknya. "Bu, Sahnum nitip ini ya. Kalau sudah matang tolong angkatin, Sahnum mau mandi dulu," ucap Sahnum pada ibunya. "Baik," jawab Alya seraya tersenyum. Sahnum ngacir begitu saja memasuki kamar mandinya. Senyum terus mengembang di sudut bibirnya. "Sahnum ... Ayo berangkat!" teriak Erlan dari luar rumah Sahnun. Sahnum yang masih mandi pun segera mempercepat mandinya. Erlan sahabat serta tetangganya itu yang paling rajin ke sekolah. Kalau Sahnum tidak segera keluar sudah pasti dia akan ditinggal oleh Erlan. "Sahnum ...." teriak Erlan lagi. Sahnum segera masuk ke kamarnya dan memakai seragam dengan kilat. Tanpa memakai bedak sedikit pun, perempuan itu menyambar sepatunya dan memakainya cepat. Sahnum juga menyambar tas ranselnya yang buru-buru dia pakai. "Akan aku tusuk perut kamu kalau kamu ninggalin aku, Erlan!" pekik Sahnum berlari ke dapurnya untuk mengambil cup cake. Ternyata ibunya sudah memasukkan banyak cup cake ke dua box besar. Mata Sahnum menatap satu cup cake yang tersisa di meja, ia menganbil cream dalam plastik segitiga dan menghiasnya ke satu cup cake itu. Tak lupa dia juga menabur permen bulan di atas cake itu. "Kok yang dihias cuma satu? Kalau kamu minta hias semuanya, pasti tadi ibu hiasin," ujar Alya. "Tidak apa-apa, Bu. Kalau gitu aku berangkat dulu, Erlan sudah teriak-teriak," jawab Sahnum menyalami punggung tangan ibunya. "Kebiasaan Erlan teriak-teriak, tapi disuruh masuk gak mau masuk," omel Alya. Sahnum menganggukkan kepalanya, ia tidak kaget dengan tabiat Erlan yang memang seperti itu. Sahnum membawa dua box cup cake dan satu di atasnya dia beri wadah cantik. Itu cup cake khususon. Saat sampai depan rumahnya, Sahnum melihat wajah Erlan yang memerah. Erlan marah karena merasa lama menunggu Sahnum. "Kalau kali ini kita telat, aku akan membakarmu hidup-hidup!" ucap Erlan dengan nada mengancam. "Nih bawa cup cake ini. Tanganku capek!" ujar Sahnum memberikan dua box pada Erlan yang langsung diterima Erlan walau dia ingin protes. Satu cup cake di atas box dia ambil untuk dia bawa sendiri. "Ayo cepat, mobilnya keburu berangkat," ucap Sahnum menuju ke arah mobil angkutan umum yang biasa mengantar anak sekolah. Sepanjang perjalanan Erlan tidak berhenti mengomel, dia menyalahkan Sahnum yang harus membuatnya naik mobil angkutan berdesak-desakan. Padahal kalau Sahnum siap dari pagi, mereka bisa naik sepeda sama-sama tanpa harus bercampur keringat dengan orang lain. Sampai pada sekolahan, ternyata bel sudah berbunyi dengan nyaring. Untungnya gerbang ditutup setelah Erlan dan Sahnum berhasil masuk. Di kelas sebelas C, wali kelas bernama Pak Arya sudah datang. Pak Arya mengajar guru Matematika, terkenal disiplin walau orangnya lumayan sabar. Kabiru mengetuk-ketukkan jemarinya di mejanya. Sesekali dia melihat jam yang menempel di dinding bergantian melihat pintu kelasnya. Cowok itu seolah sedang menanti seseorang. "Ahhh dimana sih si Sahnum?" erang Fiya di bangku belakang.. "Ekhhem .... " Pak Arya berdehem menatap seisi kelasnya. Ia melihat dua bangku kosong yang ada di barisan ke tiga pojok kanan dan ke empat pojok kanan. Pak Arya wali kelas saat mereka masih kelas sepuluh. Beliau hapal betul siapa yang hobby terlambat, yaitu Sahnum. "Pak ... Lapor!" pekik suara laki-laki yang muncul di depan pintu sembari mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Semua mata memandang ke arah Erlan yang memegang dua kotak yang terlihat berisi makanan. Di belakangnya disusul Sahnum yang juga tampak ngos-ngosan. "Sahnum, kebiasaan kamu gak pernah berubah. Terlambat hampir setiap hari, kamu mau mengisi absen keterlambatan dengan namamu sendiri?" tanya Pak Arya dengan berkacak pinggang. Sahnum meringis mendengar ucapan Pak Arya, apalagi teman-temannya juga memandang ke arahnya. "Alfa, catat Sahnum dan Erlan terlambat lima menit!" titah Pak Arya pada Alfa. Alfa pun mengiayakan. "Sekarang kalian duduk!" titah Pak Arya pada dua murid yang telat itu. Sahnum bernapas lega, perempuan itu segera berlari dan mengambil duduk di bangkunya. Cup cake yang dia bawa, dia sembunyikan di laci mejanya. Brakk! Erlan meletakkan dua box cup cake di bangku Sahnum dengan kencang hingga membuat teman-temannya tersentak kaget. "Awas kamu, istirahat aku akan habisi kamu sampai jadi abu!" ancam Erlan dengan kejam. Sahnum meringis kecil mendengar ancaman Erlan. Buru-buru ia menyembunyikan boxnya ke bawah bangkunya. Sahnum segera mengambil buku dalam tasnya untuk mengikuti pelajaran. Sejak tadi sudut mata Kabiru terus melirik gerak-gerik Sahnum. Namun satu patah kata pun tidak keluar dari bibir remaja itu. "Ohh ya ampun ... Bukuku di mana?" pekik Sahnum dengan kecil, tapi masih bisa didengar oleh Kabiru. "Aku gak bawa buku matematika," gumam Sahnum menutup kembali tasnya. "Sahnum!" panggil Pak Arya yang membuat Sahnum tersentak. "Apa kamu melupakan buku pelajaranmu?" tanya Pak Arya yang tepat sasaran. Sahnum menganggukkan kepalanya. "Alfa, catat! Sahnum tidak membawa buku pelajaran, nanti setiap nilai matematika yang dia dapat maka akan dikurangi lima poin!" tegas Pak Arya dengan kejam. Sahnum lemas, gadis itu merebahkan kepalanya di mejanya. Pak Arya mulai melanjutkan pelajarannya. Kali ini tentang logaritma yang sama sekali tidak Sahnum mengerti. Sahnum mengangkat kepalanya mengarah ke depan, tapi pandangannya kosong. Dia merutuki dirinya yang datang terlambat, juga melupakan buku matematika. "Dengerin pelajarannya, jangan melamun!" ucap Kabiru dengan datar. Sahnum tidak menanggapi, perempuan itu masih sibuk dengan pemikirannya sendiri. Karena kesal, Kabiru menyikut lengan Sahnum dengan kencang. Sahnum tersentak sedikit dan menoleh ke arah Kabiru. "Dengerin penjelasan guru!" titah Kabiru lagi. Sahnum menarik ujung bibirnya dengan sinis. Datar sekali cowok yang duduk satu bangku dengannya itu. Setelah dua jam pelajaran, akhirnya habis sudah jadwal matematika. Tampak para murid menghela napasnya dengan lega. Mereka bahagia bisa terlepas dari deretan angka. Melihat guru sudah keluar, Sahnum segera mengambil dua boxnya. "Teman-teman, sini semuanya!" teriak Sahnum pada teman-temannya yang langsung menoleh. Mereka berteriak kegirangan seolah mendapat jackpot. "Ambil satu-satu!" ucap Sahnum lagi yang membuat mereka lantas menghampiri Sahnum dan mengambil satu persatu cup cake. "Untuk kalian semuanya!" "Asiik ... Makasih Sahnum!" ujar mereka dengan kompak. Sahnum menganggukkan kepalanya dengan senang saat teman-temannya menyukai cup cake yang dia berikan. Setelah semua cup cake habis, Sahnum segera menata boxnya lagi dan meletakkan di bawah mejanya. Sahnum melihat Kabiru yang sama sekali tidak bereaksi apapun. Sudah Sahnum duga kalau Kabiru tidak seantusias teman-temannya. Sahnum duduk kembali, dia merogoh laci bangkunya dan mengambil satu cup cake yang berhiaskan cream warna pink dengan taburan permen berbentuk bulan kecil-kecil. "Ini untukmu!" ucap Sahnum menyerahkan cup cake pada Kabiru. Cake itu memang berniat ia berikan pada Kabiru. Namun sayang, Kabiru menggelengkan kepalanya tanda dia tidak mau. "Kenapa?" tanya Sahnum bingung. "Ini enak loh, bahkan ini ada cream dan permennya. Apa kamu tetap tidak suka?" tanya Sahnum lagi. Kabiru tetap menggelengkan kepalanya dengan kekeuh. Sahnum tidak menyerah begitu saja. Gadis itu terus menyodorkan pada Kabiru. "Alay," ujar Kabiru yang akhirnya membuka suara. Kabiru meneliti cup cake itu yang berbeda dari punya teman-temannya yang lain. "Ini bukan alay, ini bagus dan berseni," elak Sahnum. "Apa kamu datang terlambat karena membuat ini? Kamu sudah besar, apa tidak kamu pikirkan konsekuensi apa saat kamu terlambat? Belum lagi gara-gara cake sialann ini kamu juga lupa membawa buku matematika. Kalau tidak pintar dalam pelajaran, harusnya kamu bisa disiplin!" ucap Kabiru panjang lebar sembari menepis cake yang dibawa Sahnum. Sahnum menatap tak percaya pada Kabiru yang mengatakan hal menyakitkan. Belum lagi cake yang telah lama dia buat teronggok mengenaskan di bangku. Cream dia atas cup cake itu juga tidak berbentuk lagi. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD