Mulai tumbuh

1734 Words
Suara dari Andmesh yang menyanyikan lagu Cinta Luar Biasa, terdengar memenuhi sudut kamar Clarissa. Ia kembali mengingat kejadian tadi pagi di kelas nya. Sampai mata kuliah Pak Jefran selesai, setelah mata nya bertemu dengan mata Pak Jefran ia tidak ingin menatap Dosen itu lagi. Tanpa sadar ia justru mengulang-ulang lirik lagu itu, tiba-tiba jantungnya berdetak lebih cepat. “Lah, gue kenapa?” Tanya nya pada diri sendiri. Lirik yang ia nyanyikan itu ia sadari kalau hampir sepenuhnya mirip dengan apa yang ia rasakan sekarang, beda nya hanya lagu itu untuk siapa. Mata nya teralihkan, kini ia fokus pada ponsel yang baru saja ia ambil di atas meja. Ia membuka sebuah dokumen berisi jadwal perkuliahan untuk hari-hari berikut nya. Pencarian nya berhenti pada deretan mata kuliah Farmakologi. “Satu minggu ada tiga kali?” Ia baru saja sadar kalau mata kuliah itu sangat banyak waktu nya. “Kok gue baru nyadar ya?” Clarissa menghela napas nya, ia ingat kalau selama ini tak pernah memperhatikan mata kuliah Farmakologi. Lagi pula karena dosen nya adalah Pak Refrandra jadi untuk apa ia begitu memperhatikan mata kuliah ini. Berbeda dengan saat ini, dosen nya sangat mempesona pasti Mahasiswa lain selain diri nya akan menatikan mata kuliah ini. “Sa?” Suara seseorang bersamaan dengan saa ketukan pintu membuat Clarissa menoleh ke arah pintu lalu segera berdiri. Ia berjalan ke arah pintu kamar dan membuka pintu kamar nya, di depan nya kini Yura tampak berdiri sambil tersenyum ke arah nya. “Kenapa, Ra?” Tanya nya bingung. “Engga apa-apa sih, Cuma mau berbagi kebahagiaan aja.” Kata nya sambil cengengesan, lalu masuk ke dalam kamar tanpa perintah dari Clarissa. Melihat Yura seperti Rissa hanya menggelengkan kepala nya, pasti tak jauh dari soal laki-laki. “Tebak deh gue mau ngasih tahu apa sama lo!” Ucap nya bersemangat. “Ra, jangan tebak-tebakan deh engga bisa gue.” Yura lagi-lagi cengengesan, “Ya maaf, yaudah gue kasih tahu kenapa gue bahagia banget hari ini.” Clarissa mengangguk, memaksakan senyum nya sembari menunggu Yura mengatakan sesuatu. “Gue tahu ** nya Pak Jefran!” Jawab nya bersemangat, sambil menunjukkan layar ponsel nya yang menampilkan profil ** Dosen itu. Deg. Rasa nya kok seperti tidak enak, dan senang bersamaan. Harus nya ia tidak mempunyai perasaan seperti ini sekarang. “Sa, lo kok diem sih?” Tegur Yura yang kesal melihat Rissa justru tak menampilkan ekspresi apa-apa. “Hah?” Tanya nya gelagapan, “Iya, bagus deh.” “Gue follow jangan?” Tanya nya tak sabar. “Ya terserah lo aja sih.” Ucap nya sedikit tak acuh. “Gue follow aja deh, terus gue DM. Siapa tahu jadi kabar-kabaran deh, deket deh, terus jadian deh..” Ucap nya penuh penekanan dan nada yang semakin naik. Ia kemudia tertawa, dan beranjak pergi dari kamar Rissa. Rissa hanya menatap nya bingung. Yura benar-benar menggila pada Pak Jefran. Bukan nya menjawab, Rissa memilih untuk menghela napas dan beranjak dari tempat nya. Ia harus menutup pintu, sebab Yura tak bertanggung jawab setelah membuka nya. * “Rissa?” Clarissa kenal, itu pasti suara Abdi. Ia menghentikkan langkah nya, lalu membalikkan badan nya. “Kenapa?” Jawab Clarissa tanpa berteriak. Abdi tak menjawab nya, ia berjalan menuju ke arah Clarissa. Setelah cukup dekat, abdi menyerahkan lembaran yang belum Rissa ketahui sebelumnya. “Ini apa?” Tanya Rissa, ia mengambil brosur itu sambil menatap Abdi bergantian. “Ini materi, siang ini ada seminar. Tolong kasih tahu yang lain ya, bisa?” Kata Abdi pada Clarissa. “Gue kira ini brosur.” Jawab nya sambil terkekeh. “Seminar apa, Di? Kok dadakan?” “Kurang tahu sih, Cuma tadi dapet info aja dari admin di bawah.” “Oke deh, nanti gue sebar sama anak kelasan. Di aula kan?” Tanya Clarissa memastikan. “Iya, aula bawah ya. Bukan aula ini.” Jawab Abdi sambil menunjukkan aula yang ada di sekitar nya. “Oke deh.” Kata Clarissa, lalu ia melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kelas. Sambil membaca garis besar materi yang akan disampaikan, ia juga mencari siapa pemateri dari seminar ini. BAHAYA DOSIS YANG TERLALU TINGGI BAGI PARA PENGONSUMSI OBAT NYERI Pemateri : dr. Jefran Elvaro Clarissa membeku, ia sedikit heran. Kenapa Dokter itu menjadi sangat sering ada di lingkungan nya? Tapi, tanpa ia sadari bibir nya tertarik membentuk senyum. “Sa? Apaan tuh?” Tanya Yura yang sedari tadi memperhatikan nya dari tempat duduk. Clarissa menoleh, ia tak menjawab pertanyaan Yura. “Heh?” Tegur Yura lagi, kali ini lebih keras. “Apa?” Jawab Clarissa, sambil berjalan ke arah Yura. “Itu apaan?” Yura penasaan, ia segera berdiri untuk melihat apa yang Clarissa pegang sejak tadi. Clarissa menyerahkan lembaran itu. “Nih.” Yura segera meraihnya lalu membaca nya dengan seksama. Clarissa yakin pasti setelah ini ada respon di luar dugaan lagi dari diri Yura. Benar saja, Yura menatap nya Clarissa lalu menepuk bahu Clarissa berkali-kali. “Apaan?” “Sumpah ya, gue semangat banget kuliah sekarang!” Kata Yura dengan penuh ekspresi. Clarissa menatap Yura dengan wajah cemberutnya. “Iya, Ra.” Kata Clarissa seadanya. Yura nyengir, ia bahkan tak peduli mau sekesal apa Clarissa saat ini. Yang terpenting diri nya bahagia. Sekitar pukul 10, kelas sudah terisi penuh oleh mahasiswa. Clarissa mencoba menjelaskan di depan mereka, kalau sebentar lagi akan ada seminar di aula bawah. Ia juga dibantu Elen dan Yura untuk membagikan selembaran materi yang tadi Abdi titipkan kepada nya. Setelah selesai memberikan info kepada yang lain, ada intruksi dari kelas lain untuk segera pergi ke aula bawah. Semua nya segera berdiri dan membawa alat tulis masing-masing. Sedangkan Clarissa memilih datang terakhir karna pamit ke toilet. “Mau gue temenin engga, Sa?” Tawar Yura yang kini berdiri di depan pintu toilet. “Engga usah, gue tahu lo engga sabar kan liat itu Dokter.” Kata Clarissa dengan wajah meledek. Yura nyengir, “Tau aja lo!” “Udah sana.” Usir Clarissa pada Yura. Setelah kepergian Yura, ia juga segera masuk ke toilet. Clarissa juga tak biasa nya seperti ini, ia tak kuat lagi kata nya menahan untuk tidak buang air kecil. Mungkin, karena ia sering minum banyak ahir-akhir ini sehingga membuatnya harus bola-balik toilet jika sedang di kampus. Setelah selesai membuang air kecil, Clarissa berdiri di depan cermin. Entah kenapa sebelum keluar, ada rasa ingin berkaca diri dan berpenampilan lebih baik dari biasa nya. Ia membernarkan pakaian nya, juga semua yang ia kenakan. Setelah dirasa selesai, Clarissa keluar dari toilet dan turun ke lantai bawah menuju Aula. Ia menengok ke kanan dan kiri, ternyata sudah sangat sepi. Itu artinya hanya diri nya saja yang belum masuk ke Aula. Clarissa menarik napas dan membuang nya perlahan, ia jadi tidak enak hati karena terlambat sendirian. “Huh..” Helaan napas nya terdengar saat melihat pintu Aula masih terbuka. Ia segera berjalan, dan hendak masuk sambil memegang gagang pintu Aula. Berniat untuk menutup nya ketika ia sudah masuk. Deg. Tubuh nya hampir bertabrakan dengan orang yang belum ia lihat wajah nya, sebab Clarissa agak menunduk. “Eh,” Clarissa langsung melepas pegangan nya pada gagang pintu, lalu mengangkat kepala nya untuk melihat siapa di hadapan nya. “Maaf..” Ucap Clarissa sedikit terbata-taba, sebab Clarissa tak yakin kalau yang ia temui hari ini adalah mahasiswa di kampus nya. Wajah nya benar-benar asing. Namun, tak ada respon sama sekali dari laki-laki yang hampir bertabrakan dengan nya itu. Ia membeku, menatap Clarissa terus-menerus. Clarissa merasa tak nyaman, ia juga merasa sangat tidak enak. “Maaf sekali lagi, permisi..” Ucap nya sambil berjalan sedikit menghindar dari laki-laki itu. Ia memilih masuk ke dalam Aula dan mencari keberadaan teman-teman nya untuk bergabung. “Lama banget sih!” Tegur Yura. Clarissa hanya menyengir, dan tak mengucap apa-apa setelah duduk. “Lo tuh ya, gue udah berapa kali ngusirin orang yang mau duduk di sini. Sampe gue diomongin noh sama orang-orang.” Adu nya sambil memasang wajah kesal pada Clarissa. “Maaf ya sayang ku.” Kata Clarissa dengan memasang wajah melas nya. Clarissa lupa kejadian tadi, ia juga tak memikirkan dalam-dalam siapa yang bertabrakan dengan nya tadi. Berbeda dengan ia yang berdiri di dekat pintu. Mata nya tak lepas dari memandangi seorang Clarissa. * “Lo senyam-senyum kenapa?” Tegur Jefran, sebab melihat tingkah Gio yang berbeda. “Senyam-senyum apaan sih, Jef?” Kata Gio bingung. Jefran melipat kedua tangan nya di d**a, lalu kini berdiri di hadapan Gio. “Lo tuh dari tadi tiap gue ajak ngomong, pasti lo jawab kaya jaim gitu. Senyam-senyum ga jelas kaya lagi diperhatiin.” Gio menepuk dahi nya, apa benar ia sekarang begitu? Jefran menghela napas nya, lalu melirik jam di pergelangan tangan nya. “Udah jam segini, siap-siap di posisi.” Gio langsung mengambil posisi. Hari ini memang Gio mengiyakan untuk ikut bersama Jefran, ia kira ia hanya mengajar di kelas. Tahu nya Jefran justru membawa nya untuk mengisi acara seminar, s****n memang Jefran. “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Jefran mulai membuka acara seminar nya dengan mengucapkan salam. Terdengar suara mahasiswa yang menjawab secara serentak. “Baik, kali ini saya akan kembali mengisi materi namun bukan di kelas ya. Tapi di acara seminar kesehatan ini.” Jefran memberi jeda pada ucapa nya. “Hari ini seperti yang kalian lihat, saya tidak sendiri. Di sini saya membawa kerabat saya, yang kebetulan profesi nya sama seperti kalian yaitu perawat.” “Seperti yang sudah kalian tahu, kalau materi mengenai dosis ini akan dibagi dua dalam penyampaian nya. Yang pertama adalah, bahaya dosis yang tinggi yang akan disampaikan oleh saya sendiri. Yang kedua adalah bagaimana peran perawat dalam meghadapi situasi mengenai permasalahan dosis. Baik dalam cara pemberian, ataupun dalam situasi pasien yang terlanjur mengonsumsi obat dalam dosis yang sangat tinggi. Yang akan disampaikan oleh kerabat saya.” Jefran adalah satu-satu nya pemateri yang membuat satu ruangan hening, dan benar-benar didengarkan. Kekuatan Jefran untuk membuat semua terfokus pada nya sangat lah berguna, itu sebab nya ia dipanggil untuk mengisi acar seminar kali ini. Tak jauh beda sebenarnya dengan Gio. Sebab Jefran dan Gio adalah perpaduan pertemanan yang sangat orang idamkan, yang satu tampan dan yang satu lagi manis. Sungguh idaman. “Baik saya mulai sekarang, jiak ada pertanyaan nanti di sesi akhir saja ya.” Gio memilih duduk sementara Jefran memberi materi, ia juga harus menyusun rangkaian kalimat juga penyampaian yang baik seperti apa. * Baik Jefran ataupun Gio, mereka berdua telah selesai menyampaikan materi. Begitupun sesi pertanyaan yang telah mereka jawab dengan baik. Karena mereka mumpuni dalam bidang kesehatan, jadi tidak sulit bagi mereka melakukan kedua nya. Bagi Jefran, keberadaaan Gio sangat membantu nya. Selain Mahasiswa tak hanya paham materi, mereka juga memahami bagaimana peran mereka nanti saat di lapangan. “Gila ya, Sa.” Kata Yura. “Siapa yang gila?” “Udah cakep, pinter, temen nya juga manis. Kurang apa coba? Itu juga yang nama nya Gio manis banget. Lo serius ga tertarik sedikitpun?" Cecar Yura pada Clarissa. Clarissa menggeleng, “Yura, kenapa sih setiap kalimat lo ujungnya nanyain gue tertarik atau engga?” Yura tertawa, “Ya kan siapa tahu, kita bisa dapetin mereka. Terus jalan-jalan berempat deh, cakep ga tuh?” “Cakep banget!” Seru Ellen, mendukung ucapan Yura. “Nah, ada si Ellen tuh yang bisa foto in kita nanti. Kan gampang.” “iya bener, ada gue.” Ucap Ellen menyetujui saran Yura. Kenapa Ellen terlewat polos nya, sampai dijadikan nyamuk dalam hubungan juga ia bersedia. Clarissa benar-benar tak memahami jalan pikiran Yura dan Ellen. Sudah berada di tingkat 2, tapi masih tetap saja seperti remaja labil. Clarissa menghela napas nya. Tatapan nya beralih pada kedua orang yang mengisi materi di depan, ia baru menyadari sesuatu. “Itu kan cowo yang tadi ketemu di pintu.” Batin Clarissa. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD