5

1081 Words
      Kara melirik buku resep itu dengan serius. Dia ingin menjadi istri yang baik, salah satunya dengan memuaskan perut suami. " Dagingnya langsung di oles bumbu aja.." gumam Kara pelan lalu bergegas beralih pada daging ayam yang sudah di rebus 30 menit itu. Kenan keluar dari kamar dengan rambut setengah basah." Adek masih masak? " Kenan duduk tepat di samping Kara yang tampak serius itu. Kara melirik Kenan dengan alis bertaut." Kok masih basah rambutnya mas? Bukannya di keringin?" Kara kembali fokus pada daging yang tengah di baluri bumbu. " Mas pengen liat kamu masak jadinya ga sabaran.." Kenan terkekeh pelan. Kara mengulum senyum malu - malu, Kenan seperti remaja yang di mabuk cinta, benar - benar berlebihan. Membuat jantungnya berdebar tak karuan. *** Kenan tak bisa menahan senyumnya untuk tidak merekah lebar, Masakan Kara sangat enak dan itu Kenan tidak bohong. Kenan semakin di buat jatuh cinta. " Sini dek.." Kenan menepuk pahanya, menyuruh Kara duduk di sana. " Mas Kenan lagi makan, aku malah ganggu " Kara terlihat masih malu. Kenan menggeleng pelan." Kamu ga ganggu, Sini dek.." Lagi Kenan menepuk pahanya. Kara beranjak lalu duduk di pangkuan Kenan dengan rona merah mulai tampak. Kenan memeluk pinggang kecil Kara, di kecupnya pipi kara. " Masakan kamu enak banget, Mas makin cinta sama kamu dek.." Kenan menatap Kara benar - benar memuja. Kenan akan semakin berusaha membahagiakan Kara. " Makasih pujiannya mas.." Kara menunduk murung."Kara jadi kangen Ben.." lanjutnya lirih. Kenan mengecup lagi pipi Kara." Mas juga, kita video call pun kasihan, Ben pasti nangis pengen ketemu tapi kita harus honeymoon dulu dek, biar Ben ada temen.." Kara sedikit salah tingkah." Ma-Mas makan dulu.." Kara mencoba mengalihkan topik. " Suapin, mas pengen di manja kamu " *** Kara menggeliat pelan, pegal di tubuhnya mulai terasa. Kara melirik jendela, ternyata belum malam. Kara beralih melirik jam dinding sekilas lalu berakhir pada Kenan yang terlelap di sampingnya. " Mas Udah jam 4 sore, aku mau mandi.." Kara berusaha melepaskan lilitan Kenan di tubuhnya yang terasa kuat. " Kamu masih capek de, tidur aja ntar mandi bareng aja.." Kenan berujar dengan suara serak. " Tapi Kara ga nyaman mas, gerah juga.." Kenan mengecup bahu Kara lalu melepaskan lilitannya." Makasih sayang, buat hari ini.." Kenan melempar senyum dengan mata mengantuk. Kara mengulum senyum." Sama - sama mas, Kara mandi dulu " pamitnya dengan meraih gaun rumahan yang terongok di lantai. " Mas nyusul, Mas kumpulin dulu nyawa mas.." Kara semakin di buat merona, perbedaan umur membuat Kara kewalahan menerima gairah pria dewasa seperti Kenan. Kenan seperti tak pernah lelah. Kara kembali merasa bersalah, Kara seperti bahagia di atas penderitaan. Kara merasa menyakiti kakaknya Sinta jika bahagia dengan Kenan. " Dek? Kenapa? " bisik Kenan saat melihat Kara masih duduk dengan meremas gaun rumahannya. " Eh? Engga mas, mas tutup mata dulu, Kara mau di baju.." Kara terlihat gelagapan. *** Kenan menggosok punggung Kara dengan lembut, keduanya tengah berendam di air hangat. Kenan mengecup bahu Kara gemas." Kamu punya mas dek, ga akan mas lepas.." tekadnya lalu memeluk Kara sekilas dan membalik tubuh Kara agar menghadapnya. " Mas, kapan selesainya kalo mas terus gini? " Kara malu, Kenan terlalu mengamati tubuhnya yang polos itu. Kenan membersihkan sabun di bagian depan Kara." Mas mau coba di sini boleh? " Kenan menatap Kara penuh harap. Imajinasinya memang sudah keterlaluan. Kara salah tingkah, mana bisa juga dia menolak." Aku terserah mas.." cicitnya. Kenan melebarkan senyumnya lalu mengangkat tubuh Kara agar beranjak, Kenan menyudahi acara berendam - rendam manjanya. Kara menahan tubuhnya dengan menompang pinggiran tembok, Kenan membuat posisinya menjadi menungging. " Ah mas.." lirih Kara saat Kenan mulai meraba sana - sini untuk memancingnya. Saat terasa sudah siap Kenan pun memasukan miliknya dengan memeluk belakang tubuh Kara yang mungil.  " Mas Kenan.. Pelan.." Kara meringis tak bersuara, posisinya ini membuatnya sakit. Kenan memelankan gerakannya, memeluk erat Kara yang mendesah pelan. Kenan sedikit mempercepat gerakannya membuat Kara kembali meringis pelan. *** Kara merasakan intinya ngilu, padahal kejadian di kamar mandi itu sudah lewat 6 jam. Kenan menguraikan pelukannya saat merasa Kara gelisah di dalam tidurnya. " Kamu kenapa? Pucet juga? " tanya Kenan cemas. Kara menggeleng pelan, dia tidak ingin Kenan merasa bersalah padanya. " Jujur, mas ga suka kamu bohong! " tegasnya. Kara menundukkan tatapannya." Punya Kara sakit mas.." cicitnya lirih. Kenan terdiam sejenak." Apa karena di kamar mandi? Mas kasar ya? Posisinya bikin kamu sakit ya? Kenapa ga nolak, mas bisa ubah.." Kenan memeluk Kara dengan merasa bersalah. " Nanti sembuh, mas ga usah sedih.. Kara ga papa kok.." Kara menatap Kenan dengan senyum kecil, kantuknya mulai terasa namun intinya masih terasa tak nyaman. Kenan mengecup kening Kara dengan tatapan meredup." Maaf ya sayang, lain kali tegur mas kalo sakitin kamu.." Kara mengangguk." Iyah mas.." *** " Oke, kita ke sana sekarang ma.." Kenan mematikan sambungannya dengan raut kusut.  Kara membantu Kenan mengancingkan kemejanya dengan air wajah cemas." Mas, jadi keluarga mendiang kak Rio dan mama udah tau tentang Ben? " mata Kara mulai berair. Kenan mengecup bibir Kara sekilas." Semua akan baik - baik aja, Ben akan tetap sama kita dek.. Dia akan tetap jadi anak mas.." yakinnya dengan penuh tekad. Kara tak bisa lagi menahan tangisannya." Kara sayang Ben, mas Kenan usahain ya jaga Ben, jangan sampai di ambil keluarga mendiang kak Rio.." mohonnya. Kenan menghela nafas pelan, di hapusnya air mata Kara dengan lembut." Mas akan sangat mengusahakan Ben.. Bantu do'a ya sayang.." Kara mengangguk dengan pasti. Kara masih di landa cemas, Kara tidak ingin di jauhkan dari Ben, Kara ingin selalu bersama keturunan mendiang kakaknya. Ben harus tetap berada di keluarga kecilnya. " Udah sayang jangan terlalu keras berpikir, mas akan usaha.." suara Kenan membuat Kara tersadar dari lamunannya. " Iyah mas, Kara cuma tetep takut aja.. Kara sayang Ben" " Mas juga sayang Ben.." Kenan mengusap kepala Kara dengan tatapan sama khawatirnya,  Kenan pikir hari ini tidak akan pernah terjadi. Kenan terlalu senang mengurusi Ben hingga lupa fakta bahwa anaknya itu bukanlah anaknya. " Keluarga kita juga berhak urus Benkan mas? Ibunyakan Kak Sinta " Kara menatap Kenan penuh harap dan mencoba mencari ketenangan. " Jelas dong, kita sangat berhak, jangan khawatir, semua akan baik - baik aja.." *** Kara duduk di balkon rumahnya dengan tatapan kosong, Kenan sedang berjuang di luar. Mencari pengacara handal agar bisa melawan keluarga mendiang Rio yang hendak mengambil Ben dari keluarganya.  " Mas panggil kenapa ga jawab de? " Kenan memeluk Kara dari belakang. " Eh? Mas udah pulang maaf Kara keasyikan.." Kara mendongkak, dengan cepat Kenan mengecup bibir Kara. " Mas udah siap lawan keluarga mendiang Rio, kita pulang besok, Ben juga kangen sama kamu.." " Beneran mas? Aku juga kangen sama Ben, oh iya mas mau mandi biar aku siapin " Kenan melepaskan pelukannya." Ga usah de, nanti aja.. Mas masih kangen sama kamu, pengen peluk kamu lagi" Kenan membalik tubuh Kara lalu di peluknya dengan erat di tambah dengan kecupan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD