3

1345 Words
      Kenan tampak bergegas menuju rumah sakit, walau anak yang di kandung Sinta bukan anak kandungnya tetap saja Kenan merasa khawatir mungkin karena Kenan selalu merawat kandungan Sinta seperti mengurus anaknya sendiri. Di ruang tunggu tampak orang tuanya dan orang tua Sinta berkumpul, terlihat khawatir. Kenan berdiri di samping Kara yang tengah menenangkan sang mama yang terlihat cemas. " Kak Sinta pendarahan saat tahu kabar kak Rio meninggal mas.." terang Kara dengan tatapan sendu, wajah gadis itu terlihat lelah dan sedih. Jelas Kara sedih, dia sudah kenal Rio bahkan Rio sama baiknya seperti Sinta padanya. Kara mendengar kabar kecelakaan Rio pun menjadi ikut terkejut. Kara sama sedihnya seperti Sinta namun Kara tahan demi menguatkan sang mama. Suster keluar dari ruangan dengan terlihat gelisah." Apa ada suami pasien? Nyonya Sinta ingin di temani.." Kenan bergegas menghampiri suster itu." Saya suaminya sus.." Kenan pun mengikuti sang suster ke dalam ruang persalinan. *** Kenan berjongkok dengan tangan gemetar. Walau kenangan yang di ukir dengan Sinta tidak semuanya bagus tetap saja seseorang yang selalu ada di sampingnya kini hilang tentu saja Kenan akan merasa kehilangan. " Waktu meninggal pukul 09 : 03 WIB.." ucap sang bidan. Kenan menghela nafas panjang. Suara tangisan bayi masih terdengar, Kenan pun menguatkan kakinya yang terasa lemas. Kenan sangat ingat ucapan Sinta tiga minggu lalu. " Aku akan pergi sama Rio. Kamu bisa bebas, bahkan nikahin Kara pun aku ga masalah.." Kenan tak tahu kalau Sinta dan Rio akan pergi dalam artian lain. Mungkin mereka memang jodoh di tempat lain. Semoga keduanya tenang.  Kenan menghampiri Sinta yang tampak kaku dan pucat. Kenan menyentuh jemari dingin wanita itu." Aku janji akan jaga Ben dengan sepenuh hati. Kamu tenang di sana.." bisiknya. Kenan membawa langkahnya keluar, suara tangisan sudah terdengar sebelum langkahnya sampai. Kenan bahkan melihat Kara yang lemas di pelukan adiknya, Keara. " Nan.. Sinta.." ucapan Nathasia tercekat lalu detik berikutnya pingsan. Fauzan bergegas meraih istrinya lalu membawanya ke ruangan sebelah ruang persalinan. Kenan melihat Kara yang luruh di pelukan Keara, dengan bergegas Kenan meraih tubuh Kara agar tidak menyentuh lantai. Dengan mata yang terpejam Kara terlihat terus terisak. " Mas Kara mas.." Keara tampak cemas dan berderai air mata saat melihat Kara yang terkulai di pelukan Kenan. Kenan mengangkat Kara lalu mendudukkannya di pangkuan. Tidak ada tempat lain saat di lihat hanya ada dua ruangan di sini, jika pun ada mereka harus berjalan cukup jauh menuju rumah sakit sebelah tempat persalinan itu. Tidak ada lagi waktu. " Kara.. Hey.. Kara.." Kenan menepuk pipi Kara agar tersadar. Kenan melirik Keara." kamu ambil air sama minta minyak kayu putih gih.." lanjutnya dengan tergesa. *** Satu tahun kemudian.. Kara berlari kecil lalu mengecup pipi Ben yang tengah di gendong Nathasia. Ben tertawa geli, dengan berceloteh tak jelas membuat Kara semakin gemas dan gencar mengecup acak wajah yang kian mirip mendiang Sinta itu. Hanya Ben yang menjadi kenangan di tengah keluarganya, walau hanya Kara yang tahu tentang ayah kandung Ben. Kara tak sanggup memberi kebenaran satu itu, Kara tak ingin kehilangan Ben. " Ben butuh bunda, Ben makin dewasa. Kamu ga mau terima lamaran Kenan? "  Kara mendesah lelah, selalu saja itu yang di ungkit saat dirinya pulang." Aku bisa jadi bundanya Ben tanpa harus menikah sama mas Kenan.." jelas Kara terdengar malas. Nathasia menghela nafas pendek." Ben semakin besar akan semakin paham, kasihan juga Kenan harus bulak - balik jemput Ben, urus Ben di saat dia banyak kerjaan di kantor, kamu ga liat Kenan semakin kurus? kamu perhatiin deh " Kara terdiam, dia bukannya sudah tidak cinta pada Kenan. Dia hanya merasa kalau dia tidak pantas mendampingi Kenan. Kara selalu merasa bersalah pada Kenan, banyak sekali alasan yang membuatnya belum bisa menerima lamaran pria itu. " Kara masih butuh waktu.." " Sampai kapan? Sampai Ben besar? " Nathasia tampak tak bisa menahan kekesalannya. Nathasia merasa gemas dengan anaknya itu. Dia sangat tahu kalau Kara memiliki perasaan yang sama seperti Kenan. Kara lebih baik ke kamar, berdebat dengan sang mama tidak akan ada titik temu. Langkah Kara terhenti saat melihat Kenan keluar dari kamarnya. " Eh dek udah pulang, mas ambil sepatu Ben, maaf lancang, mas di suruh mama.." terang Kenan dengan senyum hangat seperti biasanya. " Iyah mas.." jawab Kara sekenanya, dia mencoba biasa saja walau sebenarnya gugup jika berdekatan dengan Kenan. Kenan menahan lengan Kara yang hendak masuk kamar." Kamu masih belum mau jawab? " Kenan menatap Kara penuh harap. " Aku ga bisa mas, aku terlalu merasa bersalah sama mas Kenan, aku takut nyakitin mas kayak kak Sinta. Aku engga mau semakin menumpuk rasa bersa_" " Kamu ga ada sangkut pautnya sama jalan hidup mas yang udah berlalu, semua udah jalannya Kara. Mas ga tersakiti sama sekali, mas ga pernah cinta sama Sinta.." aku Kenan dengan suara pelan, dia tidak ingin Nathasia mendengar. " Mas ga ngerti! Coba kalau aku yang setuju di jodohin, mungkin kak Sinta masih di sini sama kak Rio, mereka pasti bahagia.." Kara terisak, rasa sesak di d**a kian terasa. Kenan memeluk Kara, demi apapun dia sangat mencintai Kara, gadis kecil yang kian dewasa itu." Nikah sama mas ya dek? " bisik Kenan seraya mengeratkan pelukannya. *** Kenan tersenyum lesu, setelah rapat dadakan dia harus menjemput Ben di rumah Nathasia. Cukup membuatnya lelah karena jarak kantor dan rumah Nathasia cukup jauh. Bukan tapi sangat jauh. " Nginep dulu aja Nan, kamu lelah kayak begitu bisa bahaya di jalan, bawa Ben juga.." Fauzan bersuara sedikit terdengar tak suka. " Iyah, besok aja pulangnya, biar mama jaga Ben malam ini, kamu istirahat dulu gih.." tambah Nathasia dengan senyum tulus. Kara memperhatikan Kenan, memang begitu kurus. Kemeja kusut dan ada lingkar hitam di kedua matanya. Pria itu terlihat tak terurus, padahal bisa saja Kenan memberikan Ben pada keluarga mendiang Rio tapi sepertinya Kenan terlanjur sayang pada Ben. " Iyah, Kenan juga kayaknya ga sanggup kalo pulang sekarang.." Kenan tersenyum kecil, matanya terlihat sayu. Kara merasa semakin bersalah, dengan penuh tekad Kara akan menjawab lamaran Kenan malam ini. Dia sudah memikirkannya seharian kemarin. Kara ingin menjaga Kenan dan Ben. Mungkin dengan cara ini dia berterima kasih. " Mas, Pa, Ma.. Soal Turun Ranjang, Kara terima lamaran mas Kenan.." Ketiga manusia itu tampak terkejut namun detik berikutnya menghela nafas lega dan senang tentunya. " Akhirnya.. Mama lega Ben ga jatuh ke tangan yang salah, makasih sayang " Nathasia terisak penuh haru. Sedangkan Fauzan hanya tersenyum, senang juga dengan keputusan anaknya. Kenan menatap Kara dengan senyum lebar, rasa lelahnya hilang sudah. Mimpinya memperistri Kara akhirnya akan terwujud." Makasih dek.. Mas usahain akan bahagiain Adek.."  Kara mengangguk dengan terisak haru, akhirnya semua beban di hatinya mulai terasa ringan. Semoga keputusannya tidak salah. *** Kenan memeluk Kara begitu erat, seolah - olah jika lepas maka semua kebahagiaan akan hilang seperti khayalan.  " Mas, Kara harus kerja.." Kenan mengecup kepala Kara." Kalo udah nikah nanti, kamu ga usah kerja ya dek? " pinta Kenan seraya melerai pelukannya tanpa melepaskan Kara. Kara mengangguk." Iyah, Kara ga akan kerja mas.." senyum pun di lemparkan Kara. " Bagus.. Makasih adek mas yang cantik.." Kenan mengecup kening Kara. " KARA! KAMU BENERAN MAU NIKAH SAMA MAS KENAN? " suara Keara begitu menggelegar membuat kedua sejoli itu mengernyit saat merasakan telinga yang berdengung beberapa detik. Keara yang ngos - ngosan menatap keduanya penuh desakan menuntut. Kara tersenyum geli, Keara begitu bersemangat. " Iyah Ke.." Keara menunduk lalu terisak penuh haru." Aku merasa mimpi, aku pikir kalian ga ada harapan lagi.. Ternyata Tuhan begitu baik, dia kabulin do'a aku walau di awal harus sedih karena kehilangan kak Sinta.. Aku merasa bersalah.." lirihnya dengan sesegukan. Begitu menggemaskan namun penuh haru. Kara jadi ikut terisak sedangkan Kenan hanya menatap keduanya dengan senyum kecil. Tuhan memang baik, sedih maupun bahagia sudah menjadi skenarionya. Saat sedih kita hanya perlu yakin bahwa bahagia akan segera datang. *** Hari yang di tunggu pun sudah datang walau Kara ingin menunda resepsi tetap saja keadaan terlihat sibuk.  " Gaunnya udah dateng Ra? " tanya Keara memperhatikan Kara yang sedang di rias. " Di kotak merah itu Ke.." balas Kara tanpa menatap Keara. Keara membuka kotak itu lalu merapihkan gaun yang akan Kara pakai." Cantik banget, pasti mas Kenan makin cinta.." kekeh Keara geli sendiri. Kara yang selesai berrias pun kini mulai memakai gaun itu." Bagus ga Ke? Aku gendutan soalnya.." keluh Kara. Semua gara - gara Kenan yang selalu mengajaknya jalan - jalan dan mencari makanan. " Bagus kok.. Aku yakin mas Kenan bakalan suka.." " Hm.. Aduh Ke, aku deg - degan.." " Sama.. Yuk keluar, kita mulai aja.."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD