Part 4

1884 Words
Author POV Suasana meeting saat ini sebenarnya biasa saja, namun tidak bagi seorang wanita perwakilan perusahaannya yang sedang menyajikan materi untuk menarik kerja sama ke 4 pengusaha tampan di hadapannya. Tatapan mereka yang tampak sangat tajam dan serius itu membuat ia sesekali harus terbata-bata saat menjelaskan. Ke 4 CEO tampan itu memang terkenal sangat pemilih dalam melakukan kerja sama, hal itulah yang membuat wanita itu mati-matian mengambil perhatian dan kepercayaan mereka agar mau bekerja sama dengan perusahaannya. Apalagi ia sudah dijanjikan bonus oleh atasannya. Sementara itu, Luna sebagai sekretaris Noah yang ikut menghadiri rapat besar itu memutar bola matanya jengah menyaksikan drama ke 4 pria yang ia sangat sudah hafal sifat aslinya. Mereka selalu saja seperti itu, pencitraan. Berusaha mengintimidasi siapapun rekan bisnisnya dan menciptkan kesan menyeramkan namun dengan wajah yang masih tetap tampan. Andai wanita yang sedang mempresentasikan kerja sama itu tahu bagaimana sikap asli mereka, pasti ia tak akan segugup itu. Luna tidak habis pikir bagaimana mereka ber-4 bisa begitu menutupi sifat aslinya rapat-rapat. Namun dilain sisi Luna juga merasa terkesan, mereka ternyata bisa seserius ini saat sedang bekerja. Tidak heran jika diusia mereka yang masih terbilang muda, mereka sudah menjadi pengusaha yang sukses. *** Noah POV Duh nih cewek lagi ngomong apaan sih? Ngomong aja masih belepotan, pakai mau ajak kerja sama pula. Gue melirik Mamet, Leon dan Oka yang lagi lihatin tu cewek dengan dahi yang berlipat- lipat kayak lipatan perut emak-emak beranak 7. “Bagaimana Pak Noah, pak Mamet, pak Leon dan pak Oka? Apa ajuan kerja sama dari perusahaan kami dapat diterima?” Gue melirik sahabat-sahabat gue yang kayaknya satu pemikiran sama gue. “Saya suka idenya, tapi ada beberapa bagian yang sepertinya kurang efisien. Bagaimana menurut yang lainnya?” Tanya gue pula melirik mereka bertiga. “Saya setuju dengan Noah. Mungkin pihak perusahaan anda bisa memperbaiki? Karna kita gak punya banyak waktu,” kata Leon. “Bisa pak, beri kami waktu 1 minggu.” “Baiklah, rapat kita lanjutkan satu minggu lagi,” kata Oka balas ucapan tu cewek Gue lihat tu cewek menghembuskan nafas lega. Yaelah neng, jangan tegang-tegang amat. Kami masih makan nasi kok, kadang-kadang doang makanin belingnya. Lagian gak usah tegang lah, cukup yang di bawah aja yang tegang. Kaki meja maksudnya, jangan mikir yang iya-iya deh. “Oh iya, lain kali santai aja ya. Materinya bakal lebih mudah dicerna kalau anda jauh lebih tenang,” gue dengar Mamet mengingatkan yang bikin pipi tu cewek memerah. Setelah rapat resmi di tutup, satu persatu yang menghadiri rapat itu keluar dari ruangan. Gue, dan ketiga sahabat gue masih duduk di kursi kami sementara Luna lagi beresin beberapa berkas gue. “Lun,” panggil gue. Luna berhenti sejenak dari kegiatannya terus melirik gue. “Nikah yuk.” “Nikah aja noh sama tembok,” balas Luna ketus. Gue dengar suara ketawa yang sangat tidak berperasaan berkumandang dari mulut sahabat- sahabat k*****t gue. “Noah nikah sama tembok? Anaknya ntar apaan yak? Batako?” Gue membulatkan mata gue mendengar omongannya si Leon. Gak di grup, disini, bikin gue naik darah muluk. “Lo bisa diam kagak? Gak bisa lihat teman usaha aja,” balas gue kesal. “Lagian lo ngajak nikah gak ada romantis-romantisnya, iya gak Lun?” Gue lihat Luna langsung mengangguk cepat dengar omongannya si Mamet. “Sebenarnya sih menurut gue yang Luna butuhin dari lo selain keromantisan adalah keseriusan dan ketulusan,” kali ini gue lihat Luna mengangguk lebih cepat waktu dengar omongannya si Oka. “Ya ampun bang Oka, gak salah gue jadi Okalicious. Please bang, kapan kita Meet and Greet? Okalicious cabang pasar senen sangat menantikan.”  “Diam!” Leon langsung menutup mulutnya waktu dengar teriakan dari gue, Luna, Mamet sama Oka. Ni orang kapan seriusnya sih? “Jadi, yang dibilang Oka benar?” Tanya gue sama Luna. “Ya iyalah. Lo pikir nikah gampang? Kalau mau ngajak gue main-main mending ajak gue ke dufan, jangan ngajak gue nikah. Lagian lo coba tanya sama diri lo sendiri deh, lo benar-benar udah siap nikah atau cuma karena paksaan mama sama papa? kalau cuma paksaan, lo gak usah bawa-bawa gue, masa depan gue terlalu berharga buat lo main-mainin kayak perempuan-perempuan lo selama ini.” “Yang main-main siapa sih? Gue serius Lun.” “Ya udah lah Lun terima aja, lagian apa salahnya sih? Selama ini kalian juga selalu sama-sama kan?” Kata Mamet. Nah ini sahabat yang baik nih. “Iya Lun, gue yakin deh Noah gak bakal main-mainin pernikahan. Untuk macarin gebetannya aja selama ini dia gak mau, jadi ini adalah salah satu keajaiban Noah mau berkomitmen sejauh ini.” Oka.... aku padamu. Memang baik bener dah. Nah tinggal satu lagi nih sahabat gue yang belum angkat bicara belain gue. “Iya sih gak mau macarin, tapi kan gebetannya berserakan dimana-mana dan selalu dibawa happy-happy. Kalau dikumpuli bisa kali tu gebetan Noah bikin grup marawisan. Cowok itu memang semuanya buaya, makanya gue gak mau pacaran sama cowok.” Tak! Tangan gue langsung terulur buat jitak kepalanya si Leon. Ya Allah, kenapa punya sahabat begini amat ya? Bukannya mendukung malah ngejatuhin. “Bener tuh katanya Leon. Gue cuma mau nikah sama cowok yang mau jadikan gue satu- satunya cewek dalam hidupnya. Catat itu baik-baik Tuan Noah Arlando!” Luna bangkit dari duduknya terus bergegas pergi keluar dari ruangan. “Menurut lo, lo ada di urutan ke berapa selama ini dalam hidup gue?” Tanya gue bikin Luna yang mau buka pintu langsung berhenti tapi gak membalikkan badannya. “Siapa cewek yang selama ini selalu ada di dekat gue? Siapa cewek yang dari kecil selalu gue lindungi? Siapa cewek yang selama ini bisa bikin gue berhenti meeting karna dia sakit perut abis makan bakso? Siapa cewek yang bisa bikin gue pulang dari Dubai tengah malam karna nangis bilang kangen? Siapa cewek yang setiap malam gue gendong ke kamarnya karna ketiduran di mobil? Siapa cewek yang bisa bikin gue batalin semua janji karna ngerengek minta temani nonton? Siapa cewek yang bikin gue bolak-balik Jakarta - Sidney setiap minggu cuma buat dinner bareng? Siapa coba? Siapa?” Tanya gue mengingatkan sama secuil kisah gue sama dia selama ini. Please Lun, gue bukan cowok romantis. Aarrrghhh! Kenapa gue gak lihat youtube dulu sih cari contoh ngelamar yang romantis itu gimana. Gue lihat Luna masih diam, mungkin dia lagi mikir. “Emangnya siapa No? Bunga ya? Atau Susan? Ah bukan, kayaknya Sasa deh. Ah gue tau, yang anak kuliahan itu kan, si Abel, iyaa iyaa si Abel.” Leon kampretttt!!!!!!!!!!!!!! Gue lihat Luna keluar dari ruangan tanpa ngomong apa pun. “Leon!!!!!!” Gue, Mamet sama Oka langsung meneriaki nama Leon saat Luna udah pergi. “Lo bener-bener ya. Lo lihat gak tadi Noah hampir berhasil?”  “Tau ni bocah, lo merusak suasana banget.” Gue dengar Mamet sama Oka langsung menyalahi si Leon. Ada golok kagak sih? Kepingin banget gue sambit kepala ni anak. “Kalau Luna nolak gue lagi karna dengerin omongan lo, gue pangkas o***g lo!,” kata gue langsung berlalu dari ruangan diikuti Mamet sama Oka. “Woy No.. Ah, jangan bawa-bawa masa depan gue dong.” “Eh Mamet, Oka, kok ikutan pergi? Katanya mau nongkrong dulu di kafe.” “Woy, jangan ngambek dong. Kayak anak perawan aja lo pada ngambekan. Gue jajani cendol deh di depan.” Gue, Oka dan Mamet sama sekali gak dengerin omongannya si Leon dan terus aja jalan. Kalau kalian jadi gue kesel gak sih punya sahabat kayak Leon? Pasti kesel banget kan ya? Bersyukur wahai kalian-kalian yang gak punya sahabat kayak si Leon. *** Mobil yang gue bawa berhenti di depan rumah yang besar bernuansa putih. Gue melirik Luna yang ada di samping gue. Gue tersenyum kecil waktu dengar suara dengkuran halusnya. Secapek itu ya dia jadi sekretaris gue sampai selalu ketiduran setiap kali pulang kantor apalagi kalau kami pulangnya malam? Gue langsung keluar dari mobil dan membuka pintu buat Luna. Tanpa berniat buat bangunin, gue langsung gendong dia buat bawa dia masuk. Setelah pintu rumah Luna dibuka sama pembantunya, gue langsung bawa Luna masuk ke kamarnya. Jam segini ayah sama bunda dia pasti udah tidur. Gue menidurkan Luna di atas kasur terus langsung buka wedges-Nya. Gue lihat dia menggeliat kecil. Gemesin banget. "Lun,” panggil gue sambil ngelus pipinya. Sebenarnya dari dulu gue gak pernah mau ngelakuin ini. Gue gak mau ganggu dia tidur. Tapi Luna bakal marah besar kalau gue gak banguni dia saat gue mau pulang. Entah dari mana asalnya  peraturan kalau setiap gue mengantar dia pulang dan dia ketiduran, gue harus banguni dia buat pamit.Ya itulah rutinitas kami dari dulu. “Lun,” panggil gue lagi. Dia perlahan coba buka matanya. “Gue pulang ya,” pamit gue saat matanya udah terbuka sempurna. “Hati-hati ya, jangan ngebut-ngebut,” pesan dia dengan suara serak khas orang bangun tidur. Gue mengangguk pelan sambil tersenyum. Gue menunduk buat cium dahinya. Setelah itu gue arahi dahi gue ke bibirnya dan gue rasai kecupan hangat dari bibirnya. Oke ini rutinitas aneh kami yang lainnya. Gue selalu kangen rutinitas ini apalagi waktu dia ke Sidney waktu itu. Gue bergegas keluar dari kamar Luna setelah berpamitan. Tapi baru beberapa langkah gue teringat sesuatu dan kembali berbalik. “Kalau lo benaran gak mau nikah sama gue gak papa kok. Gue tau lo terlalu sempurna buat gue, dan gue terlalu buruk buat lo. Kalau lo udah dapat cowok yang lo mau buat jadi suami lo, gue harus jadi orang pertama yang lo kenali ke dia,” kata gue sambil tersenyum. “Good night, gue sayang lo,” kata gue lagi. “Gue juga sayang lo,” walaupun pelan gue bisa lihat dari gerakan bibirnya kalau dia balas ucapan gue. Gue pun kembali berlalu dari kamar Luna dan segera pulang. *** “Belum tidur ma?” Tanya gue saat memasuki rumah dan mendapati mama lagi bolak-balik majalah fashion-Nya. “Lagi nungguin papa kamu pulang nih, kayaknya lembur,” balas mama yang bikin gue mengangguk paham. Merasa mengantuk, gue langsung berlalu ke kamar. “Menantu buat mama mana No?” Tanya mama yang bikin langkah gue terhenti. Gue melirik saku di jas gue terus beralih ke saku di kemeja dan celana gue. “Mana ya? Tadi perasaan udah Noah kantongin deh ma. Apa jangan-jangan kececeran di jalan ya?” “Noah!!! Mama lagi serius.” “Noah juga serius ma.” “Kamu mah, teman-teman di arisan mama semuanya udah punya menantu bahkan udah ada yang punya cucu. Mama doang yang belum. Anaknya jeng Ana aja yang mukanya lecek kayak kembalian kang angkot terus kepalanya botak kayak cilok udah nikah, masa anak mama yang ganteng belum.” Buset dah emak gue, kalau ngomong suka bener. Pasti anaknya tante Ana batuk-batuk dah sekarang karna lagi dikata-katain. “Ya udah sih Ma, kalau ada yang nanya Noah nikah kapan bilang aja coming soon.” “Mama sebel ah. Pokoknya mama mau menantu, yang kayak Luna atau Luna nya aja sekalian. Kalau enggak, jangan panggil mama dulu, panggil aja tante.” Mama langsung pergi berlalu dari gue. Ya ampun, sampai segitunya? Rempong bener dah tu emak-emak. “Ma, Noah udah usaha tapi Luna nya gak mau,” Kata gue agak berteriak biar mama dengar.  “Ya udah kamu fotocopy aja Luna nya,” mama terdengar menyahut dari kamarnya. Yaelah, dikata Luna KTP kali yak bisa di fotocopy. Ya Allah, kirimi Noah jodoh ya Allah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD