Bab 2 : Teman Baru

1465 Words
Langit menjulang tinggi. Matahari nampak cerah di kota Kembang pagi hari ini. Tentunya dengan suasana yang begitu sejuk. Hari ini hari Senin orang-orang sibuk melakukan aktivitasnya, termasuk aku hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah sebagai siswi kelas X IPA 1. Tiba saatnya aku memakai seragam putih abu dan tidak memakai seragam putih biru lagi. Pagi ini aku sangat kesal dengan ibu. Ibu bersikekeh agar aku mau memakai seragam tangan panjang, rok panjang serta kerudung putih yang tergerai panjang. Seragam putih abu itu nampak syar'i, Aku tidak menyukainya. Terlebih aku tidak mau memakai kerudung. Lantas aku pun memakai seragam putih abu pilihanku sendiri yaitu tangan pendek dan rok pendek yang hanya sampai menutupi paha, seragam itu aku beli sendiri dengan uang tabunganku tanpa sepengetahuan ibu. Karena aku tahu pasti ibu membeli pakaian seragam syar'i dan Aku tidak menyukainya. "Azalea, rok kamu terlalu pendek! Ibu minta ganti dengan rok yang ibu beli!" "Bu, Azalea udah nyaman sama rok ini jadi jangan paksa Azalea!" "Azalea sayang, Nak dengar ibu! Kamu sudah remaja! Menutup aurat itu wajib nak, ganti yah seragam nya." "Ibu! Harus berapa kali sih Lea bilang? Lea gak mau pakai seragam sekolah syar'i seperti itu Bu! Rok panjang, kerudung panjang seperti yang dibelikan Ibu itu kampungan tahu, Bu!" "Turunkan sedikit nada bicaramu Lea! Sekarang Ibu tidak akan memaksamu lagi nak, ibu hanya mengingatkan bahwa sudah kewajiban kamu sebagai muslimah untuk menutup auratnya!" "Iya ... iya Bu! Azalea minta maaf, untuk saat ini Azalea belum mau memakai kerudung. Jadi Ibu jangan pernah paksa Azalea lagi! Ya sudah bu, Azalea pamit sekolah dulu. Assalamualaikum." Aku pun meyalami punggung tangan kanan ibu dan berlalu pergi. *** Setibanya di sekolah, Aku melihat seorang lelaki yang aku kenal sedang duduk di kursi panjang depan kelasku. Dia sedang melantunkan ayat suci Alquran dengan suara sangat merdu. Langkahku terhenti, aku hanya berdiri mematung melihatnya dan tentunya mendengarkan suaranya yang menyejukkan hatiku. Oh Tuhan ... entah kenapa aku mengagumi lelaki itu sejak hari pertama MOS. Lelaki itu memberhentikan bacaannya, ketika ia melihatku berdiri mematung di sebelahnya. Lantas dia berdiri dan tersenyum ke arahku kemudian berlalu pergi. Aku pun tersipu malu, hatiku tentu bahagia karena mendapatkan senyuman yang sangat manis dari lelaki itu. Lelaki itu ialah Kak Bagas, ketua OSIS yang terkenal ganteng dan alim di sekolah ini, kemudian aku masuk kelas dan langsung menempati tempat duduk di depan yang kosong. Tiba-tiba ada seorang gadis memakai hijab namun terlihat rambutnya karena tidak memakai ciput menghampiriku. Gadis itu menghampiriku dan mengajakku untuk duduk sebangku dengannya. "Hai ... Emh ... aku boleh gak duduk sebangku sama kamu?" ucap gadis itu ragu. "Hai juga. Oh silakan, lagian aku sendirian belum ada teman sebangku." ucapku sambil mengajak gadis itu duduk di sampingku. "Makasih ya, udah mau sebangku sama aku. Kenalkan namaku Khanza Azzahra. Panggil saja Khanza." gadis itu mengulurkan tangannya. "Sama-sama, gak usah bilang makasih! seharusnya aku yang bilang makasih sama kamu. Karena aku belum punya teman sebangku. Oh iya, namaku Azalea Khaliqa Dzahin. Panggil saja Lea." ucapku sambil menerima uluran tangannya. Khanza mengamati sekeliling, teman-teman yang ada di kelas membuatku bingung. "Azalea, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Khanza. Aku yang sedang memainkan handphone pun langsung menoleh kepada Khanza. "Boleh," ucapku. "Maaf Lea, non-Islam ya?" tanya Khanza. sontak membuatku kaget. "Agamaku Islam kok, memangnya penampilanku seperti non-Islam ya?" kini aku balik tanya kepada Khanza. "Eng--enggak kok Lea, aku kira agama kamu bukan muslim, habisnya kamu tidak memakai kerudung. Maaf ya Lea aku bertanya seperti itu." ucap Khanza dengan nada sedikit gugup. "Tidak apa-apa kok, aku belum mau memakai kerudung." jawabku sambil tersenyum. Khanza pun menganggukkan kepalanya seolah mengerti. ***            Bel istirahat berbunyi, Aku dan Khanza langsung pergi ke kantin. Khanza sudah menjadi teman baruku. "Khanza! Aku mau cerita nih tentang MOS kemarin, sial banget deh." ucapku mengawali pembicaraan. "Loh ko sial? Memangnya kenapa?" tanya Khanza. Baru saja Aku ingin bercerita, Khanza menunjukkan sesuatu kepadaku, "Eh Azalea lihat deh cowok yang duduk bareng cewek-cewek itu keren ya?" ucap Khanza sambil menunjukkan tangannya ke arah cowok yang dimaksud Khanza. "Hiih ... Khanza dengerin dulu kek cerita aku. Yang mana?" tanyaku. "Itu yang putih, pake jam tangan hitam," Khanza menunjukkan tangannya ke arah cowok itu lagi. Kufokuskan penglihatanku dan ternyata cowok yang dimaksud Khanza adalah Dimas. "Cowok nyebelin!" ucapku. Kontan membuat Khanza bingung. "Siapa yang nyebelin Lea?" tanya Khanza. "Ya, cowok yang kamu bilang keren itu yang nyebelin!" balasku. "Memangnya kamu kenal?" Aku pun mengangguk. "Terus namanya siapa, Lea?" tanya Khanza lagi. "Khanza, kamu ternyata kepo juga ya orangnya!" Khanza pun menyengir. "Cowok nyebelin itu namanya Dimas!" ucapku sambil menatap kesal ke arah Dimas. "Kok kamu bisa tahu namanya?" lagi-lagi Khanza kepo. "Tentu aku tahu namanya, karena cowok itu satu gugus sama aku waktu MOS dan cowok itu tuh cowok yang bikin aku sial kemarin! Dia cowok nyebelin banget. Gara-gara dia, aku kena hukuman lari lapangan basket oleh pembina OSIS. Dia juga cowok yang nabrak aku tapi dia marah-marah gak jelas." jelasku. "Ih ... Lea, tapi Dimas ganteng," ucap Khanza sambil memandangi Dimas. "Idihh ... Ganteng dari Hongkong! Orang nyebelin kek gitu pake dipuji segala." ucapku berdecih kesal.    Aku menyapu pandangan hingga akhirnya aku menemukan sosok yang aku kagumi. Kak Bagas duduk tidak jauh dari tempat dudukku. Aku pun terus melihat ke arahnya. "Lea! Lagi lihatin siapa sih?" tanya Khanza. "Kak Bagas!" jawabku tersenyum. "Lea dengerin ya! Kak Bagas tuh banyak yang suka. Jadi, gak mungkin lah bisa deket sama dia!" ucap Khanza sambil mencubit tanganku. "Aww! Sakit tauu!" ringisku. "Haha ... biarin! Ciee ... mukanya merah tuh kayaknya ada yang suka sama Kak Bagas nih," goda Khanza. "Apaan sih, enggak! Kata kamu dia banyak yang suka," balasku cuek. "Oh jadi ceritanya cemburu nih? Haha ... Lea-Lea, mau saja dibohongin. Aku cuma bercanda kali!" ucap Khanza tertawa. "Khanza!! Kamu tuh yaa!" Aku pun mencubit pipi Khanza karena kesal. *** Setelah jam istirahat habis aku dan Khanza langsung masuk kelas, kegiatan belajar mengajar dimulai, sekarang adalah pelajaran seni budaya, aku disuruh praktik menyanyi di depan kelas. Lantas aku maju ke depan, saat aku menyanyi, terdengar teriakan seseorang dari luar kelas. "Fals woy fals nyanyinya huu..." teriak seseorang. Aku menengok ke arahnya ternyata Dimas cowok menyebalkan itu. 'Awas lo cowok nyebelin!' geramku di dalam hati. Teman-teman sekelasku langsung menertawakanku. Karena malu Aku kembali ke tempat duduk dan rasanya aku ingin sekali memarahi Dimas. Namun niat itu aku urungkan, karena Pak Herman guru seni budaya itu langsung memarahi Dimas. Dimas pun langsung masuk ke dalam kelasnya. *** Bel pulang sekolah berbunyi. Aku dan Khanza pulang bersama karena rumah kami satu arah meskipun beda kompleks. Kami menunggu angkot di dekat warung pinggir jalan. Tiba-tiba dari arah belakang ada yang menarik tasku, dan ternyata Dimas yang menariknya. Aku pun langsung memarahinya. "Heh nyebelin! Maksud lo apa tadi? ledekin gue? Sekarang malah narik-narik tas gue, Gak sopan! Jangan sok caper deh!" ucapku tidak terima. "Idihh ... ngapain caper sama cewek rese suara fals kek lo. Lo nya aja kegeeran!"katanya.  Tiba-tiba Khanza langsung memegang tangan Dimas dan mengajak kenalan. "Hai Dimas, namaku Khanza Azzahra teman sebangkunya Azalea. Maafin Lea ya dia lagi PMS." ucap Khanza. "Khanza kamu apa-apaan sih, udah yuk kita naik angkot!" ucapku sambil menarik tangan Khanza. Lantas kami pun langsung pulang mengabaikan Dimas. ***           Langit malam yang gelap seakan terang dengan taburan bintang-bintang yang indah serta cahaya rembulan yang menenangkan. Aku sedang duduk di dekat meja belajar yang bersampingan dengan jendela kamarku. Kumenatap taburan bintang-bintang yang indah di langit malam. Aku memang menyukai keindahan. Keindahan itu termasuk langit. Langit senja dan juga langit malam yang bertaburan bintang-bintang yang sangat indah. Selain menyukai keindahan langit, aku juga hobi menulis. Tentunya menulis di buku diary. Bagiku buku diary itu teman dekatku. Semua kejadian, dan cerita-cerita yang pernah aku alami, aku tuangkan di buku itu. Buku itu kemudian aku buka, Aku pun langsung menulis buku diary-ku itu sambil menatap langit malam. Dear Diary... Aku tidak pernah bosan memandang langit, di kala sore dan malam. Tentunya. jika dikala sore, aku selalu melihat langit berwarna jingga yang bernamakan senja. Bagiku Senja itu sungguh indah. Awalnya aku sedih, ketika senja hanya muncul sekejap lalu menghilang. Ternyata, Tuhan punya rencana yang baik dibalik itu semua. Di saat keindahan itu hilang kemudian ia gantikan juga dengan keindahan langit malam meskipun gelap, namun nampak terlihat indah dengan taburan bintang-bintang yang indah serta cahaya rembulan. Namun sekarang aku bosan ketika melihat cowok itu. Cowok itu tidak seperti langit sore dan malam yang indah. Hatiku kini benar-benar kesal dibuatnya. Oleh seorang cowok yang bernama Dimas. Dia selalu muncul tiba-tiba, di saat aku tidak menginginkan kehadirannya. Entah kenapa aku begitu kesal terhadapnya. Dia selalu saja membuatku kesal dan marah. Oh... Tuhan, Kenapa sih cowok nyebelin kayak Dimas harus satu sekolah sama aku? Sok kegantengan, sok keren, caper lagi sama cewek. Ingin sekali aku meneriakinya, memintanya buat menjauh dari kehidupanku. Sungguh hari pertama masuk sekolah yang menyebalkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD