DON'T TEXT ME ANYMORE

1398 Words
Aku ceritakan di sini yah, ternyata dari semua obrolanku dan chatinganku dengn Ramil, dia hanya menginginkan napsu semata. Ramil selalu berusaha video call denganku dan aku merasa risih setiap kali aku harus showing sesuatu kepada dia, sesuatu yang private yang harus aku jaga. " Sorry i can't ......." jasabku selalu menolak keinginan dia untuk melakukan hal hal yang tidak aku sukai, dan ketika aku menolaknya, Ramil ngambek diam dan lama tidak akan menghubungiku lagi. Sedangkan aku, gengsi dong aku menghubungi seorang pria terlebih dahulu, jadi aku biarkan saja, dan akhirnya saling cuek. Sudah berhari-hari aku hilang kontak dengan Ramil dan ini sudah menjadi kebiasaan buruk dari perjalanan cintaku bersama Ramil., Yang membuatku selalu merasa gelisah, tentu saja aku merindukannya ! Aku merindukan obrolannya, suaranya, mimik wajahnya yang lucu dan semuanya yang dimiliki Ramil. Aku memendamnya dalam diam berhari hari.Jika aku mengirim pesan duluan, aku takut Ramil tidak akan membalas pesanku karena dia sedang marah.Jadi aku lebih baik diam. Ketika aku ada acara dan pergi ke ibukota untuk menghadiri pernikahan keponakanku, aku akhirnya text pesan kepada Ramil untuk mengetahui Ramil masih hidup atau sudah mati. " Tonight i will go to the capital city of Jakarta to attend my nephews wedding, may be when you come home , im sleeping on the bus. Ok...Good job and keep spirit....Ramil. " pesanku lada Ramil. dan inipun tidak direply Ramil. Aku masih ingat obrolan kemarin terakhir kali Ramil ngambek dan mendiamkan aku, aku menanyakan bagaimana, apakah dia bisa merasakan dan menikmati apa yang kita obrolkan ? tentu saja tidak ! bagaimana bisa menikmati wong ngobrolnya tidak secara real, hanya lewat sebuah benda mati yang selalu ada di tangan, benda yang tidak bisa bergerak jika tidak digerakkan.Heeee... " I I didn't enjoy... " jawabnya selalu dengan raut wajah yang muram, mbesengut dan memperlihatkan kekecewaan. " Later if we are together yah... " hiburku pada Ramil. " Took a long time to come out. " tambahku lagi. Dan sejak saat itu tidak ada balasan satupun dari pesanku oleh Ramil, dan aku tahu Ramil merasakan kecewa kepadaku karena aku tidak menuruti keinginannya. Aku berangkat ke Jakarta untuk menghadiri undangan pernikahan keponakanku, tetapi aku tidak merasakan kesenangan apapun. yang aku pikirkan adalah Ramil.Diamnya Ramil membuat aku tidak bahagia. Dia kecewa !!! aku tahu itu dan aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku berkesimpulan Ramil telah memutuskan hubungan ini secara sepihak. Aku ? sedih ? tentu saja.... tapi tidak aku perdulikan perasaanku karena dari awal aku hanya berteman saja.Aku tidak ingin menghancurkan keluargaku. Jika Ramil memutuskan pertemanan ini, mungkin inilah yang terbaik buat aku. Suatu saat aku kirim pesan terakhir yang inipun tidak pernah direply. "Have forgotten me, make me your friend it's oke... " Dan inilah text terakhirku dengan Ramil. Begitulah kisah cinta yang berjarak jauh berakhir begitu mudah. Aku sudah mengantisipasi dengan hal ini berdasarkan pengalamanku LDR dengan bule Amerika selama delapan tahun dan berakhir seperti ini, persis. Tak ada kata-kata perpisahan. Tak ada kata-kata good bye....yang ada hanya saling diam begitu lama dan pada akhirnya saling blokir memblokir. Lucuuuu...... Tapi inilah fenomena kisah cinta dijaman digital.Heee.... tidak saling sentuh, hanya saling bertatapan itupun jarak jauh, tapi bisa menyita waktu sampai bertahun-tahun. Bodohnya akuuuu... Tapi aku bersyukur, setidaknya aku mendapatkan pengetahuan, ilmu dan pengalaman baru bergaul dengan dua bule Amerika dan Russia dengan jangka waktu yang lama. Aku sudah mengantisipasi hal seperti ini dan akan berakhir seperti ini. Kecuali jika seorang pria yang jauh begitu mencintai, dia pasti akan datang kepadamu dan melamarmu, itu beberapa kata dari pakar percintaan yang aku pelajari. Lama tak ada kabar, akhirnya aku blokir Ramil. Puas rasanya aku , jika telah memblokir seseorang di menu utama handphoneku. Aku sudah tidak peduli lagi. Fucing care you again Ramil !!!! Hari-hariku biasa berjalan detik demi detik, menit demi menit. Hari berganti hari begitu cepat. Aku melakukan banyak aktifitas untuk melupakan semua kenangan bersama Ramil. Aku membuang dan menghapus sebagian chatinganku dengan Ramil meskipun terkadang aku kangen. Kadang ingin membaca-baca lagi obrolan aku dengan Ramil. Terkadang aku tertawa sendiri mengingat apa yang telah terjadi antara aku dan Ramil. Obrolanku yang berkesan serius terus dengan bule Russia ini. Beda jauh dengan obrolan bersama bule Amerika , kami berdua sering tertawa ngakak, aku sering bercerita tentang apa saja yang ingin aku ceritakan. Dia menceritakan daddynya, mommynya, anjingnya yang selalu diajak tidur seranjang dengan bule Amerika. Kami berdua banyak tertawa dan tidak terlalu serius seperti bule Russia, itulah kenapa aku dan Jess bertahan sampai delapan tahun lamanya. Hari ini aku melihat-lihat foto Ramil. Foto pertama yang ia kirimkan kepadaku, jaman ketika Ramil baru lulus kuliah, memakai jas hitam dan berdasai. So imut banget. Kulitnya putih dan rambutnya lurus, seperti tidak punya dosa sama sekali. Foto berikutnya ketika Ramil selfie menampilkan foto wajahnya yang putih berukuran besar, memakai jaket coklat dengan tutup kepala yang menutupi telinganya. Di London sedang Winter, sehingga terlihat jelas ada salju di belakang fotonya. Ada lagi ketika Ramil berdiri seperti pada suatu daerah perbatasan dengan gardu listrik berderet-deret, Ramil memarkir mobilnya di atas tumpukan salju putih. Celana jeans dengan jaket hitam yang tertutup rapat dan penutup kepala yang sama dengan foto sebelumnya. Dia berdiri gagah dengan kaki ngangkang layaknya seorang pria yang gagah menantang kehidupan.Kemudian ada beberapa foto lain yang memperlihatkan rambutnya yang baru dicutting. pose wajahnya tampang miring dan terlihat separuh wajahnya dengan dagu yang kekar dan hidung yang mancung, ingin sekali aku menutup kedua lubang hidungnya dengan tanganku, itu akan aku lakukan nanti jika aku benar-benar bertemu dengan Ramil Sederetan foto-foto itu membuat aku merasakan kangen yang sangat dasyat.Suaranya yang lembut, mimik wajahnya yang sering mengernyitkan alisnya atau mencibirkan bibirnya, atau ketika lidahnya basah karena menciumi pipiku dari jauh. Heeee... Ramil sering mencubit pipinya sendiri untuk memastikan bahwa Ramil sedang mencubit pipiku dengan gemas. Kerinduan ini tak tertahankan lagi dan akhirnya jemariku memberanikan diri untuk membuka blokirannya Ramil. Aku berharap Ramil di London sedang merasakan hal yang sama seperti apa yang aku rasakan saat ini. Aku berharap juga, Ramil akan ngetext aku lagi, kirim pesan aku lagi, sekedar mengucapkan good morning atau say hello...atau hiii...seperti biasanya. Aku berharap Ramil akan melakukannya untukku. Tapi berhari-hari blokiran itu aku buka, Ramil tidak pernah menyapaku lagi, mengirimi aku pesan dan aku jadi sedih .Sedih banget ! Lalu, tidak salahkah jika aku yang mendahului berkirim pesan ? aku akan mencobanya. supaya Ramil tahu bahwa aku di Indonesia sangat merindukannya. Akhirnya aku beranikan diriku untuk berkirim pesan terlebih dahulu kepada Ramil dan sudah hilang rasa maluku karena betapa rindunya aku kepaa Ramil.Ternyata aku benar-benar merindukannya dan akan aku katakan dengan sejujurnya. " Miiis you Ramil....... " aku berkirim pesan kepada Ramil dengan emotion mata yang sedang mengeluarkan air mata. Berharap Ramil akan segera membalasku, berharap Ramil akan mengetahui perasaanku, berharap Ramil akan segera membalasnya dengan suka cita karena Ramilpun juga merindukan aku. Aku beranikan diri karena aku tahu siapa Ramil. Dari semua obrolan yang sering aku lakukan dengan Ramil, aku menilai Ramil adalah pria yang soft, dia sangat lembut dan seperti kebanyakan pria dari Russia, mereka kebanyakan lembut dan pengertian dan tidak pernah berkata kasar. Tidak lama Ramilpun membalas dengan cepat tetapi balasan ini membuat hatiku sakit hati dan menangis. " Don't text me anymore. " balas Ramil. Aku terkejut dengan balasan pesan dari Ramil. Dia sekarang sudah berubah, dia sudah membenciku dengan melarangku untuk berkirim pesan. Tetapi dasar aku orang yang selalu ingin tahu. Aku merasa penasaran, apa yang membuat dia tidak ingin menerima pesan dariku lagi. "Why Ramil ? " " I'll get married. " jawabnya singkat.Aku benar-benar kaget. Rupanya benar dia akan menikah dengan gadis lain.Mungkin gadis itu lebih cantik dari aku. Tetapi aku jadi teringat ucapan Ramil kalau dia sangat menyukai kulitku yang sawo matang, sedang kan gadis-gadis di sana berkulit putih kemerah-merahan oleh karenanya orang Indonesia menyebutnya bule karena warna kulitnya seperti kerbau bule. " Ohhhh....i loves you Ramil " aku mencoba mengiriminya pesan lagi, seperti seorang wanita yang sudah tidak punya harga diri dan mengemis cinta pada seorang pria. Aku merasa gelimbungan. Otakku bergerak cepat dan kepalaku jadi panas rasanya. Keringat dingin mengucur dari telapak tanganku. Lalu ...aku tidak perlu oleng, aku harus kuat dan inilah resikonya berhubungan dengan bule. Tapi sesungguhnya di hatiku. Iam it's oke...aku tak apa-apa Ramil , hanya aku ingin, jadikan aku teman terbaikmu dan itu sudah lebih dari cukup untukku. " Please you marry, iam ok...but let me stay connected with you Ramil. I will be waiting you" Lalu kesunyianpun menjadi teman bagi hari hariku selznjutnya.***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD