APARTEMEN RAMIL

1255 Words
Sampai di Apartemen Ramil, aku turun sambil menenteng dua buah tas besarku, sementara Ramil mencari tempat parkir di lingkungan apartemen yang sekiranya masih kosong. memarkirkan mobilnya di tempat parkir, lalu tidak lama kemudian Ramil berjalan menuju ke arahku. Ia mengambil kunci apartementnya dari dalam saku celananya. "Aku pikir Kau sembunyikan kuncinya di bawah keset ini Ramil " ujarku bercanda, melihat Ramil mengeluarkan kunci dari saku celananya. Ramil menatapku sebentar lalu tersenyum "Kamu pikir Aku sudi Kamu ditangkap petugas keamanan apartemen di sini, gara- gara kamu mencari kunci apartemenku ? " jawab Ramil kalem sambil matanya melotot ke arahku, sambil membuka pintu apartemennya yang sudah terbuka. Dipikir- pikir benar juga omongan Ramil , jika aku mencari cari kunci pintu apartemennya Ramil di bawah keset pintu apartemennya, dikiranya aku adalah seorang pencuri yang sedang mencari-cari sesuatu di sekitar apartemen. Bayangkan aku orang asing di sini dan petugas keamanan apartemen tidak akan mau kompromi dan mempercayai kalau aku teman baiknya Ramil atau pacarnya Ramil sekalipun, mereka tidak akan mempercayaiku sebagai orang asing. Kulit yang beda dengan kulit mereka, rambut yang juga berbeda dengan mereka, tinggi badan yang jauh berbeda juga dengan mereka. Mereka akan menyeretku ke kantor polisi karena dianggap tidak ada sopan santun dinegara orang, dugaan pencurian, dan bla... bla... dan Ramil tidak mau itu terjadi padaku. Beda ceritanya kalau aku masuk ke apartemen bersama dengan Ramil. Mereka akan tahu bahwa aku adalah wanita specialnya Ramil dan tentu saja mereka akan menjaga privacy Ramil . Aku menguntit Ramil dari belakang. Suasana apartemen yang hangat segera menjalar memenuhi ruangan. Lampu- lampunya yang kuning keemasan, meskipun apartemen itu kecil, tapi semuanya tertata dengan rapi. Ada sofa besar berwarna kuning gading dengan bantalan kursi yang besar, aku jumpai di paling pertama perabotan di apartemen Ramil. Selanjutnya berjalan sedikit saja, hanya beberapa langkah, ada ruangan living room walaupun terlihat sempit dengan kasur busa tipis ada di lantai tepat di depan televisi ukuran besar dan masih di ruangan yang sama ada meja kecil dengan kursi kayu hanya cukup untuk dua orang. Itulah meja makan dan di sebelahnya ada dapur bersih dan mungil. Ada kulkas kecil dan perabotan piring gelas dan sendok semuanya dimasukkan kedalam tempat khusus untuk menyederhanakan penyimpanan agar praktis dan terlihat rapi. Mesin cuci juga berada dibawah seperti dalam tempat persembunyian. Menuju ke paling samping ruangan ada kamar mandi dan di sebelahnya ada jemuran baju. Pokoknya tidak ada ruangan yang tersisa, semua berguna, semua ada fungsinya. Kecil, bersih, rapi dan lengkap dan jangan lupa, apartemennya sedikit lebih tinggi agar terkesan lebih luas dengan kaca- kaca besar yang memberikan kesan lebar dan luas. Aku masih berjalan menyusuri apartemen Ramil . Aku suka melihat detail rumah sedetai- detailnya dan aku menikmatinya. Aku membayangkan di tempat inilah aku dan Ramil akan tinggal dan melahirkan anak- anak yang lucu dan tampan seperti bapaknya. Aku sampai takjub dibuatnya dan baru kali ini aku memasuki sebuah apartemen yang kecil tapi mewah. Sungguh mewah dan menarik sekali menurutku. Apartemen di London bikin takjub dan mungkin harganya mahal juga. " Silahkan Kamu bisa menaruh baju -bajumu di dalam lemari ini. " ujar Ramil sambil menunjukkan sebuah lemari besar di dalam kamarnya. " Jika Kamu mau bersih-bersih atau mandi sekalian, Kamu bisa memakai kamar mandi dalam. Aku nanti akan memakai kamar mandi yang bagian luar. " ujar Ramil seperti seorang mandor yang sedang menginstrusikan perintahnya kepada bawahannya. "Kenapa Kamu tidak mandi bersama saja di dalam sini bersamaku? " tanyaku pada Ramil. Aku pikir aku bisa memakai kamar mandi di dalam kamar ini secara bersama sama. Ramil hanya tersenyum dan menyuruhku untuk segera mengeluarkan baju- baju yang ada di dalam tas besarku untuk dimasukkan ke dalam lemari. " Kamu tamuku dan aku harus menghormati tamu, apalagi Kamu adalah orang dari jauh. Itu tradisi di negaraku, Rusia yang selalu diajarkan oleh ibuku, kepada tamu-tamu, bahwa tamu itu raja. " demikian penjelasan Ramil kepadaku yang membuatku terkesima. Beda sekali perilaku Ramil ketika di chatingan dan di dunia nyata. Aku mengangguk- angguk mengiyakan perkataan Ramil. Jadi benar apa yang kupelajari selama ini mengenai pria Rusia. Seorang pria Rusia akan sangat menghormati orang lain , setelah dia mengenalnya lebih dalam. Dia bisa bercerita tersenyum dan tertawa hanya kepada orang-orang yang sudah dikenalnya dengan baik tetapi sebaliknya dia akan curiga bahkan terkesan angkuh dan sombong kepada orang yang belum dikenalnya. Boro- boro tersenyum manis, senyum sangat mahal di Rusia bahkan jika kita tersenyum untuk orang yang belum kita kenal, mereka akan curiga. Mereka sangat cuek dengan orang yang belum dikenal dan terkesan tidak bersahabat. Setelah aku mandi dengan air hangat, aku rebahan di kamar Ramil. Aku guyur rambutku dengan air hangat, agar aku tidak merasakan sakit kepala karena telah menempuh perjalanan panjang dengan naik pesawat. Aku melihat selimut bulu warna coklat menjadi bed cover tempat tidurnya Ramil Aku pegang pegang bulunya, terasa halus di tanganku. Ya Tuhan.... ini nyatakah Tuhan? aku seperti tidak percaya dengan kejadian hari ini, dimana kemarin aku masih di Indonesia, mempersiapkan keberangkatanku dengan pesawat, dan sekarang aku sudah berada di London!! benar benar sangat menakjubkan seperti mimpi, bahkan aku sendiri tidak percaya kenapa aku bisa semudah ini bisa bertemu dengan Ramil ? aku tambah tidak percaya lagi, ternyata Ramil tidak segila dan sesadis ketika dia chatingan bersamaku. Dia orang Rusia yang begitu alim sopan dan sangat menghormati aku. Padahal aku sudah pasrahkan semuanya dengan kondisi seburuk apapun yang akan terjadi antara aku dan Ramil, aku sudah siap! Sungguh ini diluar dugaanku. Ramil yang didalam chatingan pikirannya dan otaknya hanya dipenuhi dengan napsu dan napsu, setelah bertemu denganku secara nyata, dia begitu sopan dan sangat menghormatiku. "Untuk berapa hari Kamu akan tinggal di sini? " tanya Ramil setelah aku keluar dari kamar Ramil dan aku menyusul Ramil yang sedang bersantai, menonton pertandingan sepak bola di televisi, di ruang living room. Ramil menikmati secangkir teh hangat dengan beberapa potong roti dan kacang almond. Ramil menyodorkan secangkir teh panas kepadaku dan langsung aku menyeruputnya. "Sepuluh hari... " jawabku sambil duduk di sebelah Ramil. "Aku hanya bisa mengambil cuti untuk sepuluh hari, tidak boleh lebih. " ujarku sambil mataku nanar melihat televisi yang sedang ada pertandingan sepak bola, seru sekali rupanya. "Aku kira Kamu bisa mengambil cuti untuk satu bulan, jadi Kamu bisa lebih lama tinggal di sini. " jawab Ramil sambil terkekeh. Aku melihat giginya putih bersih dan garis senyumnya menambah ketampanannya.. " Memangnya kantornya Simbahmu ? " balasku pada Ramil sambil mencubit pinggang Ramil yang langsung menggeliat merasakan geli karena ulahku. " Ini saja Aku tidak mendapatkan tunjangan apapun, gajiku akan berkurang untuk bulan depan. " sambungku lagi sambil tertawa lepas. Kami berdua berkelakar berbincang ke sana ke mari sampai tiba waktunya mataku mulai mengantuk. " Ramil Aku ngantuk, Aku mau tidur, seharian tadi di pesawat, belum istirahat, Aku sudah ngantuk. " ujarku pada Ramil dan berharap aku boleh tidur di kamarnya Ramil bersamanya, tentu saja, seperti yang dia inginkan selama ini, tetapi ternyata tidak! bayanganku kabur... " Kamu tidur di dalam kamarku saja dan biarkan Aku tidur di sofa sini saja ya, living room. " jawab Ramil sambil menepuk nepuk sofa besar yang ada di ruang living room berwarna kuning gading. " Oke...aku tidur dulu yah... " balasku sambil beranjak meninggalkan ruang televisi dan aku menuju ke kamarnya Ramil. Sebenarnya aku berharap Ramil akan menyusulku ke kamar, tetapi sampai tengah malam dan sampai pagi, ternyata aku tidur sendirian. Aku terjaga di tengah malampun, tidak aku jumpai Ramil di sampingku. Aku tidur sendirian dengan berselimutkan selimut coklat emas, yang mana selimut itu sering dipakai tidur Ramil ketika aku dan Ramil melakukan video call. Ramil benar- benar menghormatiku. Tidak seperti yang aku bayangkan ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD