SARANGNYA CHELSEA

1443 Words
Aku dijanjikan Ramil akan mengajakku ke sarangnya Chelsea di hari Sabtu saat dia libur. Sebetulnya dia weekend di hari Minggu, tetapi berhubung aku belum pulang ke Indonesia dan aku belum diajak jalan-jalan, maka dia menukar jam liburnya dengan rekan kerjanya, agar di hari seninnya aku sudah bisa balik ke Indonesia. Selama aku di apartemen Ramil, aku tinggal di apartemen Ramil dari pagi sampai jam pulang Ramil dari kantornya. Semua makanan dari sarapan, makan siang dan dinner sudah ada yang mengantarkannya ke apartemen. Ternyata Ramil sudah memesan makanan di resto terdekat agar aku bisa tetap tenang tinggal di apartemennya tanpa memikirkan masak memasak, makan ini itu, atau harus masak ini itu juga. Semua menu dari breakfast, lunch dan dinner Ramil yang mengaturnya. . Ramil benar-benar sudah mengondisikan keperluanku selama tinggal di apartemennya itu. Aku hanya disuruh senang senang, jagain apartemen, berhias, nonton televisi atau menengok jendela kanan kiri jika aku mau untuk melihat salju yang turun sesekali. Hanya kadang sepulang Ramil kerja, kami berdua mengunjungi toko untuk berbelanja keperluannya Ramil dan kebutuhan di apartemen. Membeli berbagai macam coklat untukku untuk oleh-oleh anakku yang ada di Indonesia. Keperluan cemilan dan keperluan kamar mandi sampai pengharum ruangan, aku dan Ramil yang membelinya berdua di mall terdekat. Pagi ini di hari sabtu, Ramil sengaja bangun agak siang. Dia semalam membicarakan tentang Chelsea dan dia ingin menunjukkannya kepadaku hari ini.Tidak bisa ditawar tawar lagi, waktunya sudah mendesak dan cutiku dari kantor hampir habis.Ramil belum mengajakku ke tempat tempat yang indah di London karena terbentur dengan pekerjaannya yang tidak bisa mengambil cuti karena cutinya sudah dihabiskan sewaktu holiday ke kampung halamannya di Rusia. " Hari ini kita akan pergi ke The Shed Wall. Kita bisa melihat pemain-pemain Chelsea di sebuah dinding yang memuat foto foto mereka." ujar Ramil ketika aku bangunkan dia tidur di sofa di living room, terpisah denganku. Aku sudah bangun dan mandi. Aku keluar dari kamar Ramil yang biasa ditempati Ramil untuk tidur, berhubung aku tinggal di apartemen Ramil, posisi berubah, Ramil tidur di luar kamar ! Aku dapati Ramil masih tertidurr di soffa besar di living room masih setengah tidur dan setengah bangun.Matanya masih merem melek.Aku menghampirinya. Kupandangi wajahnya. Dia pria ganteng tapi sangat bermoral, benar-benar menjagaku di tempat asing seperti ini. Jika Ramil nakal mungkin aku tidak senyaman ini tinggal di apartemennya. Tidak pernah menyentuhku dan itu beda sekali dengan ketika aku dan Ramil melakukan chatingan di dunia online. Di dunia tak nyata, Ramil malah terkesan berani dan memaksaku meminta hal hal yang tidak aku sukai. Tetapi setelah bertemu secara real, nyalinya tampak ciut melihat kehadiranku dan sangat menghargaiku.Apakah aku berwibawa sehingga Ramil takut menyentuhku ? Ramil benar benar menjaga dirinya dan aku untuk tidak melakukan hal hal yang buruk kepadaku. Aku pandangi wajah Ramil. Matanya masih tertidur, meski aku tahu dia terkadang ngintip ngintip matanya melihatku.Dia pura pura tidur pulas agar aku membangunkannya dan menyediakan pilaf hangat untuk Ramil. Selimutnya agak tipis yang dipakainya buat sendiri, selimut yang tebal dan bagus malah diberikan kepadaku untuk aku pakai tidur. Aku mendekatinya dan jongkok untuk meraih tangannya yang menjuntai ke lantai. Aku pegang jemari tangannya dengan hati -hati dan Ramil menggeliat. Desah nafasnya keluar dari mulutnya ketika aku memegang jemari tangannya.Ramil menggeser tidurnya dan menggeliat lzlj Satu satu matanya membuka sipit, lalu terbuka lebar dan tersenyum manis kepadaku. " Kamu sudah bangun dari tadi yah ? " tanya Ramil sambil beranjak bangun dan membereskan selimutnya. Melipat seliputnya menjadi lebih kecil lalu menaruhnya di atas soffa. " Mau minum apa, kopi ? biar saya buatkan untukmu. " ujarku sambil berdiri dari jongkoknya dan segera menuju ke dapur. Ramil mengangguk sambil tersenyum. Aku membuatkan kopi hitam dengan sedikit gula untuk Ramil. Sebentar lagi sarapan pagi akan datang dan aku tidak usah memikirkan sarapan apa untuk pagi hari ini, semua sudah diatur Ramil. Aku menuju ke soffa tempat Ramil masih duduk agak lesu setelah bangun tidur, menyerahkan kopi hitam kepadanya. Ramil menerima kopinya dengan tersenyum. " Terimakasih yah, Kamu sudah menemani aku di sini, hidupku sudah berwarna karena kehadiran kamu di sini. " ujar Ramil di sampingnku. Ucapan terimakasih untuk apa ? seharusnya akulah yang mengucapkan terimakasih kepada Ramil karena Ramil telah menjagaku di sini, telah mengurus aku dengan segala keperluanku di sini, dan menghormatiku dengan tidur di tempat masing-masing, hal itu merupakan suatu kehormatan lebih untukku. " Aku yang seharusnya mengucapkan terimakasih kepadamu Ramil. Kamu sangat baik kepadaku. Terimakasih yah... " ucapku agak terbata-bata karena terharu dengan kebaikan Ramil selama aku tinggal di apartemennya. " Yah...sama-sama. " jawab Ramil sambil meneguk kopi hitam buatanku. " Nanti suatu saat, saat kamu sudah menikah, datanglah bersama istrimu ke Indonesia. Aku akan menjamumu, menghormatimu, menjagamu seperti apa yang kau lakukan kepadaku Ramil. " imbuhku pada Ramil. " Menikah ? " tanya Ramil sedikit agak terbahak sampai kopinya berceceran ke lantai. " Katanya Kamu nanti akan menikah dengan gadis yang lebih muda pilihan Momimu. Right ? " ujarku lagi sambil mencubit lengan Ramil. Dia kaget dengan pertanyaanku menikah dengan gadis belia yang dijodohkan oleh momminya. Aku jadi teringat pada diriku sendiri ketika belasan tahun yang lalu aku dijodohkan oleh orang tuaku dengan pria yang lebih muda.Bedanya Ramil dijodohkxn mominya dengan gadis yang lebih muda darinya, sedangkan aku dijodohkan dengan pria yang lebih tua. " Yah, kalau aku mau. Semoga saja aku mau nanti menikah dengan pilihan my Momi .Aku tidak bisa menolaknya Marlina." jawab Ramil. " Jangan begitu Ramil. Momimu harus kamu hormati. Apa yang sudah dipersiapkan oleh Momimu, itu yang terbaik buatmu Ramil. " balasku lagi. " Weel... " jawab Ramil singkat. "Ayo....sekarang kita siap-siap. Aku akan mengajakmu ke sarangnya Chelsea. Aku ingin menunjukan bahwa London punya pemain-pemain sepakbola hebat kelas dunia. " " ujar Ramil sambil bergegas ke kamar mandi. Aku tersenyum dan akupun bersiap-siap untuk ikut Ramil setelah tentu saja aku dan Ramil menunggu sarapan pagi datang. Setelah makan pagi, aku dan Ramil bergegas ke mobil dan kami berdua menuju ke sarangnya Chelsea bersama-sama. Di mobil aku tertawa bahagia , demikian juga Ramil. Sepertinya kehadiranku untuk Ramil membuat dia bahagia terlihat wajahnya lebih sumringah dan pipnya juga tampak montok tidak kurus seperti kemarin ketika Ramil memblokir aku berulangkali. Aku berjalan beriringan dengan Ramil setelah memarkir mobil di tempat parkir. Perjalanan dari apartemen Ramil ke The Shed wall hanya memakan waktu tidak lebih seperempat menit. Aku menyusuri The Shed Wall yang berupa gedung seperti stadion di Indonesia. Gedung itu masih tersusun dari batu bata yang utuh belum ditembok dan ada logo Chelsea bundar yang pertama kali aku lihat di wall itu. Ada tulisan Footbal club dengan gambar singa yang sedang berdiri memegang sebuah tombak. Berjalan lebih maju ke depan ada tulisan Welcome to The shed Wall dan selangkah demi selangkah, langkahku berjalan, aku melihat beberapa foto pemain Chelsea yang dipajang di wall tersebut satu persatu dengan sedikit biodata yang di cantumkan di samping foto. Sebelumnya aku dan Ramil sudah melalui jembatan Stanford yang letaknya masih di area sarangnya Chelsea. Ramil menawariku untuk masuk ke stadion. " Kamu mau masuk ke stadion ? " tanya Ramil ketika sudah sampai di pintu stadion. Aku berpikir, di London tidak ada yang gratis dan aku semakin kaget ketika tiket masuk seharga delapan ratus ribu dalam rupiah. " Ah...terlalu mahal, tidak...tidak... aku tidak akan masuk stadion. Mahal amat... " ujarku bersikeras menolak ajakan Ramil untuk memasuki stadion. Cukuplah jalan-jalan di luar saja, sambil melihat bule-bule yang berlalu lalang di tempat itu. " Mending , uangnya buat beli kaos saja Ramil . " rengekku pada Ramil. " Okeeh...ayo sekarang kita jalan lagi ke sebelah sana , tuuuh... ! " ujar Ramil sambil menunjuk sebuah store yang tidak terlalu besar dari tempat dimana aku sedang berjalan-jalan keliling area Chelsea. Toko itu kecil dilihat dari luar, tetapi setelah aku dan Ramil masuk ke dalam....alamak....seperti sebuah mall besar di Jakarta yang menjual berbagai macam kaos olahraga ukuran apa saja dari untuk anak-anak sampai orang dewasa. Semua perlengkapan untuk bermain sepakbola lengkap ada di situ. Ada bola, sepatu-sepatu untuk bermain sepak bola dari harga yang mahal sampai yang termurah dan diperuntukkan untuk anak-anak sampai orang dewasa. Aku memilih beberapa kaos untuk kedua anak perempuanku, warna biru dan putih ada tulisan Chelsea dan tentu saja tulisan kota london di belakang kaos. Aku memilih ada tujuh kaos dan Ramil yang membayarnya. " Nanti kalau kamu akan pulang, malamnya kita beli di toko oleh-oleh coklat yah, agar coklatnya masih fresh , sehingga jika sampai di Indonesia coklatnya masih enak di makan. " Ujar Ramil kepadaku. Aku mengangguk menuruti apa kata Ramil. Aku dan Ramil berada di area Chelsea sekitar dua jam an include makan dan minum di tempat itu yang telah disediakan bagi pengunjung yang merasa lapar dan haus. Setelah itu aku dan Ramil pulang ke apartemen dengan hati yang penuh kegembiraan***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD