Jam Istirahat yang Mengubah Segalanya
Jam istirahat merupakan waktu bagi para siswa untuk melepas penat setelah berjam-jam mengikuti pelajaran. Ada yang pergi ke kantin, bercerita dengan teman, atau sekadar bermalas-malasan di koridor. Semua aktivitas yang dilakukan pada jam istirahat hanyalah untuk melepas lelah dari kesibukan belajar di SMA negeri ini.
Seperti jam istirahat pada umumnya, banyak siswa keluar masuk kelas. Ada yang pergi belanja ke kantin, ke toilet, atau melakukan kegiatan lainnya. Biasanya ruang kelas akan kosong, hanya menyisakan gantungan tas di setiap meja siswa dan beberapa peralatan yang lupa dimasukkan, masih berserakan di atas meja.
Namun, ada seseorang yang sangat jarang keluar pada jam istirahat. Dia lebih memilih tidur di dalam kelas—Roy.
---
Mawar kembali ke ruang kelas dengan tergesa-gesa karena uang jajannya tertinggal di dalam tas. Sesampainya di kelas, dia merasa aneh melihat Roy—siswa laki-laki yang biasanya hanya tidur—ternyata sedang menonton sesuatu di smartphone-nya.
Peraturan sekolah dengan tegas melarang siswa membawa smartphone ke lingkungan sekolah. Sebagai ketua kelas sekaligus ketua OSIS, Mawar tidak bisa tinggal diam melihat pelanggaran tersebut.
Meski begitu, Mawar memilih bersikap toleran. Dia memberi isyarat dari tempat duduknya agar Roy menyimpan smartphone-nya sebelum ada yang datang, sehingga dia tidak perlu melaporkannya.
Di luar dugaan, Roy yang selama ini—walaupun pemalas—dikenal sebagai siswa yang patuh dan taat aturan, hanya tersenyum melihat Mawar lalu kembali menonton layar ponselnya.
Mawar yang merasa diabaikan menghampiri Roy dengan maksud mengambil paksa smartphone-nya. Roy tidak melawan dan pasrah saja, seolah mempersilakan Mawar mengambil ponsel dari tangannya.
"Apa yang kau tonton, Roy? Asyik sendiri dan tidak mengindahkan perkataanku!" ujar Mawar dengan nada sedikit kesal.
Mawar melihat tontonan Roy. Matanya terbelalak, tubuhnya lemas, menggigil dan bergetar. Dia terkejut dengan apa yang baru saja dilihatnya. Diam seribu bahasa tanpa kata. Tubuh yang lemas kemudian terduduk di bangku sebelah kanan Roy.
Perlahan, Mawar menatap wajah Roy. Roy hanya tersenyum kecil dan berkata, "Tontonan yang menarik. Aku tidak menyangka topengmu setebal itu. Ya, kalau sudah cinta, tidak ada lagi yang waras. Tapi masa sih... dengan pak guru yang sudah tua begitu?"
"Kapan...?" tanya Mawar dengan suara bergetar.
"Kemarin, saat jam olahraga. Karena diadakan pemeriksaan fisik, aku tidak tahu di mana harus meletakkan smartphone-ku. Berbahaya jika kutinggalkan di kelas, apalagi sekarang musim razia. Jadi, aku sengaja meletakkannya di ruang olahraga. Kebetulan aku yang piket mengambil peralatan olahraga."
Roy melanjutkan dengan tenang, "Karena aku selalu berhati-hati, aku memasang action camera kecil yang mengarah ke tempat smartphone-ku tersimpan. Ketika mengembalikan peralatan olahraga, aku melihat ponselku masih aman dan mengambil kamera yang tadi kusimpan dalam keadaan merekam."
"Aku tidak percaya akan melihat kejadian luar biasa itu. Kisah cinta terlarang antara guru dan murid. Aplikasi nyata dari cinta antara yang tua dan yang muda, dalam tempo yang sangat singkat."
"Dan ternyata benar ungkapan para pujangga: cinta itu buta, cinta itu gila, dan jika sudah berdua, maka dunia terasa milik kita," ujar Roy menutup penjelasannya dengan senyum tipis.
"To... tolong... hapus!" suara Mawar terputus-putus dan terbata-bata memohon.
Mawar sangat panik. Dia berpikir, mengapa tidak menghapus video itu dari smartphone yang sedang berada di tangannya? Dengan begitu, tidak akan ada yang tahu pada akhirnya. Biasanya Mawar sangat cerdas dan pandai berbicara, namun kali ini dia dihantui rasa bersalah karena tertangkap basah melakukan perbuatan yang sangat tidak pantas. Dia panik dan tidak bisa berpikir jernih.
Roy mengetahui apa yang akan dilakukan Mawar dan membiarkannya. Namun dengan santai, dia berkata untuk mematahkan harapan Mawar.
"Dari mana kau yakin bahwa aku tidak memiliki salinannya? Dan dari mana kau yakin bahwa itu hanya satu-satunya yang kumiliki?"
Keadaan tidak menjadi lebih baik.
---
*Ting... nong... ting... nong... ting... nong...*
Bel tanda berakhirnya jam istirahat berbunyi, menandakan dimulainya sesi kedua kegiatan belajar mengajar. Perlahan, anak-anak mulai meninggalkan tempat bermain atau kantin dan kembali ke ruang kelas.
Roy mengulurkan tangannya, seperti seseorang yang meminta sesuatu kepada Mawar. Seolah mengerti apa yang diinginkan Roy, Mawar dengan tangan gemetar perlahan menyerahkan smartphone Roy yang tadi ada di tangannya.
Namun bukannya smartphone yang diambil oleh Roy. Dia malah menggenggam tangan Mawar.
Roy bergumam, "Ini akan menjadi sangat menarik. Aku adalah orang yang tidak suka mencampurkan urusan pribadi dengan urusan publik. Kita sudahi dulu sampai di sini dan akan kita lanjutkan di lain waktu. Sepertinya kebosananku akan segera terobati, dan mungkin hari-hari berikutnya akan menjadi sangat menarik."
Satu per satu siswa memasuki ruang kelas. Beberapa kelompok siswa yang datang pertama memergoki ketua kelas dan Roy duduk bersebelahan. Sontak saja teman-teman yang tidak mengerti situasi yang dialami Mawar menyoraki dan mengira Mawar dan Roy memiliki hubungan khusus.
Luar biasa, Mawar yang tadinya terlihat menggigil dan ketakutan, sangat cepat kembali bersikap seperti biasa. Dia menjawab godaan teman-temannya dengan tenang, walaupun suaranya masih hilang dan bicaranya tidak lancar. Raut muka ketakutan masih tertinggal di wajahnya.
"Tebal sekali topengmu..." gumam Roy kepada Mawar sambil tersenyum.
Mawar yang masih shock tidak menanggapi dan berlalu pergi ke tempat duduknya, meninggalkan Roy dengan senyum misterius di wajahnya.
---
*Bersambung...*