"Tapi, Pak. Apa boleh saya ikut makan siang di sini?"
Ariel mengerjapkan matanya berusaha membujuk atasannya agar diizinkan makan siang bersama.
Melihat begitu banyak makanan di depan matanya, membuat perut Ariel semakin tidak bisa dikontrol. Sesekali ia mengecap sambil menelan salivanya. Apalagi melihat Hazel menyuapkan makanannya ke mulut. Membuat Ariel ikut membuka mulutnya lebar-lebar.
"Tidak boleh!" tegas Hazel dingin.
"Tapi, aku tidak bisa nahan lapar lagi. Kalo harus ke kantin yang ada di lantai dasar. Aku tidak yakin bisa menahannya lagi, meskipun hanya sebentar," bisik Ariel dalam hati kebingungan.
Akhirnya, mau tidak mau Ariel pun memaksakan dirinya untuk duduk. Mengabaikan Hazel yang menatapnya tajam. Ia mengambil sumpit dan mulai menikmati satu per satu makanan yang ada di meja.
"Apa yang kau lakukan, Ariel?! Kenapa kau malah duduk menikmati makananku dan bukannya pergi keluar?!" bentak Hazel.
Ia benar-benar terkejut dengan apa yang Ariel lakukan. Padahal ia sudah menunjukkan sikap yang paling dingin. Namun, kenapa sepertinya Ariel tidak merasa takut sama sekali.
"Maaf, Pak. Saya sudah tidak tahan lagi. Semua ini juga gara-gara Bapak meminta saya berangkat pagi-pagi. Satu lagi, tadi pagi Bapak juga tidak mau membagi makanan dengan saya. Jadi, sekarang jangan salahkan saya, karena saya memakan makanan Bapak."
Ariel menyerocos panjang lebar menyalahkan Hazel dengan mulut yang terisi penuh dengan makanan. Tangannya sibuk bergerak memilih makanan yang ada di meja.
Suara sumpit yang di lemparkan oleh Hazel karena kesal. Tiba-tiba, selera makannya mendadak hilang setelah melihat cara makan Ariel, yang terlihat seperti orang yang tidak makan selama satu minggu.
"Pak Hazel kenapa?" tanya Ariel menghentikan aktivitas makan siangnya. Mimik wajah Ariel berubah seketika.
"Masih berani bertanya kamu?!"
Sepertinya keberanian Ariel menghilang ditelan bumi. Ia melihat Hazel sedang melipat kedua tangannya di d**a sambil menyandarkan tubuhnya di sofa. Tatapan matanya tajam, setajam busur panah yang siap menusuk ke dalam jantungnya.
"Maaf Pak, ada sesuatu di bibir Bapak," kata Ariel sambil mengulurkan tangannya menyentuh bibir Hazel.
Kemudian, ia mengulum jari telunjuknya melumat saus yang tadi menempel di bibir Hazel. Setelah itu, ia juga melumat bibirnya membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel di bibir.
"Astaga!" batin Hazel terkejut melihat tingkah laku yang ditunjukkan Ariel saat ini.
Ia membayangkan jari telunjuk Ariel adalah juniornya. Dan dalam sekejap mata, celana kerja yang ia kenakan sudah mengetat.
"Sial! Gara-gara Ariel, nanti aku harus bermain solo di kamar mandi," umpat Hazel kesal.
Hanya karena hal sepele yang dilakukan Ariel, mampu membuat kejantanan Hazel terbangun dari tidur nyenyaknya.
"Hentikan, Ariel!" seru Hazel sudah tidak tahan lagi.
"Memangnya kenapa, Pak? Apa saya berbuat salah lagi?" tanya Ariel sambil memajukan bibirnya.
"Astaga, Ariel! Cukup sudah kamu menggoda saya!" batin Hazel.
Melihat Ariel mengerucutkan bibirnya, membuat Hazel ingin sekali melumatnya, dan menjelajahi setiap deretan gigi putih milik Ariel.
"Ya, kamu memang salah!" balas Hazel dingin.
"Tapi salah saya apa, Pak? Apa karena saya memakan makan siang Bapak?" tanya Ariel menunduk. Namun, yang dapat Hazel lihat saat ini adalah Ariel sedang menggodanya.
Hazel melihat Ariel sedang menarik ikat rambutnya dan mengacak rambut panjangnya. Kemudian, membuka dua kancing kemeja teratasnya.
Setelah itu, Ariel menyentuh d**a bidang Hazel dengan begitu menggodanya. Mengedip-ngedipkan sebelah matanya sambil mengerucutkan bibirnya seolah ingin mencium bibir Hazel.
Pria itu berusaha mengerjap-ngerjapkan matanya. Bahkan, ia sampai menguceknya beberapa kali untuk memastikan. Apakah yang ia lihat saat ini benar atau hanya khayalan liarnya saja.
"Pak, Pak Hazel!" panggil Ariel sambil mengayunkan tangannya di depan wajah atasannya.
"Eh, iya. Ada apa?" tanya Hazel canggung.
"Bapak kenapa diam saja? Ayo kita lanjutkan makan siangnya," sahut Ariel. Kemudian ia meminta agar Hazel melanjutkan makan siangnya.
"Kamu habiskan saja, saya sudah kenyang."
Perutnya sudah tidak merasa lapar sama sekali. Yang ada, kini hanya tubuh bagian bawahnya yang merasa lapar ingin segera dituntaskan hasratnya.
"Loh, Pak. Baru juga makan beberapa suap masa sudah kenyang. Apa karena saya, selera makan Bapak jadi hilang?"
Ariel merasa tidak enak sudah bersikap tidak sopan dengan memakan makan siang atasannya. Namun, ia melakukannya dengan terpaksa karena perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi.
"Bukan, bukan seperti itu. Sebenarnya tadi saya tidak benar-benar lapar. Jadi, kamu habiskan semua saja. Soalnya saya mau ke toilet sebentar," kata Hazel dengan kedua tangan yang saling bertaut.
Ia berusaha menyembunyikan juniornya yang sudah menegang sempurna di balik celana bahannya.
Tidak menunggu Ariel untuk menjawab, Hazel bergegas menuju toilet yang ada di ruangannya. Sampai di dalam, ia menghembuskan nafas lega karena bisa lepas dari bayang-bayang Ariel yang terus menggodanya.
"Ada apa denganku? Kenapa aku membayangkan hal yang tidak-tidak." Sambil membuka resleting celananya, Hazel terus saja bergumam.
"Ha ... ha .. ha ... kau memang sudah tidak waras Hazel. Bahkan juniormu sudah menegang dengan sempurna hanya karena berdekatan dengan Ariel, si wanita aneh itu."
Tangan kanan Hazel menyambar sabun dan mulai memainkan juniornya dengan lincah. Tiba-tiba bayangan Ariel yang sedang memainkan juniornya terlintas. Namun, ia membiarkannya begitu saja tanpa mencoba untuk mengenyahkan pikiran tersebut. Mungkin rasanya jauh lebih nikmat sambil membayangkan Ariel, daripada hanya sibuk bermain tanpa membayangkan apa-apa.
Sudah satu tahun lebih ia kembali melakukan hal seperti itu. Karena selama menjalin hubungan dengan Binar. Ia selalu menjaga hasratnya agar tidak merusak Binar. Meskipun ia harus selalu bermain solo di kamar mandi.
Namun, ia tidak pernah merasa keberatan sama sekali. Karena memang ia benar-benar mencintai Binar dan akan menyentuhnya setelah menikah nanti. Walaupun kenyataannya tidak sampai ke jenjang pernikahan mereka harus berpisah.
Setelah menuntaskan hasratnya, Hazel kembali dan menyaksikan semua makanan di meja habis tak bersisa. Dan saat ini, ia melihat Ariel yang sedang tertidur pulas di sofa dalam posisi terduduk. Seperti kebiasaan banyak orang, setelah kenyang mereka pasti mengantuk dan tertidur.
"Bisa-bisanya dia tidur di sini dan di jam kerja lagi. Dasar wanita aneh!" cela Hazel sambil berkacak pinggang.
Alih-alih memilih untuk duduk di kursinya dan kembali bekerja. Hazel justru berjalan mendekat ke arah sofa di mana Ariel berada. Pria itu berlutut sambil mengulurkan tangannya, merapikan poni rambut Ariel, dan meletakkannya di belakang telinga.
"Cantik, tapi aneh," gumam Hazel memuji sambil mengusap perlahan bibir Ariel dengan ibu jarinya.
Ia menatap serius wajah ayu wanita yang kini ada di depan matanya. Entah apa yang membuatnya semakin mendekatkan wajahnya. Memiringkan kepalanya dengan mata yang terpejam.