Tak ada jalan keluar

463 Words
BAB 2 – TAK ADA JALAN KELUAR Mata Exelina berkilat tajam. Dia benci dikendalikan, terlebih lagi oleh pria yang pernah ia tinggalkan di masa lalu. Namun, Grayson Cole Walker bukan tipe pria yang bisa ditinggalkan begitu saja. Dia adalah badai yang selalu kembali. "Aku bukan milik siapa pun, Grayson," ulangnya dengan nada tegas. Grayson hanya menyeringai tipis, ekspresi yang selalu membuatnya tampak lebih berbahaya. "Kau bisa terus mengatakannya, Nonaku. Tapi kenyataannya tetap sama. Kau ada di sini, berdiri di hadapanku, dan aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja." Sebelum Exelina bisa membalas, Mason terkekeh. "Oh, Grayson. Kau belum berubah sedikit pun, ya? Masih sama posesifnya." Tatapan Grayson beralih ke sahabatnya dengan dingin. "Dan kau masih sama menyebalkannya." Mason mengangkat bahu santai. "Aku hanya menikmati pemandangan, kawan. Lagipula, kau tahu aku selalu memiliki ketertarikan terhadap wanita cantik." Dia melirik Exelina dengan senyum nakal. "Khususnya yang sulit ditaklukkan." Exelina tidak terpengaruh. Dia sudah terbiasa dengan pria seperti Mason—pria yang menggunakan kata-kata manis sebagai senjata. Tapi yang membuatnya lebih tertarik adalah bagaimana Grayson bereaksi. Rahang pria itu mengeras. Napasnya terdengar lebih berat. "Hati-hati, Mason," suara Grayson berbahaya. "Aku tidak suka berbagi." Mason hanya tertawa. "Relax, Grayson. Aku tidak mengambil sesuatu yang bukan milikku… kecuali jika dia menginginkannya sendiri." Exelina menegang. Ada sesuatu dalam nada Mason yang membuatnya merasa waspada. Seakan pria itu tidak hanya menggoda, tetapi benar-benar ingin menantang Grayson. Grayson merenggut pergelangan tangannya, menariknya menjauh dari Mason. "Kita perlu bicara, Nonaku." "Lepaskan aku," desis Exelina, berusaha melepaskan diri. "Tidak di sini." Grayson menyeretnya keluar dari ballroom menuju balkon yang lebih sepi. Angin malam Milan menyapu wajah Exelina, tetapi hawa dingin itu tidak cukup untuk meredakan panas yang mulai membakar dirinya karena amarah. Grayson akhirnya melepaskannya, tetapi tubuhnya masih cukup dekat untuk mendominasi ruang di antara mereka. "Apa yang kau inginkan, Grayson?" tuntut Exelina, menatapnya dengan penuh tantangan. "Kau," jawab Grayson tanpa ragu. "Aku menginginkanmu kembali." Exelina tertawa kecil, tidak percaya dengan keberanian pria ini. "Kau serius? Setelah bertahun-tahun?" "Aku tidak pernah melupakanmu, Nonaku." Matanya yang kelam menatapnya dalam, seakan menelanjangi setiap lapisan pertahanannya. Exelina menelan ludah. "Kau gila." "Dan kau tahu itu tidak akan menghentikanku." Hening sejenak. Angin malam berembus, tetapi yang terdengar hanyalah detak jantung Exelina yang mulai tidak beraturan. "Dengar, Grayson," katanya, berusaha terdengar tenang. "Apa pun yang kita punya di masa lalu, itu sudah berakhir. Aku punya kehidupanku sendiri sekarang. Aku tidak bisa—" "Pernikahan." Exelina terhenti. "Apa?" Grayson menyelipkan satu tangan ke dalam sakunya, ekspresinya tetap tak terbaca. "Aku tidak hanya ingin kau kembali. Aku ingin menikah denganmu." Exelina merasa dunia di sekelilingnya berhenti berputar. "Kau bercanda, kan?" "Aku tidak pernah bercanda tentang sesuatu yang kuinginkan." Matanya menatap Exelina dengan intensitas yang hampir membuatnya kehilangan keseimbangan. "Dan aku selalu mendapatkan apa yang kuinginkan, Nonaku." --- TO BE CONTINUED…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD