Permainan yang dimulai

489 Words
BAB 4 – PERMAINAN YANG DIMULAI Malam itu, Exelina tidak bisa tidur. Kata-kata Grayson terus terngiang di kepalanya, berputar seperti simfoni yang mengganggu. "Aku akan membuatmu tidak punya pilihan lain, Nonaku." Pria itu bukan hanya sekadar CEO ambisius—dia adalah seseorang yang selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, dengan cara apa pun. Exelina berjalan menuju jendela apartemennya yang menghadap kota Milan. Lampu-lampu kota berkelap-kelip di bawah sana, tetapi pikirannya masih penuh dengan kekacauan. "Terlalu cepat," gumamnya. "Terlalu berbahaya." Pernikahan? Dengan Grayson Cole Walker? Itu bukan sekadar permainan bisnis, itu adalah perang. Jika dia masuk ke dalam permainan ini, tidak ada jalan keluar. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk. > Grayson: Tidurlah, Nonaku. Kau butuh istirahat untuk berpikir jernih besok. Exelina mendecakkan lidahnya. Pria itu benar-benar tidak berubah—selalu tahu di mana dirinya, selalu mengawasi. Dia mematikan ponselnya dan kembali ke tempat tidur. Tapi satu hal yang pasti—Grayson tidak akan berhenti. Dan ini baru permulaan. --- Keesokan Harinya – New York Exelina tiba di New York untuk menghadiri pertemuan bisnis dengan klien eksklusifnya. Salah satu butik ternama di Fifth Avenue ingin bekerja sama dengannya untuk koleksi baru. Dengan balutan setelan berwarna ivory yang elegan dan heels Louboutin yang membentuk langkahnya dengan sempurna, dia memasuki restoran mewah tempat pertemuan diadakan. Namun, begitu dia masuk, matanya langsung menangkap sosok yang tidak ia harapkan. Grayson. Duduk di salah satu meja VIP dengan segelas bourbon di tangannya, tatapan matanya langsung terkunci pada Exelina begitu dia masuk. "Sial," gumamnya pelan. Seorang pelayan mendekatinya. "Nona Gladhine, klien Anda sudah menunggu di meja sebelah sini." Exelina mengikuti pelayan dengan sikap anggun, berusaha mengabaikan tatapan Grayson yang terus menusuknya. Pertemuan berjalan lancar. Kliennya sangat antusias dengan konsep yang ia tawarkan. Namun, sepanjang pertemuan, dia bisa merasakan tatapan Grayson tidak pernah berpaling darinya. Ketika pertemuan selesai, Exelina melangkah keluar dari restoran. Namun, baru beberapa langkah, suara rendah yang terlalu dikenalnya menghentikannya. "Nonaku." Exelina berbalik. Grayson berdiri di depannya dengan tangan terselip di saku celana, ekspresi dingin dan mendominasi. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya tajam. "Mengawasimu," jawabnya santai. Exelina memutar matanya. "Aku tidak butuh pengawasanmu, Grayson." Pria itu tersenyum tipis. "Oh, tapi aku tidak bisa membiarkan tunanganku berkeliaran sendirian di kota ini tanpa perlindungan, bukan?" Exelina membeku. "Tunang—Apa?!" "Aku sudah mengatur segalanya, Nonaku. Pernikahan ini akan terjadi." Exelina mencengkeram tas tangannya erat. "Kau benar-benar sudah kehilangan akal sehatmu." Grayson melangkah lebih dekat, suaranya rendah dan berbahaya. "Dan kau akan segera kehilangan kebebasanmu jika menolakku." Tatapan Exelina menyipit. "Apa maksudmu?" Grayson mengeluarkan ponselnya, menunjukkan sesuatu di layar. Exelina membelalakkan mata. Itu adalah dokumen bisnisnya—dan data rahasia yang seharusnya tidak bisa diakses oleh siapa pun. "Bagaimana kau mendapatkan ini?" Grayson menyeringai. "Aku memiliki sumber daya, Nonaku. Dan aku tahu persis bagaimana melindungi—atau menghancurkan—seseorang." Exelina menahan napas. Dia baru menyadari sesuatu. Ini bukan sekadar permainan. Ini adalah perang. Dan dia baru saja terperangkap di dalamnya. --- TO BE CONTINUED…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD