BAB 36 – LANGKAH PERTAMA MENUJU KEHANCURAN
Api yang Berkobar
Ledakan di Walker Corporation mengguncang New York. Media langsung memberitakan insiden itu, berspekulasi tentang serangan terhadap salah satu konglomerat terbesar di dunia bisnis.
Grayson berdiri di lantai tertinggi gedungnya, memandang puing-puing yang masih mengepulkan asap. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat.
Liam sudah melewati batas.
Lucas memasuki ruangan dengan ekspresi serius. "Kita sudah mengonfirmasi, ini bukan kecelakaan. Bom itu ditempatkan di salah satu laboratorium penelitian kita. Sepertinya seseorang membocorkan akses keamanan ke orang luar."
Grayson tidak menunjukkan ekspresi terkejut. "Daniel Vaughn?" tanyanya datar.
Lucas mengangguk. "Dia satu-satunya yang memiliki akses informasi sejauh itu."
Mata Grayson berkilat dingin. "Bawa dia ke tempat biasa. Aku ingin bicara dengannya."
Lucas tersenyum miring. "Dengan senang hati, boss."
---
Sebuah Rencana Berbahaya
Sementara itu, Exelina berada di penthouse-nya, memeriksa berita di ponselnya.
Serangan ini bukan hanya ancaman bagi Grayson, tetapi juga bagi dirinya. Jika Liam berani menyerang bisnis Grayson, bukan tidak mungkin ia juga akan menyentuh Exelina secara langsung.
Pikirannya terputus ketika suara ketukan terdengar di pintunya.
Ia bangkit, berjalan dengan anggun, lalu membuka pintu. Seorang pria berdiri di sana, mengenakan jas mahal dengan senyum licik di wajahnya.
Liam.
Exelina tidak menunjukkan ekspresi terkejut. Ia hanya menyandarkan tubuhnya ke pintu, menatapnya tanpa emosi. "Beraninya kau datang ke sini."
Liam tersenyum, matanya mengamati Exelina dari atas ke bawah. "Kau tahu aku tidak mudah menyerah, Exelina."
Exelina mendengus. "Kau pikir aku akan takut padamu?"
Liam melangkah lebih dekat, membuat Exelina menegang. "Aku tidak membutuhkan rasa takutmu, sayang. Aku hanya ingin kau sadar bahwa Grayson tidak akan bisa melindungimu selamanya."
Exelina tetap tenang, meskipun jantungnya berdebar kencang. "Dan apa yang membuatmu berpikir aku butuh perlindungan darinya?"
Liam menyeringai. "Karena aku tahu siapa dirimu, Exelina. Aku tahu rahasiamu."
Exelina terdiam. Matanya menyipit, berusaha membaca ekspresi Liam.
"Kau tidak tahu apa-apa," bisiknya tajam.
Liam hanya terkekeh, lalu membisikkan sesuatu sebelum pergi.
"Kita lihat saja nanti."
Pintu tertutup. Exelina berdiri diam, merasakan hawa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya.
Apa yang sebenarnya Liam ketahui?
---
TO BE CONTINUED....