|| Chapter-09 ||

1096 Words
Tring.., Tiffany menoleh saat dia baru saja membuka kedua matanya. Karena terlalu lama bersama dengan Bara malam itu, Tiffany jadi kurang tidur dan jam kerjanya berantakan pula. Dia tidak menyalahkan Bara. Toh, wajar bukan jika sepasang kekasih yang berpisah cukup lama untuk bertemu. Menghabiskan banyak waktu untuk saling berbicara satu sama lain, hanya untuk melepas rindu. Menurut Tiffany itu wajar. Karena Bara dan dirinya sudah tujuh tahun ini berpisah. Dan sekarang pria itu mengirim pesan pada Tiffany, memintanya untuk bertemu di sebuah villa tengah hutan. Alamatnya saja tidak begitu jelas gimana bisa Tiffany datang kesana? Wanita itu langsung membalas pesan Bara dengan cepat. Meminta pria itu untuk menjelaskan, sejelas-jelasnya alamat rumah yang harus Tiffany datangi. Karena dia tidak akan membawa mobil saat pergi sendirian, yang ada Tiffany akan datang membawa taksi online. Sambil menunggu balasan pesan dari Bara. Wanita itu memilih untuk membersihkan tubuhnya. Tidak mungkin juga, dia pergi menemui Bara dalam keadaan bau badan. Walaupun tidak ketara, tetap saja Tiffany harus mandi. Tiga puluh menit berlangsung, Tiffany baru saja menyelesaikan mandinya. Mengambil baju Striped shirt dan juga sling best dipadukan dengan denim shorts. Tiffany sudah siap untuk pergi ke alamat yang diberikan Bara. Mengambil sneaker putih dan mengenakannya. Tak lupa juga Tiffany mengambil clutch bermerk yang menjadi koleksinya selama ini. "Papa…, Tiffany pergi bentar ya." teriak Tiffany. Tapi sayangnya Leon tidak menyahut sama sekali. Sekali lagi Tiffany berteriak, yang keluar malah Mbok Darmi. Dia memberitahu Tiffany, jika Leon belum pulang dari kantor. Padahal ini sudah jam empat sore, dimana kantor Leon tutupnya jam lima sore. Tiffany memberi pesan pada Mbok Darmi, untuk memberitahu Leon jika Tiffany sedang pergi keluar. Dia tidak menyebutkan kemana dia harus pergi, lagian ini cukup bahaya jika Leon sampai tahu kalau Tiffany pergi. Memesan satu taksi online dan menunggunya sampai lima menit. Akhirnya taksi online pesanan Tiffany pun datang, wanita itu lebih suka menggunakan transportasi umum dibanding harus bersama dengan sopir pribadinya. Yang dimana sopirnya itu pasti langsung mengadu pada Leon, tentang apa yang dilakukan Tiffany. "Sesuai aplikasi ya alamatnya." kata sopir taksinya. "Iya Pak." jawab Tiffany seadanya. Wanita itu tak lupa juga memberitahu Bara jika dia sudah berangkat. Jika nanti Tiffany nyasar atau salah jalan, bisa jadi kan dia menelpon Bara untuk menjemputnya. Tapi melihat mobil ini belok ke kiri ke jalanan yang sepi Tiffany sedikit merasa takut. Dia tahu ini adalah jalanan menuju ke penginapan yang dekat dengan kaki gunung. Tapi masa iya Tiffany salah menulis alamat yang Bara berikan. Karena merasa takut, Tiffany kembali membaca setiap kalimat alamat yang diberikan Bara. Dan nyatanya Tiffany juga tidak salah penulisannya sama sekali. Cuma, kenapa jalannya kapan ke jalan macam ini? Tiffany ingin meminta sopir taksi itu menghentikan mobilnya. Tapi yang ada Tiffany malau dibuat terkejut dengan jalanan hitam yang panjang. Ini pertama kalinya Tiffany melihat jalan panjang ini, yang hanya bisa dilewati oleh satu mobil. Tidak ada garis putih atau lampu yang biasanya diletakkan di garis putih. "Loh Pak kok kesini? Kita salah alamat ya?" ucap Tiffany berpura-pura. Sopir itu menggeleng, "Nggak Mbak. Ini mapsnya ke sini. Atau nggak Mbak salah tulis alamat kali ya. Saya bingung ini dimana." Tiffany memilih diam, dan ingin menelpon Bara untuk menjemputnya. Belum juga Tiffany menelpon Bara, mobil ini langsung berhenti seketika di depan sebuah rumah bercat hitam. Lampu kuning yang menyala dengan atas selang seling dengan kaca. Bahkan dinding rumah ini juga terbuat dari kaca, tidak ada dinding atau pembatas lainnya. "Mapsnya berhenti sini Mbak." kata sopirnya. Tiffany semakin bingung, tapi dia juga membayar tagihan taksi online, barulah dia turun dari mobil dengan perasaan bingung. Dia dimana? Dia ngapain? Kalau dilihat rumah ini terlihat sangat mewah, hanya saja tempatnya yang tidak bagus. Rumah bercat hitam dan dilengkapi dengan kaca, ditambah pula di atas atap rumah juga ada beberapa rumput yang tumbuh disana. Dengan perasaan takut Tiffany langsung berjalan ke pintu rumah ini. Bahkan tanpa diketuk pun Tiffany yakin, jika pemilik rumah ini pasti tahu jika ada orang yang datang. Kaca ini tembus pandang, dari dalam bisa melihat dari luar. Dan dari luar juga bisa melihat dari dalam. Tiba-tiba saja Tiffany membayangkan bagaimana jika rumah ini dijadikan hotel untuk orang yang sudah menikah, pasti semutnya langsung mengintip. "Permisi..," teriak Tiffany, sambil mengetuk pintu kaca itu. Tak lama dari Tiffany berteriak sebanyak tiga kali. Wanita itu bisa melihat Bara yang turun dari anak tangga, dengan handuk yang melilit pinggangnya. Belum lagi handuk kecil yang mengusap rambut basahnya. Ada juga beberapa tetesan air yang langsung jatuh pada bahu polosnya. Melihatnya saja membuat Tiffany sesak napas. Apalagi jika bisa menyentuh dan mengusapnya, mungkin saja Tiffany akan tewas seketika di tempat. "Masuk." titahnya. Tiffany langsung masuk dan duduk di sofa yang berwarna hitam pula. Tiffany pikir hanya depannya saja yang hitam, ternyata seisi rumahnya juga berwarna hitam. Bara memilih kembali baik ke atas untuk mengganti bahunya. Sejujurnya Tiffany penasaran ini itu rumah siapa. Lagian Bara juga baru datang beberapa hari lalu, mana mungkin jika pria itu langsung membangun rumah dalam sekejap. Dia kan nggak punya dedemit seperti Bandung Bondowoso. Disini Tiffany hanya bisa melihat semua perabotan rumah ini berwarna hitam. Hanya ada satu warna coklat, yang diyakini Tiffany adalah meja makan yang memiliki empat kursi. Dan juga anak tangga yang berwarna coklat dengan ukiran kayu pula. Selain itu sudah lah warna hitam sangat mendominan, dan juga lampu kuning remang-remang seperti di cafe. Tak lama orang yang ditunggu pun datang, dengan membawa gitar di tangannya. Tiffany tersenyum, mungkin maksudnya Bara menginginkan Tiffany untuk menemaninya latihan seperti dulu lagi. "Mau latihan?" tanya Tiffany sok percaya dirinya. Bara menggeleng, "Nggak pengen. Cuma pengen denger kamu nyanyi aja." Tiffany menolak. Dia tidak bisa bernyanyi, tapi yang ada Bara langsung memaksa Tiffany untuk bernyanyi. Dulu mereka kan sering duet bersama cuma ya begitu, Tiffany suka malu-malu dulu baru mau dipaksa. "Satu lagu aja ya tapi." ucap Tiffany akhirnya. Pria itu mengangguk dan meminta Tiffany memilih satu lagu untuknya. Berhubung suasana hati Tiffany lagi bahagia, karena bisa bertemu dengan Bara. Wanita itu memutuskan untuk menyanyikan lagu i love you so much dari Ysabelle Cuevas. Bara langsung mengambilnya kunci F untuk menyesuaikan suara Tiffany. Padahal Bara pikir, suaranya pasti akan ketinggian, tapi yang ada malah pas di suara Tiffany. Sepanjang lagu berlangsung, Bara tersenyum puas saat melihat Tiffany bernyanyi di depannya dengan berbagai ekspresi. Inilah yang disukai Bara dari Tiffany. Tidak ada yang ditutup-tutupi dari wanita itu, dia terlihat sederhana dan apa adanya. Dan dia adalah pemilik hati Bara yang sesungguhnya. Di dunia tanpa kehidupan, kamu membawa warna Di matamu aku melihat cahaya, masa depanku Selalu dan selamanya bersamamu, sekarang aku tidak bisa melepaskanmu Aku jatuh cinta padamu, dan sekarang kau tahu. To Be Continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD