Api Cemburu Saga

1469 Words
Sarah tidak akan terlalu percaya jika Calvin memang menyukainya, karena mereka dalam kencan kontrak, jadi ia berpikir kalau semua perlakuan pria itu mungkin hanyalah akting. Lagi pula, mungkin pria itu hanya bercanda tentang rasa cemburunya untuk menggoda Sarah saja. Ini baru hari pertama mereka berkencan, Sarah di kejutkan dengan sikap Calvin yang blak-blakan. Pria itu terus saja mengatakan apa yang tidak ia suka secara terang-terangan. Tapi lama-lama memikirkannya membuat pipi Sarah memerah, ia sepertinya harus segera keluar dari kamar ini. Calvin membuat dirinya salah tingkah. Sarah memastikan Calvin benar-benar sedang mandi barulah ia keluar pelan-pelan tanpa membuat suara yang gaduh. Ia hanya berniat keluar sebentar untuk menjernihkan pikirannya, Sarah melangkahkan kaki keluar dari kamarnya, kemudian ia berjalan melewati beberapa lorong hingga berakhir di taman yang berada di dekat lobi penginapan. Angin di sini tidak terlalu kencang sehingga tidak membawa pasir gurun. Mata Sarah terpaku, langkahnya terhenti karena ia melihat Saga sedang berdiri tak jauh darinya, pria itu masih dengan tampang dinginnya dengan mata jadenya yang tajam, ia berjalan mendekati Sarah. Begitu jarak mereka sudah dekat, Saga menarik Sarah menuju lorong yang sepi dan menahannya di sana. "Lepaskan aku!" Sarah menarik tangannya, mencoba melepaskan genggaman tangan kekar Saga yang mencengkramnya cukup erat. Ia berharap ada yang melihatnya namun lorong tersebut benar-benar sepi. Saga mengukung Sarah pada sebuah tembok menggunakan kedua tangannya. Tatapan tajam saling beradu, baik dari Sarah maupun Saga. Nafasnya memburu, pria itu terlihat emosi. "Apa maksudmu dengan semua ini? Setelah lepas dariku sekarang kau bersama Wali Kota yang lain, Sarah?" Saga bertanya dengan penuh penekanan. Sarah belum sempat menjawab namun Saga sudah bertanya lagi. "Apa kau sedang menghinaku? Para Wali Kota adalah tipemu? Kau sengaja mendekati pria berjabatan tinggi?" Mata Sarah menajam,"Tutup mulutmu! Kau telah melecehkanku dengan kata-katamu!" Sarah menggeram kesal. Saga mendecih lalu menyeringai. "Setelah aku yang seorang Wali Kota Sandfield, kini kau bersama Calvin Wali Kotamu sendiri, lalu nanti setelah dengannya apa kau akan mengencani Tuan Edmund, sang Wali Kota Mistfield? Kau ini cassanova versi wanita, huh?" Tanpa berpikir panjang Sarah menampar Saga sangat keras, mampu membuat pipi pria itu berpaling dan memerah hingga sudut bibirnya berdarah. Nafasnya memburu, dadanya naik turun dan Sarah tidak bisa melunakkan tatapan tajamnya, Ia marah dan merasa terhina, tapi Sarah tidak bisa mengeluarkan emosinya secara meledak-ledak, ia takut air mata akan melesak begitu ia melakukannya. "Aku kecewa padamu Saga, kita berpisah karena kau yang memintanya. Tapi sekarang kenapa kau bersikap begitu menyedihkan?" Suara Sarah cukup kuat, namun ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi, ia tidak mau sampai suaranya terdengar bergetar karena menahan kondisi emosional yang membuncah. Mereka putus secara baik-baik karena Saga yang menginginkannya. Lalu kenapa Saga tidak dapat menerima Sarah yang kini bersama Calvin? Kenapa pria itu malah melontarkan kata-kata yang menyakiti hatinya? Saga menjadi seorang pria yang munafik. Pria itu hanya mampu diam dengan tatapan tajam saat ini, seakan tatapannya bisa menusuk Sarah kapan saja. Sarah bukanlah gadis yang lemah secara fisik, ia bisa saja memukul Saga sampai terkapar dalam satu kali pukulan, tapi gadis itu cukup tau diri untuk tidak melakukannya. Di tambah lagi, perkataan Saga melukai hatinya hingga ia menahan air mata di pelupuk matanya agar tidak lolos begitu saja. Saga bisa melihat dengan jelas Sarah yang menahan isak tangisnya. Tatapan Saga mulai sedikit melunak pada Sarah dan terlihat ada penyesalan di sana karena ia sudah bersikap sekasar itu. Apa yang telah Saga lakukan? Tentu saja Sarah sakit hati karena pria itu menyebutnya cassanova versi wanita. Sarah tidak seperti itu, ia bahkan masih suci sampai sekarang, ia tidak mencoba cinta satu malam kesana-kemari. Bahkan Saga adalah pria terakhir yang ia kencani sebelum melakukan kencan kontrak dengan Calvin ini. Kukungan Saga melemah, Sarah mendorong perlahan pria itu hingga cengkramannya terlepas, gadis itu mengusap air matanya yang sempat mengalir pada pipinya dengan cepat. "Kau pria jahat! b******k!" Sarah berseru pelan sembari berlari kecil, menjauh dari Saga, ia berjalan dengan cepat di lorong dengan perasaan yang sudah tidak karuan. Namun kepalanya menubruk d**a seseorang, membuat Sarah berhenti dan melihat siapa yang ia tabrak. "Sarah?" Tanya pria itu dengan suara khasnya yang lembut. "Kenapa kau ada di sini?" "Ed— Tuan Edmund!" Sarah tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, ia hampir memanggil nama pria yang berperawakan lebih tinggi darinya itu. Pria itu adalah Edmund, Wali Kota Mistfield, yang sempat di bahas oleh Saga tadi. Edmund menatap Sarah dengan khawatir, ia melihat sekelilingnya dan matanya menangkap bayangan Saga dari kejauhan. Di belakang Edmund, ada seorang wanita berambut panjang pirang kecoklatan yang menatap Sarah dan Edmund secara bergantian. Gadis itu juga melayangkan tatapan khawatir pada Sarah, sebagai sesama perempuan ia bisa melihat kesedihan dari raut wajah Sarah. Sarah merutuki dirinya, dalam sehari ia bisa mendapatkan masalah yang begitu complicated. Kenapa ia harus menabrak Edmund? Pria itu pasti bertanya-tanya sekarang. Edmund sempat dekat dengan Sarah yang berkenalan dengannya sejak masa akhir perang dunia. Mereka menjadi teman dekat, karena dalam beberapa pertemuan Calvin juga sering mengajak Sarah untuk bertemu Edmund di Mistfield, bahkan sejak Edmund belum menjadi Wali Kota. Itulah juga yang menjadi alasan Saga mengatakan omong kosong tentang Sarah tadi, bicara kalau gadis itu akan berkencan dengan Edmund jika ia sudah kandas dengan Calvin. "Maaf, aku harus pergi." Sarah berucap pelan, gadis itu hanya bisa menunduk dan tak mampu menatap Edmun maupun gadis di belakang pria itu. Dengan langkah cepat, Sarah menuju kamarnya sebelum Calvin menyadari dirinya tidak ada disana. Edmund menoleh pada gadis di belakangnya dan gadis itu mengangguk padanya, seakan mengerti. Tak lama Saga sudah berada di hadapan mereka berdua, dengan kondisi pipi yang merah serta sudut bibir yang sedikit berdarah. Edmund mengerti sekarang alasan Sarah dalam kondisi seperti tadi. "Selamat datang, Wali Kota Mistfield." Saga berusaha terlihat ramah dan menjauhkan urusan pribadinya, ia memaksakan senyumnya meski pipinya berkedut nyeri. "Terima kasih telah mengundangku, Wali Kota Sandfield." Balas Edmund, pria itu membalas senyum Saga. "Kale sudah menunjukkan kamar untukku, perkenalkan ini Nao." Ia memperkenalkan wanita yang semula berada di belakangnya, kini ada di sampingnya. "Salam kenal, Nona." Ucap Saga singkat tanpa mengulurkan tangan. Nao hanya tersenyum, sekilas, ia bisa melihat jelas kalau Saga menahan rasa denyut perih pada pipinya, sementara Edmund sedikit menyeringai. "Apa wajahmu baik-baik saja?" Edmund berbisik namun Saga merasanya itu seperti sebuah ejekan. Saga tidak bereaksi, ia hanya sedikit tersenyum sambil memegangi pipinya yang masih merah karena tamparan Sarah, Kemudian ia pergi meninggalkan Edmund dan Nao tanpa bicara apapun lagi. ••• Calvin telah selesai mandi, sepertinya ia mandi lebih lama dari biasanya karena cuaca di Sandfield membuat tubuhnya lengket parah, AC pun sudah di atur ke suhu yang paling dingin. Pria itu melihat ke arah ranjang Sarah, gadis itu sudah bergelung di atas sana dengan dengkuran halus, mungkin ia lelah. Calvin menghela napasnya, padahal ia ingin mengobrol dengan Sarah, tapi gadis itu sudah pergi ke alam mimpi. Kemudian ia memanfaatkan kesempatan ini untuk membaca buku kesukaannya yang sangat di benci oleh Sarah. Menurut Sarah, buku itu terlalu banyak muatan dewasanya. Masih ada waktu dua jam lagi, ia akan membangun kan Sarah nanti. Jam tujuh malam adalah waktu untuk acara pertama, rangkaiannya berupa makan malam dan berdansa bersama. Serta sambutan, pidato perwakilan dan lain sebagainya. Dua jam pun berlalu dan Calvin cukup puas melihat Sarah tampak cantik dan seksi dengan dress merah marun panjang yang terbuka di bagian bahu. Rambut panjangnya yang di buat curly dan tergerai sebagian ke depan untuk menutupi area dadanya. Sarah sempurna malam ini. Calvin memakai tuxedo hitam yang cukup berkilau dengan kemeja yang sengaja di buka dua kancing teratasnya untuk memperlihatkan tulang tegas lehernya dan sedikit intipan d**a bidangnya. Sarah hampir tidak berkedip, Meskipun masih ada masker yang menutupi bagian wajah Calvin, tetap tulang tegas itu masih terlihat menonjol. "Hati-hati, rahang mu bisa jatuh jika terus terbuka begitu." Gurau Calvin membuat Sarah menggeram kesal. "Kau terlihat berbeda, Pak Guru. Meski masker itu masih menutupinya." Ujar Sarah jujur. "Hn. Masker ini harus melindungi wajahku." Calvin memegangi wajahnya yang tertutup masker dengan gaya. Sarah memberikan tatapan muak atas sikap percaya diri Calvin. "Apa wajahmu berbintik?" Tanya Sarah sarkastik. "Atau wajahmu aslinya jelek? Sejak dulu kau selalu menutupi wajahmu," "Kau tebak saja. Suatu saat kau akan mendapatkan kesempatan untuk melihatnya." Calvin menjawab, ia mengulurkan lengannya untuk di gandeng oleh Sarah. "Tapi jangan pingsan ketika kau melihat wajahku nanti." Bisik Calvin selanjutnya. Sarah hanya terkekeh "Suatu saat? Itu bukan pernyataan yang pasti, aku tidak akan terlalu berharap bisa melihatnya," kemudian mereka segera menuju aula utama penginapan tersebut, di mana acara di laksanakan. Berkat Calvin, Sarah dapat melupakan hatinya yang terluka karena Saga menghinanya hari ini. Sarah berharap Calvin selalu bersama dengannya selama pesta atau Sarah akan terluka lagi. Luka hati lebih sulit di sembuhkan di bandingkan dengan luka fisik. Sarah menyesal ia menyetujui untuk datang kemari jika akan begini jadinya, sikap Saga tidak seperti yang ia kira. Tapi karena sudah terlanjur menyetujui perjanjian ini dengan Calvin, maka Sarah akan terus menjalankan nya tanpa keraguan sedikitpun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD