bc

Being a Perfect Love (Indonesia)

book_age12+
2.2K
FOLLOW
12.3K
READ
possessive
age gap
playboy
badboy
goodgirl
independent
drama
sweet
campus
first love
like
intro-logo
Blurb

Spin-off Kekasih Tuan Muda

Jatuh cinta beda usia sudah biasa.

Tapi, kalau jatuh cinta pada sahabat Kakak ipar yang sudah menganggap diri sendiri sebagai adik tersayang, bagaimana?

Itulah yang sedang Arsita Kumala rasakan. Dia memendam cinta teramat dalam pada Jefry Raksayudha. Namun, apalah daya, cinta itu hanya mampu ia simpan seorang diri di dalam hati.

Sita terlalu takut mengungkap, karena kalau ditolak, ia khawatir hubungannya dengan Jefry justru akan berjarak dan semakin kacau.

Namun, bagaimana jika cintanya terbalas?

Apakah semudah itu bersama? Ketika masa lalu Jefry perlahan justru meluap ke permukaan.

chap-preview
Free preview
Prolog
Prolog "Sita berangkat dulu!" Teriakkan itu menggema diseluruh ruang tamu. Tanpa menunggu sahutan balasan, gadis dengan rambut panjang yang pagi ini dibiarkan tergerai, segera mencangklong tas ranselnya. Dia melangkah lebar-lebar keluar rumah tanpa menoleh ke belakang. Sesekali wajah ayu-nya menampilkan senyuman manis yang bercampur geli jika terdengar samar keributan di lantai atas. Keributan pagi hari, di dalam rumah yang penuh cinta ini adalah hal yang biasa. Kalau tidak ada keributan justru akan terasa aneh. "Sita, kamu mau berangkat, udah bawa bekal?" Merasa dipanggil, gadis dengan pakaian serba hitam itu, terkait langkah. "Bawa bekal makan udah nggak zaman kali, Mba," jawabnya mengerlingkan sebelah mata. Hanya alasan, padahal karena dia ingin cepat-cepat berangkat ke kampus tanpa dilihat dari Yuna. Mendapat jawaban seperti itu, Mini hanya geleng kepala. Dia melanjutkan pekerjaannya menyiram bunga, sebelum mengernyit dan kembali melempar tanya pada Sita. "Kamu mau kuliah dengan pakaian itu?" Sita melirik urutan atas bawah, lalu mengulas cengiran khas dan menganggukan kepala. "Iya. Cantik ya Mba, emang." "Sama Yuna dibolehin?" tanya Mini lagi, sangsi. Karena setahunya, nyonya rumah tempat dia bekerja selama ini, sekaligus kakak kandung dari gadis yang berdiri di hadapannya, paling tidak suka melihat Sita tampil dengan pakaian ketat begitu. Celana panjang melekat, atasan kaus dibalut jaket kulit yang juga melekat pas. Sita mengangkat jemarinya dan ditempatkan di depan bibir, sembari melirik Mini dan pintu rumah yang terbuka lebar. "Ssst, jangan bilang-bilang, Mba. Kak Yuna lagi sibuk ngurus si kembar." Buka bibir mini. "Tapi--" "Aku berangkat dulu, Mba." Sita mengerling dan segera mengayun langkah menjauh. Namun, beberapa langkah, suara dari perempuan yang paling dia katakana ayunan kakinya. "Ganti baju dulu, Sita." Yuna berdiri tegap di depan pintu dengan dagu terangkat. Manik matanya menatap tajam pada sosok sang adik yang hanya melempar cengiran tipis. Sita menoleh sekilas, menyahut cepat. "Nanti ganti di kampus Kak, sekarang udah kesiangan. Sita berangkat dulu." Setelahnya, Sita segera berlari menjauh. "Sita! Kakak nggak suka kamu pakai-- Eh, letakkan helm itu. Kamu nggak Kakak izinin bawa motor." Yuna berjalan menyusul ke arah Sita yang sudah melihat helm dengan sebuah motor warna hitam yang terparkir manis di depan gerbang rumah yang terbuka. Menulikan telinga, Sita justru menaiki motornya dan memutar kontak. Membuat deru motornya memenuhi pelataran rumah besar di belakangnya. "Sita! Ya Tuhan, kamu--" Sita menoleh, buka kaca helmnya dan tersenyum manis ke arah Yuna. "Sita berangkat dulu, Kakak sayang. Cinta kamu penuh." Setelah mengatakan itu, Sita segera melajukan motornya keluar gerbang. Meninggalkan Yuna yang hanya mampu berdiri di tengah pelataran rumah dengan gelengan kepala. "Besok dijual aja motornya Sita." Yuna membalikan badan, yang disambut senyuman manis dari sang suami. "Aku nggak suka dia pakai motor laki begitu." Kennan menghela napas. "Kamu nggak akan tega jual motor Sita," ucapnya, karena memang siklusnya selalu seperti itu. Hari ini minta dijual, tapi besok ketika melihat Sita mengelap motor kesayangannya dengan penuh perasaan, Yuna melupakan niatan menjual. Yuna mencebikkan bibir. Merajuk. "Coba dulu nggak nurutin maunya Sita beli motor gede. Pasti nggak akan begini akhirnya, Sayang." Kennan menggenggam jemari Yuna dan membawa istrinya masuk rumah. "Nanti aku bicarain lagi sama Sita. Siapa tahu, kali ini dia mau dibeliin mobil." "Ya, semoga," desah Yuna, karena sudah kehilangan akal untuk membujuk Sita. Pakai mobil nggak mau, diantar apalagi. Jawabannya selalu sama. "Sita bisa sendiri Kak, pakai motor lebih tepat waktu bisa nyelip-nyelip di jalanan kalau macet." Di sisi lain, jauh dari pasangan suami istri tadi. Sita sudah membaur dipadatnya jalanan ibukota. Menjadi satu orang pengendara motor lain dari pengendara. Tinggal satu blok sebelum sampai ke kampusnya, di lampu merah, Sita Iseng menoleh ke arah sebuah kafe di samping kirinya. Dan seketika matanya membulat suatu sosok sosok laki-laki yang beberapa tahun ini mengendap manis di dalam, tersembunyi secara apik, sedang berbagi tawa dengan seorang perempuan. Duduk berhadap-hadapan tampak begitu menikmati waktu paginya. "Kak Jefry," bisik Sita lirih. Harusnya pemandangan seperti itu menjadi satu hal yang biasa. Karena selama bertahun-tahun ini pun dia selalu menjadi saksi. Tapi, sebiasa apa pun pemandangan itu, tetap berhasil menancapkan racun ke dalam dadanya. Hatinya sakit. Rasanya sesak sekali. Namun, tidak ada yang bisa dia lakukan. Sita hanya cukup menjadi pengamat dalam rajutan asmara lelaki itu, tanpa pernah mengambil kesempatan untuk ikut membuat cerita. Ada rentang jarak yang terlalu jauh. Yang membuat dia hanya bertahan di tempatnya berdiri, menyimpan sekelumit perasaan yang tak mampu ditepis. Dan semakin bertambah kuat setiap hari. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Turun Ranjang

read
579.1K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.3K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

Perfect Marriage Partner

read
810.4K
bc

Unpredictable Marriage

read
280.7K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook