Erlangga mengipas-ngipas lehernya menggunakan telapak tangan. Keringatnya terus mengucur sejak menginjakkan kaki di dalam dungeon. Meski banyak pohon, tapi udaranya kering. “Gerah…” “Sabar…” Mereka menyusuri lahan perkebunan yang tidak rata. Terkadang jalannya turun menuju lembah, terkadang naik ke bukit. Tiba-tiba terdengar geraman binatang buas. Bona langsung mematung. Ia membuka mata lebar-lebar, mencari sumber suara tersebut. “Di sana!” Erlangga menepuk-nepuk bahunya sambil menunjuk kejauhan. Sesosok monster mengendap dari balik salah satu pohon sawit. Ia memiliki rupa harimau, tapi berdiri tegak di atas kedua kakinya. Ia juga mengenakan celana levis biru yang sobek-sobek. Sepasang tanduk melingkar mencuat dari dahinya. [Cindaku] “Itu monster lantai ini.” Tanpa sadar Bona mundu

