Bad News

1029 Words
Jio belum tidur dari semalam sejak pertengkaran itu. Ia hanya menghabiskan waktu di balkon kamarnya sambil merokok. Sudah berkali-kali pulak ia menghubungi Sashi, namun pacarnya itu tidak pernah sekalipun membalas chat atau mengangkat telepon darinya. Jangankan Jio, teman-teman lain pun sama sekali tidak bisa menghubungi Sashi. Mereka berdua memang sudah pernah beberapa kali bertengkar. Tapi semua hanya masalah pekerjaan atau beda pendapat. Ini pertama kalinya mereka bermasalah karena orang ketiga. Biasanya Sashi akan nyerocos memarahi Jio seharian penuh dan akan kembali akur di keesokan harinya. Namun sekarang Sashi benar-benar diam dan menghilang entah kemana, sehingga membuat Jio jadi serba salah.Menurut salah satu pepatah, diamnya seseorang bisa berarti malapetaka. "Jio, makan ga lo? Tuh anak-anak udah pada nungguin di bawah buat sarapan," kata Noni yang semalaman sudah menceramahi Jio habis-habisan. Noni memang marah begitu mengetahui bahwa Jio dan Renata mempunyai affair. Namun ia masih peduli jika pria itu pingsan karena tidak makan. "Duluan aja," jawab Jio sambil kembali membuka ponselnya. "Si Wiggy ga ada, kok. Dia lagi keluar, kayaknya mau nyariin Sashi." Jio mendelik. "Lo pikir gue gak mau turun ke bawah buat sarapan karena takut sama si Wiggy?" "Bukan gitu! Gue cuman takut suasananya jadi ga enak aja. Lo belum makan dari semalem, loh! Buruan turun, atau gue bawain makanannya ke sini aja?" Karena takut teman lain mengira bahwa Jio takut dengan Wiggy, akhirnya ia pun turun mengikuti Noni ke ruang makan yang menyatu dengan dapur. Ternyata, di sana juga ada Renata yang terus-terusan menunduk, tidak berani menatap Jio, begitupun dengan Jio yang merasa tiba-tiba tidak nyaman. Menu di meja terdapat nasi goreng, nugget, sosis, kerupuk dan sepoci besar teh panas. Sudah pasti Noni dan Emil yang menyiapkan semua itu, karena hanya mereka berdualah yang pandai memasak. Kadang di kantor, mereka merangkap sebagai chef. "Mau kopi, Ji?" tanya Emil sambil mengambil mesin kopi dari counter dapur. Jio mengangguk. "Boleh." Aroma kopi mampu membuat kepala Jio lebih ringan. Apalagi ketika ia mulai menyesapnya. Semua yang berada di situ tampak fokus dengan makanannya masing-masing, tidak ada yang membahas mengenai kejadian semalam. Entah di mana sekarang Sashi berada. Jio berpikir, percuma saja ia mencari Sashi. Pacarnya itu pasti tidak mau bertemu dengannya dulu. "Whoaa... gila, ada kecelakaan pesawat!" seru Emil sambil melihat layar ponsel, sementara tangan satunya lagi menggenggam secangkir kopi. "Di mana?" tanya Noni. "Dari sini ke Bandung! Nih temen gue baru aja ngechat, dia nanya gue balik kapan ke Bandung. Dia ngiranya gue balik hari ini." Noni langsung bergidik. "Ih serem juga ya kalo jadwal kita pulang itu hari ini. Ga bisa bayangin deh gue." "Bersyukur kita masih dikasih selamat," ujar Haski yang selalu berkata bijak. "Coba lihat beritanya di TV, dong. Kecelakaan kayak gimana pesawatnya?" Noni mengambil remote di sebelah TV, lalu mencari siaran berita. Benar saja. ada pesawat yang hilang di tengah laut. Keberadaannya masih belum bisa ditemukan, sementara jumlah korban diperkirakan mencapai 113 jiwa. "Oh my God! Ngeri banget!" seru Noni. Sementara yang lain pada menghentikan makannya dan fokus menonton. Salah satu pembawa berita mengatakan bahwa terakhir kali signal pesawat terdeteksi di sekitar Laut Jawa di ketinggian 37000 kaki. Tim sar sudah melakukan pencarian dan sempat berhenti karena cuaca yang sedang buruk. Kini layar televisi memperlihatkan nama-nama korban beserta usianya. Dan salah satu dari daftar tersebut adalah Sashi Armellya Thanova. Orang yang pertama kali melihat itu adalah Jio. Dengan refleks ia mendorong meja dan melangkahkan kakinya ke dekat TV. Berharap apa yang dilihatnya hanya halusinasi. Namun suara Noni yang meneriakkan nama Sashi membuat suasana ruangan menjadi tegang. Jio sama sekali tidak mampu berkata-kata. Matanya tetap terpaku pada layar kaca, hingga daftar nama korban di layar televisi berganti dengan si pembawa berita. Untuk sesaat, tidak ada suara sedikitpun. Semua tampak tidak percaya, hingga akhirnya Noni mulai menangis. "Ji, beneran itu Sashi? Sashi kita?" tanyanya dengan suara bergetar. "Jadi Sashi pulang ke Bandung hari ini? Dia ada di pesawat itu?" Kini Shaki yang bertanya entah kepada siapa, karena tentu saja di ruangan itu tidak ada yang tahu. Jio tampak membuang napas yang sedari tertahan. Matanya terpejam dan kedua tangannya memegang kepala. Yang ada di pikirannya saat ini adalah Sashi tidak akan berada di pesawat tersebut jika saja Jio tidak melakukan kesalahan malam tadi. "Sekarang gimana? Apa kita ke bandara aja? Cari tahu perkembangannya di sana," ujar Shaki, mencoba untuk lebih tenang melihat Noni mulai sesenggukan begitupun dengan Renata yang sudah tampak menangis sedari tadi. Bahkan Emil yang mempunyai tubuh besar pun tengah menutupi wajahnya dengan tangan. Jio kembali beringsut ke meja makan ketika terdengar panggilan telepon dari temannya, Revo, yang juga bagian dari House of Skills yang bertugas mengerjakan bagian scoring. "Ya halo." Suara Jio begitu berat. [Wah gilaaa... woi, gua kira lo ada di pesawat yang kecelakaan! Lo di mana sekarang? Mana si Sashi. Tadi ada nama dia di daftar penumpang.] "Sashi ga ada sama kita, Rev." Ada keheningan sesaat. [K-kenapa dia bisa pisah sama kalian? Bro, lu becanda, kan? Jadi beneran si Sashi jadi korban di pesawat itu?] Emosi yang sedari tadi Jio tahan, akhirnya tumpah. Jio memang paling dekat dengan Revo yang merupakan sahabat, juga tandomnya dalam bermain musik. "Salah gue, Rev," jawab Jio dengan air mata yang semakin tumpah ruah. Ia sama sekali tidak bisa mencerna bagaimana dalam satu malam saja ia bisa kehilangan Sashi. Jika saja waktu terulang, ia akan dengan sekuat tenaga menghalangi Sashi pergi. Jika perlu, ia akan bertekuk lutut. [Bro, oke lu tenang. Gue tutup dulu teleponnya, oke? Nanti gue hubungin lo lagi.] Kini tidak hanya Jio yang mendapatkan panggilan telepon, namun semua yang berada di ruangan itu pun menerima panggilan. Namun mereka tidak mengangkatnya. Pertama, mereka masih sangat syok, kedua, mereka sendiri tidak bisa memberi penjelasan apa pun mengenai Sashi yang menjadi korban kecelakaan, selain ia ada di pesawat itu karena marah kepada Jio. "Guys, kita ke bandara aja sekarang," kata Shaki lagi. "Si Wiggy gimana?" tanya Emil. "Tulis catatan aja di pintu. Entar juga paling dia telepon." Shaki menepuk bahu Jio. "Udah, Bro. Masih ada kemungkinan Sashi selamat. Kita berdoa aja yang terbaik. Yuk, kita ke bandara dulu cari tahu." Namun sebelum Jio beranjak, pintu terbuka keras. Wiggy tampak memperlihatkan kemarahan yang lebih kuat dari semalam. Ia hendak menyerang Jio lagi, namun keburu terhalang oleh Emil dan Shaki.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD