Identity

1058 Words
"Ada yang salah?" tanya Jeff ketika melihat wajah Sashi seperti tengah melihat hantu selama lebih dari lima menit. Sashi yang sedari tadi hanya bergeming, akhirnya sadar. Ia menatap Jeff dengan wajah yang sulit diterka. "Namaku ada di dalam daftar korban." Hanya itu yang bisa Sashi katakan. "Korban apa?" Kini Sashi mulai menekankan perkataannya dengan mata melebar. "Korban pesawat yang baru tadi kamu bilang. Nama aku ada di situ!" Kini Sashi mulai menepuk-nepuk wajahnya. "Apa aku mimpi? Apa aku udah mati?" Sashi mulai melihat ke sekeliling, takut jika kini ternyata ia berada di dimensi yang berbeda. Jeff yang melihat itu langsung tertawa singkat dan langsung bisa memcerna semuanya. "Identitas kamu dipake sama si Pencuri Tas," ujar Jeff yakin. Sashi menurunkan tangan dari pipinya. "Maksud kamu, orang yang nyuri tas aku naik pesawat itu pake identitas aku?" Jeff mengangguk. "Kamu sempet lihat CCTV, kan, waktu di restoran kemarin? Gimana ciri-cirinya?" Sashi perlahan mengingat, karena saat itu ia masih mabuk. "Kayaknya dia punya badan yang ga jauh beda sama aku. Oh, dan rambutnya juga sebahu, sama persis sama foto di KTP aku." Jeff mengangguk. “Yap, berarti kemungkinan besar dia memang pake identitas kamu. Itu sebabnya nama kamu ada di daftar korban kecelakaan itu.” “Dan itu juga berarti semua isi tas aku bener-bener raib? Ponsel, dompet, kartu ATM, credit card? Haiiishh… emang karma langsung dibayar, abis nyuri malah kecelakaan.” “Ssstt… ga boleh ngomong gitu. Kita ga tau di balik itu semua mungkin ada alasan yang bikin dia terpaksa melakukan kejahatan. Mendingan sekarang kamu hubungi keluarga atau temen-temen kamu. Gimana kalau sampe mereka lihat nama kamu, pasti mereka bakalan khawatir.” Sashi melihat lagi Instagramnya. Hanya dalam beberapa menit saja, jumlah komentar bertambah ratusan. Inboxnya pun terdapat beberapa message, namun Sashi tidak membukanya. Matanya kini teralihkan ke timeline dan langsung melihat postingan Renata dua menit lalu. Di situ ada foto mereka berdua yang sedang berada di restoran sushi. Sashi dan Renata tampak sedang sama-sama memegang sumpit sambil berpose. Di bawahnya terdapat caption, “Shas, gue harap lo masih ada di luar sana dalam keadaan selamat. Cepet pulang ya, Beb. You’re the best friend I’ve ever had.” Sashi hanya tertawa sinis. Ia meragukan apakah Renata benar-benar tulus mengatakan itu? Setelah malam tadi ia berkhianat padanya? Renata hanya sedang terlihat sedang mencari perhatian followesnya yang berjumlah ratusan ribu. “You’re riding the wave as always, right?” gumam Sashi yang masih terdengar oleh Jeff. Namun pria itu tidak mau tahu kalimat tersebut ditujukan untuk siapa. Menurutnya, anak muda seumuran Sashi pastilah penuh problematic di pergaulannya. “Udah kasih tahu keluarga kamu?” tanya Jeff. Sashi tidak langsung menjawab, karena terakhir kali ia bertemu ayahnya, Sashi disebut pembangkang oleh beliau. Pun dengan Ibu dan adik tirinya yang selalu menyebalkan. Itulah alasan mengapa Sashi jarang pulang ke rumah dan lebih memilih stay di kantor HoS yang memang memiliki beberapa ruangan untuk dijadikan kamar. Ibu tirinya selalu terlihat fake, mata duitan dan selalu mengompori sang Ayah supaya Sashi tidak dibiarkan hidup seenaknya. Sementara adik tirinya selalu tampak iri dengan apa pun yang Sashi punya. “Entar aja deh aku hubungi mereka,” jawab Sashi sambil menyerahkan laptopnya kembali kepada Jeff. “Kenapa??” “Ga ada apa-apa. Toh mereka juga ga kelihatan nyariin. Bahkan mungkin papaku belum sadar kalau anaknya kecelakaan. By the way, kamu mau ga anter aku ke bandara?” “Ngapain?” Tadi Sashi melihat kolom komentar Renata yang mengatakan bahwa dia dan teman-teman yang lainnya akan menuju Bandara Ngurah Rai untuk mendapatkan perkembangan berita terkini. Ia hanya ingin ke sana untuk melihat reaksi teman-temannya seperti apa. Setelah melihat i********: tadi, Sashi jadi seperti dapat melihat kepedulian orang lain terhadapnya. Bahkan teman-teman lama yang sudah jarang berkomunikasi pun berbondong-bondong mengucapkan belasungkawa disertai cerita mengenai sosok dirinya di mata mereka. Bagaimanapun Sashi merasa tersentuh sekaligus senang karena mempunyai kesempatan untuk melihat bagaimana jika ia meninggal kelak. “Oke, saya ganti baju dulu,” jawab Jeff sambil beranjak ke kamarnya. “Eh, kamu punya kaus besar buat aku pake? Atau hoodie?” Jeff mengangguk. “Saya ambilin dulu.” Sepeninggal Jeff, Sashi kembali melamun sambil memandang keluar jendela. Bagaimana ia akan hidup selanjutnya? Apakah ia harus pulang dan membuat gempar banyak orang? Atau ia akan bersembunyi dari orang-orang yang sudah membuatnya kecewa? Namun apa yang akan ia lakukan tanpa uang sepeser pun? Karena ia kini hanya mempunyai baju yang tertempel di badan saja. “Cuman ada hoodie ini. Terlalu besar.” Jeff memperlihatkan sebuah hoodie berwarna hijau tua bergambar Goofy. “Bagus. Karena aku ga ada celana panjang, jadi aku pake hoodie ini aja,” jawab Sashi sambil menerima hoodie tersebut. “Boleh pake kamar mandi? Sebelah mana, ya?” Jeff menunjuk sebuah belokan di ujung ruangan. “Di sana, belok kanan.” “Oke.” Sashi langsung berganti baju tanpa melepas hotpantsnya. Hoodie itu panjangnya sampai pertengahan lutut Sashi hingga hotpantsnya tidak kelihatan. Namun memang itu yang Sashi inginkan supaya tidak terlihat jika saja teman-temannya berada di sana. Ia hanya perlu mengenakan tudung hoodie, mengenakan masker dan kacamata. Jeff pasti punya kacamata hitam. “Mau pergi sekarang?” tanya Jeff begitu Sashi keluar dari kamar mandi. “Yap. Apa aku repotin kamu?” “Nope. Karena kebetulan hari ini saya free.” “Kamu punya kacamata hitam?” tanya Sashi sambil mengikat rambutnya hingga berbentuk ekor kuda. “Kamu mau pake kacamata?” Sashi mengangguk. “Jaga-jaga, siapa tahu di sana ada temenku. Supaya mereka ga pingsan dikira lihat hantu.” Jeff tidak habis pikir mengapa Sashi tampak tenang dan lebih suka membiarkan orang lain menganggapnya sudah meninggal. Tapi ia tidak mau ikut campur, jadi yang bisa ia lakukan hanya kembali ke kamarnya dan mengambil salah satu kacamata hitam miliknya. Ia tertawa dalam hati karena hidupnya hari ini sangat random. Tiba-tiba ada perempuan asing yang meminjam barang-barang dan menjadi korban kecelakaan pesawat. Padahal Jeff sangat anti meminjamkan barang kepada orang lain. Bahkan Alina tidak pernah sekalipun memakai barang-barangnya. Setelah memilihkan kacamata hitam, mereka pun langsung menaiki mobil menuju bandara. Jeff menyalakan radio untuk mendengarkan berita yang update mengenai kecelakaan tadi. Namun sepertinya pesawat itu tidak kunjung ditemukan. Sementara beberapa keluarga korban sudah tampak berada di bandara dengan perasaan waswas. Sashi sendiri tidak bersuara. Ia hanya membayangkan bagaimana keadaan si Wanita yang mencuri tasnya. Mengapa ia nekat mencuri tas Sashi dan memakai identitasnya. Apakah wanita itu tidak memiliki identitas?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD