Pacar
"Lo jomblo gue jomblo. Fiks kita jadian!" ucap Kris menonyor kepala Khanza. Khanza mendengus sebal, sahabat gesreknya memang sangat menyebalkan.
"Jadian sama lo? Heloo! Princes cocoknya sama pangeran. Bukan sama lo." ketus Khanza menjulurkan lidahnya. Beginilah setiap hari yang dilakukan dua K, itu. Kris dan Khanza selalu mendebatkan hal yang tidak penting.
Saat ini mereka menduduki bangku kelas dua SMA. Kris yang ganteng memanfaatkan kegantengannya untuk mencari banyak cewek. Kalau anak jaman sekarang istilahnya fakboy.
"Gue sumpahin lo, terkintil kintil sama gue. Secara gantengnya gue gak ada yang nandingin." kelakar Kris dengan gaya selangitnya. Karena kesal, Khanza memilih pergi. Sahabatnya selalu menguras emosinya, tapi dia cinta.
"Za, tungguin! Nanti malam ikut bapalan. Gue yang jemput." ucap Kris yang di hadiahi tabokan oleh Khanza.
"Lo kok ngajakin gue, jelek?" tanya Khanza melotot.
"Udah gakpapa. Nanti gue yang izin sama papa lo."
"Tapi gue takut Kris. Apalagi malem malem."
"Gak ada penolakan. Jam sebelas malam gue jemput." ucap Kris dengan tegas. Inilah Kris, manusia keras kepala yang selalu seenaknya sendiri dan sok ngatur-ngatur.
Kris Amar Fathee, hanya seorang anak remaja yang masih penasaran dengan hal-hal yang baru ia temui dan rasakan. Balapan liar misalnya. Pertama ia tidak begitu menyukai aksi balapan yang menurutnya buang-buang waktu. Tapi setelah diajak temannya, ia jadi ketagihan. Apalagi sensasi saat dikejar-kejar polisi. Membuatnya greget dan pengen mengulangi lagi. Kali ini dia akan mengajak Khanza Rembulan. Gadis tomboy yang diam-diam ia sukai. Ia akan menyatakan cintanya pada Khanza saat ia menang balapan nanti.
Seperti biasa, pulang sekolah Kris selalu mengantar Khanza dengan selamat sampai pintu gerbang rumah gadis itu. Memang dari kecil mereka sudah lengket. Tidak bisa terpisah. Kedua orang tua mereka sahabatan. Jadi dari kecil sudah sering ketemu. Hubungan persahabatan antara laki laki dan perempuan, bukan tidak mungkin akan tumbuh benih cinta. Begitupun dengan mereka berdua yang diam diam saling mencintai. Entah cinta karena nafsu atau cinta yang benar cinta. Mereka masih terlalu kecil untuk mengerti arti cinta sesungguhnya.
Saat pulang sekolah, Kris pun langsung rebahan dikasur. Berkirim pesan dengan Khanza sambil ketawa ketiwi tidak jelas. Sepatu masih belum dilepas, tapi sudah nangkring di kasur. Bunda Kris, Mika menghampiri putra keduanya itu. Sudah dapat dipastikan kalau sang bunda akan ngomel.
"Kris, kebiasaan. Kalau pulang ganti baju dulu. Bersihin badan trus sholat. Bukan malah mainan hp!" tegur Mika yang dibalas cengengesan oleh anaknya.
"Cepat! Malah cengengesan."
"Iya bundaku yang cantik," jawab Kris mengedipkan sebelah matanya. Mika hanya menggeleng melihat tingkah anaknya. Saat Kris ke kamar mandi, Mika mengecek hp anaknya yang isinya sayang-sayangan. Bukan hanya dengan satu cewek. Tapi banyak. Mika geram, anaknya adalah penggoda yang ulung. Pembual sana sini. Playboy stadium empat.
"Bunda kok buka-buka hp Kris sih?" tanya Kris setengah kesal. Mika melempar hp Kris ke kasur. Beranjak pergi.
Sebagai orang tua tentu saja ia khawatir dengan pergaulan sang anak. Anak seusia Kris, wajar bila masih senang senangnya karena baru mengenal cinta antar lawan jenis. Tapi Mika bukan tipe orang tua yang mengijinkan anaknya pacaran.
Malam harinya, Kris mengedap endap keluar kamarnya. Dengan langkah pelan ia menuju ke garasi. Dalam hati ia berdoa agar ayah dan bundanya tidak bangun dan memergokinya. Bisa gagal total kalau mereka bangung. Kris menuntun motornya keluar dari gerbang. Menutup kembali gerbang dengan pelan. Syukurlah sampai luar ia aman. Dengan kecepatan diatas rata rata, Kris memacu motornya sampai ke rumah Khanza. Sedangkan Khanza sendiri sudah menunggu di depan halaman dengan mengenakan jaket hitam dan rambut yang tergerai lurus. Kris sangat terpesona. Kecantikan Khanza bak bulan purnama yang memancar indah. Persis seperti namanya, Khanza Rembulan.
"Ayo naik!" ajak Kris yang langsung diangguki Khanza. Kris membantu Khanza menaiki motor sportnya yang lumayan tinggi. Mereka melaju ke tempat balapan yang akan di selenggarakan. Hadiahnya kali ini uang lima juta sama hp keluaran terbaru. Sebenarnya, Kris bukan orang yang kekurangan hingga harus melakukan balapan liar demi dapat uang. Tapi, dasanya ia saja yang badung dan nakal.
"Waah Kris, lo bawa siapa?" tanya Gail yang melihat sahabatnya membonceng cewek.
"Jangan jangan cabe-cabean." kelakar Niko yang membuat teman teman yang lain tertawa. Khanza membuka helm nya. Saat itulah mereka diam. Apalagi Gail dan Niko, mereka satu kelas juga dengan Khanza.
"Eh elo, Za. Tumben lo mau diajak ke sini. Gak dimarain sama bokap lo yang over itu?" tanya Gail kaget. Pasalnya papa Khanza, Fandy adalah orang yang super over protektif. Selalu ingin tau kegiatan anaknya apa aja. Gail pikir tidak mungkin kan, Khanza akan bilang kalau mau nonton balapan.
"Tadi bilang sama papa, kalau diajak Kris nonton bioskop." jawab Khanza. Perlu diketahui. Walaupun Khanza tomboy, dia masuk kategori cewek polos. Selalu berkata jujur.
"Wadaw gemesin banget sih lo!" ucap Niko mengacak rambut Khanza.
"Woy woy milik gue itu!" teriak Kris menjauhkan tangan Niko. Ia tidak suka Khanza di pegang cowok lain. Hanya dia yang boleh. Sebentar lagi, Kris akan pastikan Khanza jadi miliknya.
Setelah menunggu yang lain berkumpul, akhirnya balapan pun di mulai. Kris, Rengga, Satya, Aldi dan Fero sudah siap dengan posisi masing masing. Suara bising dari gas yang dimainkan memekik telinga di gelapnya malam. Khanza menutup telinganya ngeri. Ia sangat takut. Sebelumnya ia tak pernah mau diajak ikut ke arena balap. Ia tidak suka melihat cowok-cowok sok keren. Ia juga tidak suka melihat para cewek-cewek yang mengenakan pakaian kurang bahan. Pusar kelihatan dan paha yang terpampang jelas. Khanza juga risih di tatap para cowok dengan tatapan menelikis. Khanza sungguh ingin menangis.
1
2
3
Kelima peserta melajukan motornya dengan kencang. Jantung Khanza merasa sedang lari marathon. Ia tidak suka kebisingan, tidak suka keramaian dan tidak suka dengan rasa kegelisahan. Khanza gelisah melihat Kris mengebut dijalankan yang bahkan banyak orang lain yang merupakan pengguna jalan juga. Khanza menatap sekelilinganya yang bersorak sorak. Dia tetap menutup telinganya.
"Lo kenapa?" tanya Gail menepuk pundak Khanza dengan keras.
"Hah?" tanya Khanza kaget.
"Lo kenapa nutup kuping kayak gitu?" ulang Gail mengeraskan suaranya.
"Gue takut. Gue mau pulang!" ucap Khanza sedikit bergetar. Gail menggeram marah. Kris emang bodoh. Bisa bisanya ia mengajak cewek sepolos Khanza di arena liar seperti ini. Bahkan bau alkohol sudah mulai tercium. Asap rokok dari cewek cowok juga sudah mengepul.
"Kris! Kris! Kris!"
Suara orang-orang menyoraki Kris membuat Khanza menoleh. Dari kejauhan. Bisa ia lihat Kris nemimpin di depan. Dengan gaya sok sokkan nya, Kris lepas tangan dan naik diatas motor. Khanza memalingkan wajahnya. Ia tidak suka Kris seperi itu. Ia takut Kris akan terjatuh.
"Yeeeeeaaaahhh!!"
Teriak semua orang saat Kris berhasil memenangkan balapan. Kris juga atraksi sebentar untuk memeriahkan kemenangannya. Tepukan meriah, kembang api dan gitar yang di petik saling bersautan merayakan kemenangan Kris. Kris turun dari motornya. Melepaskan helm dan menyisir rambutnya ke belakang. Aksi Kris seperti itu membuat ciwi-ciwi memekik hiteris. Kata mereka, rahim anget seketika.
"Terimakasih semuanya!" ucap Kris melambaikan tangannya.
"Hari ini selain jadi saksi kemenangan gue, kalian juga jadi saksi keseriusan gue pada satu cewek." ucap Kris tiba tiba. Hening, keadaan yang mulanya ricuh kini malah hening. Menanti lanjutan ucapan dari Kris.
"Udah lama gue suka sama itu cewek. Tiap hari barengan, mungkin bisa menumbuhkan rasa cinta gue ke dia. Dan gue yakin, kalau dia juga memiliki perasaan yang sama." jantung Khanza berdetak sangat cepat mendengar serentetan kalimat yang meluncur bebas dari Kris.
"Gue cinta sama, Lo. Khanza rembulan. Maukah lo jadi pacar gue?" tanya Kris yang tiba tiba menekuk kakinya di hadapan Khanza. Menyodorkan bunga dan coklat. Khanza kaget. Ia tak tau kapan Kris mendekat, tapi tiba tiba sudah dihadapannya.
"Trima trima trima!!" sorakan dari orang orang mampu membuat Khanza tersenyum malu. Ia tidak pernah dihadapkan situasi seperi ini sebelumnya. Dia senang tapi juga gugup. Dengan pelan, Khanza mengambil bunga dan coklat itu. Sontak semua sorakan mengarah padanya. Tak sedikit yang mengabadikan moment seorang most wanted SMA garuda menembak seorang cewek dengan blak-blakan.
Merasa di terima. Kris bangkit untuk mencium pipi Khanza. Sebelumnya, Kris sudah pernah melakukan. Tapi dulu hubungan mereka hanya sebatas sahabat. Sekarang hubungan mereka resmi pacaran. Rasanya lebih menyenangkan.
Kris juga memetik gitarnya dengan santai. Menyanyikan lagu istimewa khusus untuk Khanza. Tak pernah Khanza rasakan sebelumnya kalau pacaran sebahagia ini. Bahkan mereka tidak sadar kalau waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Untung weekend, mereka tidak memikirkan sekolah.
Karena sudah selesai acaranya. Mereka semua bergegas pulang. Kris mengantar Khanza dengan selamat sampai tujuan.
"Eh eh mau kemana?" tanya Kris saat Khanza berjalan menjauhinya.
"Masuk rumah lah," jawab Khanza.
"Salim dulu sama mas pacar!" titah Kris yang membuat Khanza tersenyum malu. Ragu ragu ia menyalami punggung tangan Kris. Kris mengusap rambut Khanza dengan sayang.
"Gak nyangka gue. Dulu kita sahabatan. Dari kecil makan bareng, mandi bareng, tidur bareng. Eh kini kita pacaran," ucap Kris dengan senyumannya.
"Lo sih suka sama gue. Guenya kan enggak." jawab Khanza yang membuat Kris melotot.
"Alah gaya lo. Lo harusnya bersyukur gue pacarain. Di luar sana banyak yang ngejar ngejar gue tapi gue tolak semua." ucap Kris dengan sombong.
"Tetangga gue sombong, sok kegantengan. Eh besoknya masuk rumah sakit karena panuan." ketus Khanza. Walau setatus mereka pacaran. Itu tak mengubah apapun. Mereka masih sering bertengkar dan berdebat konyol.
Setelah mengantar Khanza. Kris pulang dengan wajah sumringah. Uang lima juta dan Hp turut serta ia bawa. Lumayan dapat Hp. Dua Hp lebih baik. Satu khusus chat dengan Khanza. Yang satunya khusus untuk gebetannya.
Kris memasukkan motornya ke garasi. Ia berjalan mengedap-edap kembali.
"Ekhem!" suara deheman mengangetkannya. Di sofa, kakamya duduk dengan anteng sembari menatapnya tajam. Dari kecil, Kris sangat takut dengan kakaknya, Keenan. Masalahnya, Keenan tak pernah main main dengan ucapannya. Segalak galaknya ayahnya, lebih galak Keenan. Kalau ayahnya hanya membentak, beda dengan Keenan yang berani main tangan. Keenan tak suka adiknya jadi pembangkang. Itu sebabnya ia mendidik Kris penuh kedisiplinan dan tanggungjawab. Dan hari ini, Kris telah melanggarnya.
"Mau cerita sendiri atau kaka yang cari informasi?" tanya Keenan masih menatap tajam adiknya. Kris tergagap. Aura Keen selalu lebih mendominasi.
"Maaf kak. Kris tadi ikut balapan lagi. Kris menang dapat uang lima juta sama Hp." aku Kris jujur.
"Siapa yang kamu ajak?"
"Khanza anaknya om Fandy." Keenan mengangguk. "Letakkan hadianya kesini!" perintah Keenan menunjuk meja dengan kakinya. Kris menurut, ia meletakkan uang cash lima juta dan hp di meja.
"Lepas jaketnya!" titah Keenan yang juga langsung dilaksanakan Kris. Keenan meneliti setiap jengkal tubuh adiknya. Terdapat luka di siku Kris yang ada darah keringnya. Tadi, memang Kris sempat terjatuh dari motornya karena terlalu mepet dengan Aldi. Hasilnya sikunya tergores walau tidak parah.
"Obati dulu!" Keen memeberikan obat merah dan alkohol. Semarah apapun ia pada adiknya. Itu tak menyurutkan rasa pedulinya sama sekali. Kris mengobati lukanya sendiri. Ia ingin cepat cepat pergi dari hadapan Keenan yang auranya lebih menakutkan dari genderuwo.
"Ini hp dapat dari balapan. Memang hp nya sangat bagus. Tapi ini gak berkah."
Pyaar!
Keenan membanting hp baru itu ke lantai hingga pecah jadi beberapa bagian. Kris ingin protes tapi tidak berani.
"Ini uang bukan hak kamu. Walau kamu memenangkan pertandingan. Kamu tetap tidak berhak. Apa kamu tidak berfikir. Sebagian dari mereka susah payah ngumpulin uang buat balapan dengan berharap menang dan dapat uang lebih banyak. Tapi mereka harus kalah dan merelakan sebagian uangnya."
"Salah sendiri tidak Berusaha." protes Kris. Ia tidak setuju kalau uangnya di rampas. Rencana uang itu akan dia buat jalan-jalan dengan Khanza.
"Bukan masalah usaha dan tidak usaha. Ini sama saja bersenang senang di atas penderitaan orang lain." jelas Keenan sembari berdiri. Ia menyobek semua uang ratusan ribu itu dengan santai.
"Kaaak!" geram Kris yang sangat marah.
"Dengar Kris. Sudah berapa kali kakak sobek uang yang kamu dapat. Tapi kamu tidak juga jera. Kapan kamu bisa mikirnya Kris?" tanya Keenna santai. Kris melenggang pergi dengan amarah yang meluap tapi tidak bisa tersalurkan. Selalu seperti itu.
Hari senin, hari yang paling membuat siswa-siswi malas. Bukan karena hari yang panjang. Tapi karena upacara bendera. Mereka tidak suka di jemur di panas-panasan. Padahal para pahlawan, perang melawan penjajah tidak ada yang mengeluh, sekarang cuma disuruh hormat bendera saja sudah merasa sangat tersakiti. Apalagi setelah upacara ada pelajaran matematika. Double sengsara.
Hari ini Kris datang terlambat. Bukan karena kesiangan atau apa. Tapi ia muter muter dulu sebelum ke sekolah. Sedangkan Khanza sudah ingin menangis. Seumur umur ia tidak pernah terlambat ke sekolah. Tapi, saat ini menjadi pengalaman pertamanya terlambat. Belum lagi Kris mengajaknya memanjat tembok belakang sekolah. Khanza sudah ogah-ogahan. Ia ingin pulang saja daripada memanjat tembok. Bukannya tidak bisa, bahkan Khanza sangat ahli panjat memanjat. Hanya saja ia takut ketahuan guru dan di hukum.
Khanza adalah murid yang sering jadi bahan bullyan. Ia tidak mau kalau di hukum guru dan berakhir di ejek teman-temannya. Pasti mereka akan membully Khanza lagi. Entah apa latar belakang mereka membully. Tapi teman-teman Khanza seolah selalu mencari cari kesalahannya.
"Cepet naik, Za. Kita ada ulangan matematika hari ini. Lo gak mau kan ulangan susulan?" Khanza mengangguk. Ulangan susulan bukan gayanya. Khanza tidak sepintar Kris. Kalau ulangan sendiri sudah pasti ia akan dapat nilai jelek. Kalau ulangan bersama. Nanti Kris yang akan mengerjakan jawabannya.
Khanza memanjat tembok degan pendaratan yang sempurna. Untung keadaan lagi sepi. Tidak ada murid ataupun guru yang lewat. Buru-buru mereka memasuki kelasnya yang sepi. Wajar, teman-temannya sedang upacara bendera.
Disisi lain, Mika tengah adu cekcok dengan suaminya, Regan. Mika dapat informasi dari papa Khanza kalau anak-anak mereka pacaran. Dan dengan bangganya Fandy malah merestuinya. Sedangkan Mika menentang keras. Ia tidak mau anaknya terlibat dalam praktik pacaran yang menurutnya banyak mudharatnya. Wajar, Mika di besarkan di lingkungan pesantren yang tak mengenal istilah pacaran.
"Mas, kamu nasehatin dong. Kris anak kamu." ucap Mika menggoyangkan lengan suaminya.
"Sudah berapa kali ayah nasehati dia bun? Ya hasilnya gitu gitu aja." jawab Regan malas.
"Kok ayah santai sih? Kris sudah keterlaluan yah. Kemarin bunda nyuci jaket Kris. Baunya alkohol. Bagaimana kalau Kris mabuk-mabukan?" panik Mika.
"Bun, Kris bukan anak seperti itu. Ayah yakin. Dan lagian sama Khanza cuma pacaran. Gak akan berani lebih. " sangkal Regan.
"Namanya buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Begitu juga dengan Kris. Kris anak kamu pasti nakalnya juga ngikutin kamu. Gak ingat kamu waktu muda? Mabuk mabukan, balapan liar, tanam benih sana-sini." kesal Mika berkacak pinggang.
"Kok jadi aku yang disalahin?" protes Regan tidak terima.
"Trus siapa lagi? Kamu bapaknya!"
________________
"Memandangmu melihatmu bagai bidadari.. lentik indah matamu ... manis senyum bibirmu ... "
"Suara lo kayak ayam bertelur bege!" sarkas Gail melempar kulit kacang pada Kris yang asik menyanyi dan memetik gitar.
"Orang syirik mah bebas." acuh Kris.
"Eh Kris, ada Khanza tuh!" tunjuk Niko melihat gadis yang tengah menyedot minumam sambil berjalan.
"Khanza woy! sini lo!" teriak Kris nyaring. Khanza yang merasa di panggil, memalingkan wajahnya sewot. Malas meladeni sifat gesrek sahabat sekaligus pacarnya.
"Woy, gue sumpahin lo!" teriak Kris yang gak terima di acuhin.
"Sumpahin apa Kris?" tanya Gail penasaran karena ucapan menggantung Kris.
"Dapat cowok se ganteng gue." jawab Kris dengan gaya menata rambutnya. Sebenarnya Khanza terpesona dengan pacarnya itu. Tapi ia pura-pura kesal.
"Lo belagu amat sih Kris. Lo gak ingat waktu kecil lo itu cengeng naudzubillah." ketus Khanza yang entah kapan menghampiri mereka. Tak lupa, Khanza mengacak tatanan rambut Kris.
"Eh rambut hansome gue. Maafin tante ya sayang. Tante Khanza emang jahat." Kris menatap kembali rambutnya dengan sok dramatis.
"Najis!" ketus Gail, Niko, dan Khanza bersamaan.
"Lo ngapain sih, perasaan dari tadi syirik sama gue!" Kris menjitak kepala Gail dengan keras.
"Waddaw bisa geger otak gue."
Khanza memutar kepalanya jengah. Mereka bertiga adalah laki-laki dengan tingkat kewarasan yang minim, apalagi Kris.
"Eh bagi minum dong Za, gue haus." Kris merebut minuman Khanza dan menyeruputnya cepat.
"Eh lo kok minum minuman gue sih. Mana di habisin lagi. Lo gak jijik sama bekas gue?"
"Eh ngapain gue jijik. Lo gak ingat, dari kecil kita udah mandi bersama, makan bersama, tid-"
"Diem lo! omongan lo unfaedah!" ketus Khanza memotong ucapan Kris.
"Alah gaya lo. Lo dan gue minum di sedotan yang sama. Artinya kita udah ciuman secara gak langsung. Tapi sebagai pacar yang baik. Kalau lo minta cium gue secara Langsung. Bakal gue jabanin. Gimana? " Kris menaik turunkan alisnya menggoda Khanza.
"s***p lo overdosis." teriak Khanza mengacak acak rambut Kris hingga berantakan.
"Otak otak m***m ya gini, Za. Untung Rjs masih bukak." sarkas Niko. Niko adalah anak pendiam diantara mereka berempat.
"Kebanyakan nonton 18 plus plus," mereka tertawa bersama dengan candaan-candaan absurd mereka. Memang masa SMA adalah masa yang paling indah.
Disisi lain, Mika tengah sibuk dengan mengurus surat surat pemindahan Kris ke sekolah islam yang ada di pesantren milik ayahnya. Ayah Mika atau kakek Kris pengasuh pondok Al Hikmah. Disana selain pesantren ada sekolah tingkat SD, SMP dan SMA. Mika sangat ingin menyeret Kris ke pesantren, tapi selalu di halang-halangi oleh suaminya. Suaminya bilang, sangat sayang kalau Kris masuk pesantren. Kris anak yang cerdas dan pintar. Baik akademik maupun non akademik. Regan takut kalau di pesatren membuat Kris merasa terkekang dan tidak bisa berkembang. Padahal. Kenyataannya, di pesantren mereka tetap saja bisa meraih cita-citanya kelak. Bukankah ilmu agama dan ilmu umum harus berjalan beriringan?
Pulang sekolah, Kris mengantar Khanza pulang. Kali ini dia tidak mampir kemana mana karena memang tidak punya uang. Khanza sudah memaksanya ingin makan di kedai es krism dengan menggunakan uang gadis itu. Tapi Kris tidak mau. Bisa runtuh harga dirinya bila dibayari cewek.
"Assalamualaikum bunda!" sapa Kris menyalami punggung tangan bundanya dengan khidmat.
"Cepet bersihin badan trus sholat!" perintah Mika yang langsung diangguki Kris.
Setelah sholat, Kris mencharger hp nya, duduk jongkok di bawah stopkontak. Asyik chatingan dengan Khanza. Entah kenapa begitu betah mereka berdua, padahal yang dibahas hanya hal tidak penting.
Tiba - tiba Khanza mengajaknya nonton film terbaru di bioskop. Uang Kris sudah menipis. Dan jalan ninja terbaik adalah meminta uang ayahnya. Kris menunggu ayahnya di meja makan. Dengan berdoa semoga dikasih duwit.
"Ayah yang baik hati, pasti disayang Tuhan. Ayah yang kasih duwit, pasti disayang Tuhan. Ayah yang beliin mobil, pasti rejekinya lebar." Kris bersenandung di meja makan sendirian. Kakinya di naikkan di kursi sedang tangannya sedang mencomot terong goreng kesukaannya. Regan yang sedang mencuci piring hanya bisa menghela nafas berkali kali mendengar nyanyian putra nya itu.
"Ayah yang paling bucin, kasih duwit dong." pinta Kris tanpa menatap ayahnya. Bagi Kris, ayahnya itu manusia bucin. Disuruh ngapa ngapain sama bundanya cuma nurut. Kalau dia nanti menikah dengan Khanza. Ia tak mau bucin. Pokoknya Khanza yang harus dia suruh suruh. Hahahah.
"Yah, ayah. Minta duwit dong yah. Mau nongkrong nih."
"Duwit masih minta orang tua, sok sok an cinta-cintaan." ejek Regan masih melanjutkam mencuci piring.
"Kewajiban suami itu menafkahi anak dan istrinya. Trus kalau gak dikasih uang. Aku minta ke siapa? Gitu kok sarjana hukum." balas Kris dengan senyum mengejek.