SAH

1091 Words
Ini benar-benar bukan keputusan yang mudah. Jika evan adalah orang yang culas dan gila harta, tentu saja dia langsung menerima permintaan itu tanpa berfikir panjang. Siapa yang tidak mau menikah dengan pewaris tunggal Marvelous Corp yang memiliki resto dan Hotel di mana-mana. Namun, tidak dengan evan. Dia tidak mau serta merta menerima permintaan itu begitu saja. Banyak hal yang harus dipikirkan. Menikahi remaja yang baru saja memasuki umur 20 beberapa hari yang lalu seperti sebuah dosa. Namun, jika melihat orang yang sudah menjadi sosok Ayah baginya memohon seperti ini, sanggupkah ia menolak? Evan menunduk, meletakkan siku di pahanya dan menyangga dagunya. Dia sedang berpikir keras. “Evan, Apakah permintaanku ini terlalu sulit bagimu?” Evan menegakkan tubuhnya, lalu dia kembali menghadap Tuan Harjoko. Ya, selama apapun dia berfikir, Toh nanti akhirnya dia tetap merasa tidak enak jika menolak permintaan itu. “Tuan, baiklah. Saya menerima permintaan Tuan. Namun, saya ada syarat yang harus disetujui oleh Chilsa.” “Syarat? Apa?” “Saya mau, ketika kita sudah menikah nanti, Chilsa mau mandiri dan melakukan apapun sendiri tanpa bantuan asisten Rumah tangga. Hanya ada dua asisten rumah tangga saja yang bertugas bersih-bersih rumah. Lainnya itu, kebutuhanku dan Chilsa, dia harus melakukannya sendiri.” Tuan Harjoko tersenyum. Dia tahu cucunya, kalau dia sudah memiliki keinginan, persyaratan apapun pasti akan dia setujui. “Aku yakin Chilsa pasti akan menyetujuinya. Berarti kamu sudah setuju menikah dengan Chilsa?” “Demi pengabdian saya kepada Tuan, Saya bersedia,” ucap Evan dengan berat hati. “Ah, Syukurlah. Terima kasih banyak, Evan.” “Tapi, Tuan. Ada satu hal yang harus kita pikirkan juga. Tuan pasti tahu apa yang saya maksud. Saya punya rahasia besar yang belum diketahui oleh Chilsa. Bagaimana kalau suatu saat Chilsa tahu kebenarannya dan akan merusak semuanya?” “Jangan khawatir. Chilsa tidak akan tahu. Kita bisa menjaga rahasia ini rapat-rapat.” “Baik, Tuan. Kalau begitu, Saya menerima permintaan Tuan. Karena selama ini, Tuan harjoko sudah sangat baik terhadap saya.” “Terima kasih banyak, saya akan segera hubungi Chilsa.” *** “Sekarang, kalian sudah sah menjadi suami istri, selamat ya?” ucap Tuan Harjoko kepada cucunya dan cucu menantunya. Chilsa langsung menghampiri kakeknya, menggelayut manja di lengannya. Terlihat dari raut wajahnya, bahwa dia sedang sangat bahagia. “Terimakasih kakekku tersayang. Sekarang aku sudah punya suami. Kakek memang the best,” ucap Chilsa. “Ingat, seperti apa yang kakek bilang. Sekarang kamu sudah menjadi seorang istri yang harus lebih mandiri dari sebelumnya. Hanya akan ada dua asisten rumah tangga di rumah barumu.” “Rumah baru?” Evan mengerutkan keningnya. Berbeda dengan Chilsa, Evan lebih banyak murung seharian ini. Sama sekali tidak mencerminkan seorang pengantin baru. Tuan Harjoko tersenyum. Dia melepaskan cucu tersayangnya yang menggelayut di lengannya. Diambilnya sesuatu dari saku jasnya. Sebuah kunci. Ya, itu adalah kunci rumah, hadiah untuk pernikahan Chilsa dan Evan. “Ini hadiah untuk pernikahan kalian,” ucap Tuan Harjoko sambil mengulurkan kunci rumah tersebut pada Evan. “Tuan, tidak perlu. Kita masih bisa tinggal di rumah lama. Masih sangat layak untuk ditempati,” tolak Evan. Tuan harjoko sudah sangat baik padanya. Dia tidak mau terkesan memanfaatkan kesempatan. “Evan, ini untuk cucuku juga. Dia sudah menerima untuk mandiri dan hanya memperkerjakan 2 asisten rumah tangga saja. Jadi tolong terima rumah ini. Kamu bisa tinggal di sana sama Bianca juga.” “Tuan, saya_” “Evan, tolong diterima.” Tuan Harjoko Terus menyodorkan kunci itu dengan kata-kata dan tatapan yang tegas. Evan tidak bisa membantah lagi. Akhirnya dia menerima kunci itu meskipun dengan berat hati. “Nah … gitu dong Om. Diterima. Asyiiik suami baru, rumah baru,” ucap Chilsa dengan ceria tanpa malu. Padahal di ruangan itu masih ada beberapa kerabat dekat. Meskipun Chilsa adalah cucu satu-satunya konglomerat terpandang itu, tapi pernikahan kali ini tidak mewah sama sekali. Bahkan cenderung tertutup atas permintaan Evan. Evan hanya tersenyum canggung. Ini memang sebuah pernikahan. Tetapi entah kenapa tidak ada kebahagiaan untuk Evan, karena memang tidak ada sedikit pun rasa cinta untuk istrinya ini. Ah … andai saja gadis ini tidak manja dan tidak minta aneh-aneh pada kakeknya, pasti pernikahan ini tidak akan pernah terjadi. “Ya sudah, kamu istirahat sebentar. Nanti bisa langsung menuju ke rumah baru ya. Untuk Bianca, nanti biar dijemput Pak Udin dan diantar ke rumah baru kalian.” Ya, Bianca tidak datang di acara pernikahan ayahnya. Bukan karena apa-apa, tapi dia sangat tidak setuju dengan pernikahan itu. Chilsa adalah sahabat Bianca. Mereka terbiasa bermain sejak kecil sebagai sahabat, dan sekarang, dia harus mendapati sahabatnya itu sebagai ibu tiri. Otak, hati, dan perasaan Bianca masih belum bisa menerima. “Baik, Tuan. Terima kasih banyak.” “Saya titip Chilsa ya. Jaga dia baik-baik. Kalau dia berbuat salah, jangan sungkan-sungkan untuk menegurnya. Sekarang kamu suaminya dan berhak melakukan apapun untuk dia asal untuk kebaikannya. Aku sangat percaya kepadamu, dan aku berharap besar kau tidak akan pernah menyia-nyiakan kepercayaan yang sudah aku berikan.” “Tentu, Tuan. Suatu kehormatan bagi saya bisa diminta oleh Tuan untuk menjadi cucu menantu. Meskipun Sebenarnya saya merasa tidak pantas.” “Eh, Jangan panggil Tuan lagi. Panggil saja kakek. Sekarang kalian pulang dulu. Besok kamu datang ke kantor ya, kakek mau cari asisten baru. Karena kamu tidak bisa lagi menjadi asisten kakek.” “Kenapa Tuan? Eh, Kakek. Kenapa tidak bisa? Saya tetap bisa menjadi asisten kakek yang siap 24 jam.” “Hahaha … kamu itu ada-ada saja. Sekarang kamu sudah punya istri, jadi kamu juga harus punya waktu untuk istrimu. Kita bisa bicarakan ini besok. Selamat menikmati rumah baru ya?” “Terimakasih banyak Kakek sayang. Kakak memang selalu tahu apa yang Chilsa Mau. Sayang kakek banyak-banyak,” ucap Chilsa sambil melingkarkan tangannya ke tubuh sang kakek. Ya, pengantin kecil itu masih sangat manja. “Sayang, Sekarang kamu sudah menjadi seorang istri. Ingat ya, meskipun kakak tidak tahu Apa motif kamu untuk menikah, tetapi satu yang harus kamu tahu. Bahwa pernikahan ini bukanlah hal yang main-main. Sekarang kamu tanggung jawab suamimu. Sekarang suamimu lah yang berhak atas dirimu. Kau sudah tak bisa lagi main-main seperti sebelumnya.” ‘Kakek, aku masih tetap bisa melakukan apa yang aku mau. Tujuan Aku menikah hanya untuk membuktikan pada Prass kalau aku bisa menikah dengan orang yang jauh lebih baik dari dia. Dan aku masih akan melakukan hal seperti biasanya. Ketika Om Evan kerja, aku masih bisa main-main kan?’ ucap Chilsa dalam hati dengan senyum penuh kemenangan. Ya, itulah Chilsa seorang gadis manja yang apapun yang dia inginkan harus selalu terpenuhi. Namun, bisakah dia bertahan dalam kehidupan pernikahan yang jauh dari ekspektasinya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD