Teka-Teki

1251 Words
Mazaya sudah bangun pagi-pagi sekali. Dia sempat melihat Riki baru pulang dari mesjid. Riki tak sedikit pun menatapnya, dia sangat tidak peduli, bersikap seolah-olah dia tinggal sendiri di rumah ini. Mazaya semakin benci melihat keangkuhannya, bukankah statusnya cuma numpang di rumah ini? tapi berlaku seolah-olah ini adalah rumah orangtuanya. Mazaya mengekori gerakan Riki dengan matanya, dia dengan santai membuat kopi untuk dirinya sendiri. Duduk di meja makan sambil membaca koran. Tak sedikit pun dia berminat melihat Mazaya walaupun sekilas. Mazaya sudah tidak tahan lagi, dia mendekati Riki dan merebut koran di tangan Riki secara kasar. "Kau! hanya seorang supir, tak layak bersikap sok berkuasa di rumahku." Riki memandang koran dan wajah Mazaya secara bergantian. Kemudian bersikap tak peduli, ucapan pedas dan penghinaan itu sudah biasa baginya. Melihat ke-cuekan Riki, Mazaya mengamuk, dengan cepat diambilnya kopi di tangan Riki dan dilemparkan ke dalam wastafel. Riki menghela nafas, mengeluarkan kertas andalannya. "Apa maumu?" "Bersikaplah seperti seharusnya! kau hanya supir." Riki menatap wajah cantik itu penuh benci, kemudian menulis lagi, "Kau yang seharusnya bersikap layaknya dirimu, tidak pantas seorang majikan mengunjungi kamar supirnya di tengah malam, memakai pakaian terbuka dan memancingku...." Mazaya terperangah, si Bisu sudah berani padanya sekarang. Dia sangat malu, harga dirinya terinjak-injak, ternyata lima tahun bisa mengubah seseorang dari penakut menjadi pemberani. Biasanya dia hanya akan menundukkan wajah apabila mendapat intimidasi dari Mazaya, tapi sekarang matanya bahkan berani menantang mata Mazaya secara terang-terangan. "Kau! mulutmu sangat kurang ajar." Mazaya melayangkan tamparan di wajah bersih Riki, dengan sigap tangan Riki menangkapnya, menarik Mazaya ke arahnya, sehingga tubuh mereka berbenturan. Tatapan itu seolah-olah mengatakan, "jangan berani kepadaku!" Mazaya semakin marah, dengan sekuat tenaga dia melepaskan diri dari pelukan paksa Riki. Memandang laki-laki itu dengan geram, bagaimana dia akan dapat anak dari laki-laki itu, sedangkan mereka bagaikan kucing dengan anjing, yang takkan pernah bisa akur. Mazaya berlari ke kamarnya, menghempaskan diri di atas kasur. Perut bagian bawahnya kembali sakit, awalnya baru sedikit nyeri, tapi beberapa menit kemudian sakitnya semakin hebat. Mazaya memejamkan matanya, menekan perutnya dengan bantal, keringat dingin keluar dari dahinya, ini yang di alaminya dua tahun ini, tapi beberapa hari kebelakang sakitnya timbul setiap hari. Dengan tenaga yang tersisa, Mazaya meraih kotak obat yang berfungsi mengurangi rasa sakit, dokter sudah melarang penggunaan obat itu dalam jangka panjang, karena bisa merusak organ tubuh yang lain. Mazaya menelan tiga butir sekaligus, air mata kesakitan keluar dari sudut matanya. Lima menit kemudian sakitnya mulai berkurang, Mazaya bisa mati, ketika penyakit yang tak biasa itu tumbuh semakin besar dalam rahimnya. Dia harus memaksa si Bisu itu melakukannya. Dengan tekad yang kuat, Mazaya bangkit, dia harus hamil, walaupun harus bersikap layaknya p*****r. Mazaya berjalan menuju kamar Riki, laki-laki itu sedang asik dengan komputernya. Mazaya melingkarkan tangannya di leher Riki, saat Riki menoleh, dia memanfaatkan kesempatan. Riki kaget, bibirnya yang ternganga menjadi kesempatan kepada Mazaya untuk menyentuhnya lebih dalam. Ciuman sepihak tersebut berhenti saat Riki mendorong tubuh Mazaya dengan kasar, menghapus jejak yang ditinggalkan Mazaya di bibirnya. Mata Riki terbelalak tak percaya, kali ini Mazaya mendatanginya lebih rendah dari p*****r. Riki geram , dengan cepat dibungkusnya tubuh Mazaya dengan kaos besarnya. Mazaya memberontak, melepaskan kaos Riki dari tubuhnya, dia harus berjuang membuat laki-laki itu melakukannya. Mazaya kehilangan kesabarannya, dia berteriak keras di depan wajah Riki. "Lakukan sekali saja! b******k! aku harus hamil." Mazaya menangis frustasi. Tubuhnya luruh ke lantai, Rambut hitam acak- acakan menutup wajahnya, Riki tak menghiraukannya, dia pergi meninggalkan Mazaya sendiri. Mazaya meraung, dia lelah, sangat lelah dengan penyakit yang di deritanya. Dia tak boleh menyerah, jika menyerah dia akan mati. Tapi bagaimana memaksa Riki, bahkan dia tak tertarik sedikit pun. *** Riki mencuci wajahnya, hidupnya kembali kacau semenjak kedatangan wanita itu. Ada apa dengan Mazaya? selama ini dia membenci Riki, dengan cara menghina dan meninggalkan Riki di malam pertama pernikahan mereka. Sekarang masih menunjukkan kebencian yang sama, tapi gila nya meminta hal yang mustahil dilakukannya. Banyak tanda tanya di benak Riki, ke mana wanita itu lima tahun ini? apa yang dilakukannya saat ayahnya meratapinya seperti mayat hidup? Sekarang dia muncul setelah Riki sudah merasakan ketenangan dalam hidupnya, di mana dia tak lagi dihina dan dipermalukan. Tapi dengan kemunculan Mazaya, kepercayaan diri yang berhasil dibangunnya selama bertahun-tahun kembali hancur. Mazaya tak pernah berubah, dia masih kasar, arogan, egois dan jahat. Tak ada bagusnya wanita itu selain kecantikan dan kemolekan tubuhnya. Kenapa dia harus mencari Riki untuk melakukannya, padahal di luar sana takkan ada laki-laki yang akan menolak untuk menyentuhnya. Riki tak ingin mengingat lagi bahwa Mazaya masih berstatus istrinya. Dengan keliaran Mazaya, seharusnya dia tak perlu susah payah mencari laki-laki untuk dirinya. Riki merasa semua masih teka-teki, hidupnya kembali akan penuh ujian. *** Mazaya duduk di ranjangnya, dua kali menggoda si Bisu, tapi belum juga membuahkan hasil, semakin lama menunggu maka penyakit ini akan semakin parah. Apa yang harus dia lakukan? dia jadi curiga, apa Riki adalah pria yang tak normal, yang tak tertarik akan kemolekan seorang wanita. Alangkah menggelikan jika itu merupakan kenyataan, selain cacat, dia tak normal? Mazaya tertawa masam. Akan tetapi, dia harus berhasil mencapai tujuannya, karena Riki satu-satunya jalan keluar akan masalahnya. Akhirnya Mazaya memiliki ide, ide gila yang terlintas begitu saja di benaknya. Bahkan dia tak pernah membayangkan sebelumnya. Ya, dia hanya perlu memberikan pria itu pil Viagra, pasti setelah itu semua akan berjalan mudah. Sebuah senyum licik terbit di bibir tipisnya. Dia menjamin sendiri, cara ini akan berhasil. Mazaya mendadak optimis, dia adalah wanita yang cerdik, dan takkan pernah menyerah. Mazaya bergegas membersihkan dirinya, mengganti bajunya, dia akan mencarinya di toko obat. Saat melalui ruang tamu, dia melihat Riki sedang sarapan dan sudah menggunakan seragam kantor. Mazaya mengakui dalam hati, benar- benar sangat tampan, dasi terpasang rapi di lehernya yang kokoh, seragam itu membuat dia bagaikan model pakaian pria. Dengan tinggi 180 cm dia benar-benar sangat memukau. Setidaknya Mazaya harus mencari alasan supaya nanti dia tak menyesali menyerahkan diri pada Riki. Mazaya mendekati Riki, duduk di depan laki-laki itu. Mencoba berakting sedikit untuk mencapai tujuannya rasanya tidak apa-apa. "Kau bekerja di mana?" Riki mengangkat wajahnya, apa dia tak salah dengar, sejak kapan wanita itu peduli padanya. Dengan bosan Riki menulis, "Di sebuah perusahaan properti." "Oh. Ngomong-ngomong, aku ingin berdamai denganmu. Karena setelah aku pikir, tak ada gunanya kita meneruskan permusuhan ini, benar, kan?" Riki kembali tak percaya, dia tau wanita itu sangat culas, dulu dia juga pernah berkata begitu, tapi lima menit kemudian dia didorong masuk ke dalam kolam padahal dia tidak bisa berenang. Wanita itu pernah melakukan percobaan pembunuhan kepadanya. "Bisakah kita bersikap layaknya teman di rumah ini? Kau boleh menumpang secara cuma-cuma, asal kita tak lagi bermusuhan." Riki merasa semua semakin aneh, menumpang? Tak tahukah dia rumah ini pernah tergadai karena Pak Amin yang membutuhkan uang untuk mencari anak sialannya itu, dan rumah itu sudah ditebus kembali oleh Riki, dengan uang yang tidak sedikit. Riki tak tertarik, dia meneruskan sarapannya tanpa melihat Mazaya. Mazaya menahan marah, emosi hanya akan menghancurkan rencananya. Dia memaksakan senyum di wajahnya. "Oh ya, sekarang aku harus keluar, kulihat kulkas sudah kosong." Riki hanya mengangguk. Lima belas tahun Riki mengenal Mazaya luar dalam, pasti wanita itu punya rencana besar sekarang, sehingga bersikap tak biasa padanya. Terakhir dia begitu saat menjelang pernikahannya, dan apa yang terjadi, dia sengaja kabur malam itu, meninggalkan Riki dan rasa malu yang berkepanjangan. Dia sampai tak keluar dari rumah, karena cemoohan orang secara terang- terangan kepadanya. Riki hanya perlu mempersiapkan diri, bisa jadi wanita itu kembali berniat membunuhnya, tapi kalau dia berniat membunuhnya, kenapa dia memaksa Riki untuk menghamilinya. Riki masih belum bisa memecahkan teka teki yang diciptakan wanita itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD