Wanita Misterius

1451 Words
Riki pulang ke rumah setelah Mhagrib. Biasanya dia akan sangat bersemangat, masuk ke dalam kamarnya, merebahkan kepalanya di atas bantal. Akan tetapi, dengan adanya Mazaya di rumah, dia menjadi tidak bersemangat untuk pulang cepat. Gadis itu bagaikan sebuah teror dalam hidupnya, sangat berbahaya dan harus selalu dihindari. Sebenarnya pekerjaannya sudah selesai sejak pukul tiga sore. Untuk menghabiskan waktu di kantor, Riki mencari kesibukan lain, membantu rekan yang lain menyelesaikan sketsa yang sudah ditagih perusahaan. Baru saja pintu dibuka, Mazaya sudah tersenyum manis padanya. Perempuan ini yang dihindarinya, tapi malah duduk manis menunggu di meja makan seperti istri sungguhan. Dia terlihat istimewa malam ini, wajah terpoles make up, rambut ditata dan mengenakan gaun malam yang terbuka. Riki tak habis pikir dengan wanita yang satu itu. Apa lagi rencananya kali ini, senyum itu jelas saja kelihatan dibuat-buat, wanita itu dari awal jahat, dan akan tetap jahat sampai akhir. Riki mendengus tak peduli, yang dibutuhkannya sekarang adalah mandi, sholat Isya dan tidur. Menghadapi teror wanita itu hanya akan membuatnya mati muda. Baru saja dia beranjak melangkah ke kamarnya, tangannya ditahan oleh Mazaya. Riki memandang wanita licik itu dengan datar, Mazaya malah tersenyum lebar, apa rahangnya tidak sakit dengan senyum pura-pura itu? "Apa kau masih marah kepadaku? Setelah kita berdamai?" Riki diam saja, meneliti setiap ekspresi wanita di depannya. Perasaannya, dia tak pernah menyetujui untuk berteman dengan Mazaya, karena sedikit pun Mazaya tak pernah merasa bersalah atas segala perbuatannya di masa lalu. "Aku sudah mempersiapkan makan malam kecil untuk kita, karena setelah kupikir, ada baiknya kita merayakan lembar baru kita sebagai seorang teman." Riki sebenarnya sangat malas berurusan dengan Mazaya, tapi dia terpaksa menurut saat Mazaya menggandeng tangannya menuju meja makan, mempersiapkan diri untuk kejutan dari wanita itu. "Duduklah! aku yang memasak semua ini, setidaknya hargai kerja kerasku," katanya tersenyum kembali. Riki tak tahan dengan kepura-puraan ini, dia menulis di kertas dan menunjukkannya pada Mazaya "Apa kau menaruh racun di makanan ini? dan ini adalah perayaan kematianku beberapa saat lagi?" Mazaya terlihat agak kesal tapi mencoba menguasai dirinya dengan memasang senyum di wajahnya. Dengan sekali teguk, jus yang ada di depan Riki diminumnya sampai habis. "Kalau ini beracun, aku takkan meminum jus jeruk-mu," katanya meyakinkan Riki. Riki masih diam, mengawasi gerak- gerik Mazaya. "Ayolah! kau terlalu cepat berburuk sangka, ini ... minumlah! kau pasti haus." Mazaya memberikan jus jeruk yang ada di depannya, menyodorkan gelas itu tepat di mulut Riki. Riki memandang jus itu dan wajah Mazaya bergantian. Walaupun ragu, tangannya tetap meraih gelas itu dan meminumnya sampai habis. Tampak jelas kegirangan dari wajah Mazaya, dengan lambat dia mengambil nasi dan sedikit lauk untuk mengulur waktu. Beberapa detik kemudian Mazaya mulai melihat obat itu bereaksi, Riki melonggarkan dasinya dan membuka kancing kemejanya. Dia mengambil beberapa lembar tisu, untuk mengusap keringatnya, pasti pria itu merasakan kepanasan sekarang. Mazaya tersenyum licik, kali ini dia menjamin usahanya pasti berhasil. Riki buru-buru bangkit dari tempat duduknya, berjalan ke kamarnya sambil membuka kemejanya tak sabaran. Lalu ia meneguk air mineral yang berada di meja komputernya sampai tandas. Diam-diam Mazaya mengikutinya, ikut menyelinap masuk ke dalam kamar Riki. Duduk manis di meja kerja laki-laki itu. Riki tampak resah, nafasnya memburu, dia memejamkan matanya, menahan sesuatu yang tak bisa di deskripsikan rasa itu apa. Yang jelas, seluruh tubuhnya menjadi sensitif. Mazaya melihat itu, dia harus segera bertindak. Didekatinya suaminya itu, sampai tak ada jarak, dia mengerahkan seluruh pesonanya malam ini untuk menjebak Riki. "Ada apa? Apa kau sakit?" Mazaya sengaja menyentuh kening Riki, laki- laki itu mengatupkan rahangnya dengan keras, matanya gelap dan berkilat, tapi dia berusaha mengendalikan akal sehatnya dengan menyingkirkan tangan Mazaya dengan kasar. "Ya, ampun! kau berkeringat." Mazaya tak menyerah, dia semakin mendekati Riki, dia tau obat itu sudah bereaksi maksimal dan menyiksa pria itu. Mazaya mengusap keringat yang mengalir di pelipis Riki, menikmati detik-detik siksaan berat dan dia sangat senang menyiksa Riki. Dia ingin menunjukkan bahwa laki-laki itu sangat lemah. Riki semakin memprihatinkan, dia mulai mencakar dirinya sendiri, untuk melampiaskan sesuatu yang tidak dipahaminya. Mazaya menarik tangan Riki dan berbisik lirih di telinganya, "Aku akan menolongmu." Mazaya bertindak lebih dulu, mencium pria itu tanpa pikir panjang. Awalnya Riki diam, akhirnya dia membalas tak sabaran. Seiringan dengan bunyi gaun Mazaya yang di koyak secara paksa. Mazaya hanya bertindak pasif saat semuanya terjadi, dia menangis menahan sakit sambil mencengkram sisi tempat tidur. Sesuatu yang sudah dijaga selama dua puluh delapan tahun hidupnya robek sudah, tak akan bisa dikembalikan lagi, diberikannya kepada orang yang paling di bencinya demi nyawanya. Entah berapa lama, awalnya Mazaya merasa sakit, tapi lama kelamaan dia mulai hanyut, Mazaya sesaat melupakan kebenciannya. Ini pengalaman pertama baginya dan dia yakin pengalaman pertama juga bagi suaminya, setidaknya mereka melakukannya secara sah. Mazaya hanyut dengan pesona Riki, laki-laki itu tetap melaksanakan tugasnya, rambutnya sudah basah karena keringat, menetes ke lehernya dan terus turun ke d**a bidangnya. Sejenak Mazaya melupakan kebenciannya, Riki luar biasa tampan malam ini, dan dia ... tak bisa dijabarkan bagaimana rasa semua ini. Mazaya melepaskan suaranya, air mata terus mengalir di sudut matanya, air mata hanyut bercampur dengan air mata kemarahan dengan dirinya sendiri. Bukankah dia sudah hina? Semua terus berlanjut, yang jelas mereka berhenti jam tiga dini hari. Meninggalkan rasa lelah yang teramat sangat bagi ke duanya. Riki terkapar dan langsung tertidur pulas di samping Mazaya, wanita itu masih terjaga, dengan tubuh yang terasa remuk. Air mata sudah mengering di sudut matanya. Dia berharap, benih yang di muntahkan Riki langsung tumbuh di rahimnya, sehingga dia tak perlu lagi melakukannya dengan si Bisu itu. Cukup! Merendahkan dirinya bagaikan wanita jalang, tapi ini demi nyawanya. Demi hidupnya. *** Riki terbangun jam empat pagi, memandang datar wanita yang meringkuk di sampingnya. Apa yang terjadi adalah di luar kendalinya. Mazaya sendiri yang membuatnya melakukan itu. Dia sudah berusaha menghindar dan menjauh, tapi Mazaya malah menyerahkan dirinya sendiri, memaksanya sampai dia hilang kendali. Riki tak habis pikir, kenapa Mazaya begitu ngotot ingin hamil, tak sedikitpun dia mengatakan alasannya. Mazaya, wanita berlesung pipi yang penuh dengan rahasia, dia misterius dan tak pernah bisa diterka apa maunya. Sekarang semua sudah terjadi, efek obat yang luar biasa, tidak hilang dalam waktu dua jam, tapi bertahan selama berjam-jam berikutnya. Riki menghela napas, sebuah kenyataan baru ditemukannya, wanita se-liar Mazaya ternyata masih menjaga kesuciannya dengan baik. Tingkahnya selama ini mencerminkan betapa murahannya dia, tapi kenyataan baru ditemukan lagi, Mazaya bagaikan kucing kecil yang tak berdaya, tak memiliki keberanian apapun, selain bertindak pasif. Mazaya menangis, Riki tidak mengacuhkannya, karena dia butuh Mazaya untuk menyelamatkan dirinya sendiri, berikutnya wanita licik itu diam dengan wajah merona, terlihat malu. Saat itulah pertama kali Riki melihat ekspresi wajah jujur Mazaya. Semua ini adalah pengalaman pertama bagi mereka. Riki menyelimuti Mazaya, memakai bajunya dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia butuh Tahajjud sekarang, mengadu dan meminta ampun pada Sang Pencipta atas semua yang terjadi. Jika saja Mazaya meminta maaf dan memberikan kejelasan terhadap kejadian di masa lalu, mungkin dia takkan sebenci itu padanya. Tapi dia masih Mazaya yang dulu, angkuh, sombong dan jahat. Bahkan tak sekalipun dia berniat mengunjungi makam Pak Amin, ayahnya sendiri. Riki tak habis pikir, terbuat dari apa hati wanita itu, dia sangat keras tak mempan diberi nasehat, tak pernah memiliki teman, dia suka menyendiri, asik dengan dunianya sendiri, dia akan menyingkirkan siapa yang menurutnya menjadi pengganggu, termasuk Riki sendiri. Riki membersihkan dirinya, dia kembali tak bisa menganalisa, kalau dia melakukannya itu wajar karena pengaruh obat yang diminumnya. Akan tetapi Mazaya melakukannya dengan sadar, rasanya sangat mustahil, wanita itu menampakkan rasa jijik secara terang-terangan selama ini. Riki menggeleng, dia belum berani mengambil kesimpulan apa pun, wanita itu sangat misterius. Riki melaksanakan sholat tahajjud dua raka'at, melanjutkan ke shalat sunat fajar, ketika salam ke kiri dia melirik tempat tidurnya, Mazaya masih tertidur pulas, tak ada tanda- tanda akan bangun. Riki menarik napasnya. Dia tak berniat membangunkan wanita itu, sedapat mungkin dia harus menjauh dan menghindar, Mazaya wanita yang berbahaya. Malam pertama setelah lima tahun menikah. Riki tertawa miris, apa rencana Tuhan untuknya di masa depan, Mazaya adalah ujian terberat baginya, sanggupkah dia hidup seatap dengan wanita itu? Kalau dia pergi apa jadinya Mazaya jika wanita itu berhasil hamil. Jika itu terjadi, tak ada pilihan lain baginya selain bertanggung jawab. Dia memang tak menyukai Mazaya, tapi bayi itu adalah anaknya, namun menghadirkan cinta untuk wanita itu sangat tidak mungkin, hatinya terlanjur sakit, terlalu banyak luka di sana, terlalu banyak kejahatan Mazaya di masa lalu. Dia menginginkan pernikahan dengan orang yang dicintai dan mencintainya. Tapi amanah Pak Amin, rumah ini, Mazaya, memenjarakannya. Pak Amin mengamanahkan, jika bukan Mazaya yang meminta cerai, Riki tak boleh menceraikannya. Wanita itu tak memiliki siapa-siapa, tapi menganggap dia adalah teman tidak mungkin apalagi menganggapnya adalah istri sesungguhnya. Riki beranjak dari atas sajadah, keluar dari kamar dan pergi ke mesjid. Dia butuh waktu sendiri saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD