Part 3 - Interview

2551 Words
Part 3 - Interview Universitas Harapan Bangsa Pagi ini terasa sangat dingin. Dinginnya melebihi suhu AC pada biasanya. Berkurang saja sedikit lagi, sudah di pastikan. Semua orang akan beku. Hampir semua orang yang pergi keluar rumah, mengenakan jaket tebal. Segini saja sudah kedinginan. Apa kabarnya dengan negara yang mempunyai empat musim? Mungkin, saat musim salju. Mereka sangat kedinginan. Dengan suhu terkadang minus nol derajat celcius. Kelas pagi akan segera di mulai. Para mahasiswa dan mahasiswa sudah berkumpul di dalam kelas. Mereka sibuk dengan rutinitasnya masing-masing, sambil menunggu dosen masuk. Ada yang sedang mengerjakan tugas. Ada yang sedang membaca. Ada yang malah bengong. Dan bahkan ada yang dandan. Raisa dan sahabat-sahabatnya terlihat sedang berbincang-bincang. Raisa sendiri sebetulnya sedang menahan kantuk yang luar biasa. Pasalnya hari ini dia belum tidur sama sekali. "Tumben lo Rai, ga telat,"sindir Husna. "Iya, bener banget. Biasanya kelas pak Yudo. Elo selalu telat," timpal Dewanti. Saat kelas pak Yudo. Kelas selalu penuh. Terlambat masuk saat pelajaran pak Yudo. Sama saja membangunkan, Harimau yang sedang tidur. Siapapun itu mahasiswanya. Pak Yudo akan menghukum tanpa toleransi. Makannya kelas selalu penuh. Jika memang terlanjur terlambat. Mendingan engga usah masuk sekalian. Dari pada harus menerima hukuman dari pak Yudo. Sudah mendapat hukuman. Mendapatkan malu pula. Biasanya pak Yudo suka memberikan hukuman yang berbeda-beda. Sepertinya tergantung moodnya. Raisa nyengir kuda sambil mengaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. "Hehe. Jangan sampe telat dong. Kan gue mau ikut mata pelajaran pak Yudo," Raisa bertekad, untuk tidak telat lagi di kelasnya pak Yudo. Pasalnya, Raisa sudah empat kali terlambat, di kelasnya pak Yudo. Itu akan mempengaruhi pada beasiswanya. Bisa-bisa, beasiswanya terancam di cabut. Meski sebenarnya Raisa hari ini belum tidur sama sekali. Habisnya semalam terlalu keasikan chatting dengan Heart Angel. Jadi Raisa terpaksa kebut ngerjain tugas dari pak Yudo. Dari jam dua, sampai berangkat kuliah tadi jam enam pagi. Ingin rasanya Raisa tertidur dalam kasurnya yang empuk. Menyelami indahnya mimpi. Merelaksasikan tubuh yang mulai lelah. Tapi itu semua hanya ekspektasi saja. Tidak untuk jadi nyata. "Kalo si Dianti, pasti telat lagi?" cerocos Dewanti. Dianti memang selalu telat, kalau ada kelas pagi. Kebiasaan buruknya pasti belum hilang. Dianti suka bergadang nonton drama Korea, sampai semalaman suntuk. Jadi pantas saja ia selalu telat, kalau ada kelas pagi. "Dianti ga masuk. Engga akan ikutan kelas. Dia ada keperluan keluarga. Tadi malem WA gue," sahut Husna. Sebelum sahabat-sahabatnya berpresepsi lain mengenai Dianti. Memang sih Dianti memang jagonya terlambat. "Keperluan apa?" tanya Raisa sedikit kepo. Sebagai sepupu angkatnya. Raisa merasa tidak tau apa-apa. Biasanya Raisa tau, kalau Dianti ada keperluan keluarga. Yah meskipun posisi Raisa adalah anak angkat dokter Rina. Jadi dokter Rina adalah kakaknya ibunya Dewanti. Mereka semua dari kalangan dokter. Dari ayah, ibu, anak sampai cucu-cucunya pun jadi dokter. Yang Raisa heran. Hanya Nadien yang tidak mau jadi dokter. Katanya cape otaknya, kalau di pake mikir terus. Nadien malah selalu terlihat leha-leha. Nadien hanya bisa hura-hura dan main-main saja. Hal itu karena dokter Rina, terlalu memanjakan Nadien. Tapi bukan sepenugnya dokter Rina juga sih. Buktinya Raisa yang suka di manja, oleh dokter Rina. Raisa bisa mandiri dan berpikir lebih dewasa. Mungkin karena dulunya sering di banding bandingkan dengan Raisa. Jadi Nadien membenci Raisa. Dan bertingkah seenaknya. Dokter Rina saja selalu pusing di buatnya. "Katanya, kakaknya tunangan, Rai. Jadi dia harus ikut ke Jogja," sahut Husna. "Kok gue ga tau sih? Dianti engga bilang apa-apa sama gue," timpal Raisa. Biasanya dokter Rina bilang, kalau mau ada acara apa. Tapi ini sama sekali engga ada kabar. Bahkan mengenai tunangannya, kakaknya Dianti. "Iya, harusnya kan lo ikut juga, Rai. Lo kan sepupunya Dianti," ujar Junia sedikt heran. "Rai, Jun, itu kan baru tunangan. Mungkin hanya keluarga inti aja hadir, dalam acara tersebut. Nanti mungkin, kalau nikah baru deh kalian di kasih tau," Husna mencoba menjadi penengah. Dia memang paling bisa, memperbaiki suasana yang keruh. Menjadi nyaman seperti biasa. "Katanya acaranya mendadak. Jadi engga sempet kabarin kalian. Tadinya Dianti engga mau ikut. Karena hari ini ada kelas pak Yudo. Tapi mamanya, maksa ikut. Jadi dengan terpaksa Dianti ikut. Gitu guys," jelas Husna. Raisa memperhatikan cara bicara Husna. Raisa tau, Husna berbicara jujur. Soalnya Raisa tau, kalau seandainya Husna sedang berbohong. Begitupun sebaliknya. "Eh, iya. By the way, pak Yudo itu disiplin bgt ya. Gue aja dengerin musik di kelas, langsung di lempar pake spidol," rutuk Dewanti seperti biasa. Sepertinya Dewanti memang tidak suka pada pak Yudo. Sama seperti Dianti. Dia juga tak suka pada sikap tegasnya pak Yudo. Padahal sikap tegas itu, bagus bagi seorang dosen. Agar tidak di anggap remeh oleh mahasiswanya. "Lagian pas pelajaran berlangsung, lo dengerin musik. Ya, iya lah. Dewan, Dewan, masih untung cuma di lempar sama spidol. Kalo di hukum suruh ngitarin lapangan. Lo langsung auto kurus. Hahaa," ceplos Raisa. Kali ini mereka tertawa dengan lawakan Raisa. Kadang Raisa memang, selalu berusaha melucu. Sayangnya, suka engga lucu. Tapi kali ini lumayan lah. Sukses membuat sahabat-sahabatnya tertawa. "Engga. Di lempar ke empang aja sekalian. hahahhha," timpal Junia. Menjadi kompor tawa, sahabat-sahabat lainnya. Mereka kembali tertawa. "Mana bisa di leparlah. Sebelum pak Yudo ngelempar, Dewan. Pak Yudo malah gepeng duluan," tambah Husna. Dewanti memang sedikit gemuk, di antara sahabat-sahabatnya. Dia juga paling cablak di antara mereka berlima. Meski begitu, tapi mereka sayang kok sama Dianti. Sahabat itu, harus mau menerima apa adanya. Mampu menutupi kekurangan sahabat kita. Dan selalu ada saat suka, maupun duka. Selalu ada di saat kita terjatuh. Membantu kita bangkit setelah terjatuh. Tidak menjauh saat orang berkata hal buruk tentang kita. Itulah sahabat sejati. "Rese lu pada!" Dewanti manyun. "Hahahahaha," mereka tertawa bebarengan. Menertawakan Dewanti yang semakin cemberut. Dewanti memang selalu menjadi bahan tertawaan mereka. Meskipun cemberut, tapi Dewanti tidak pernah marah pada sahabat-sahabatnya. Karena tau, mereka sayang pada Dewanti. ******** Apotek Medical Sehat Semalam Raisa menempelkan iklan di selebar keretas. Mengenai buka lowongan kerja. Untuk apotek dan klinik. Raisa menempelnya di apotek. Dan sekitar jalanan. Dari apotek menuju kostan Raisa. Ia juga menepelkan iklan, lowongan kerja itu. Di kampus tempat kuliahnya. Syukurlah hari ini, sudah banyak yang mau interview. Ruang Interview Di dalam ruangan sudah terdapat beberapa orang, yang menjadi pelamar. Ada yang melamar ke apotek. Ada juga yang ke klinik. Kalau yang melamar ke apotek. Para pelamar akan di seleksi oleh Raisa. Sementara yang di klinik akan di seleksi oleh dokter Rina. "Oke. Sekarang kalian semua isi formulir yang sudah, saya bagikan. Jawab beberapa pertanyaan yang ada di sana. Lalu kalian tulis golongan antibiotik apa saja, yang kalian ketahui, beserta fungsinya," instruksi Raisa pada calon pegawai, yang melamar ke apotek dan klinik, hari ini. Sesuai dengan prosedur yang sudah di diskusikan bersama dokter Rina. Mereka sepakat untuk mengetes, seberapa jauh. Ilmu medis yang pelamar kerja ketahui. Kali ini mereka harus lebih selektif dalam memilih karyawan. Soalnya di utamakan yang berwawasan luas. Dan berpengalaman di bidangnya. Pasalnya, kalau sudah berpengalaman. Mereka akan lebih mudah. Jika langsung terjun ke dunia kerja. Tapi tidak menutup kemungkinan juga sih. Bagi pelamar yang belum pengalaman juga, bisa di terima. Dokter Rina selalu memberi kesempatan pada siapapun. Biasanya karyawan baru yang di terima. Akan ikut trening selama tiga bulan. Untuk melihat keahlian dan potensi dari karyawan itu. Dua jam berlalu. "Untuk pengumuman yang di terima, atau tidak di apotek dan klinik ini. Saya akan umumkan tiga puluh menit lagi. Setelah lolos dari ujian ini. Kalian yang terpilih, akan dokter Rina interview," jelas Raisa pada calon pegawai yang telah mengikuti tes. Sebetulnya, dokter Rina sudah menyerahkan, sepenuhnya pada Raisa. Tentang urusan semua pegawai. Tapi Raisa tidak mau semena-mena. Dokter Rina harus tau, calon pegawai yang akan bekerja di klinik dan apoteknya. Jadi Raisa meminta dokter Rina juga, ikut dalam interview ini. Karena dokter Rina lebih pengalaman. Di bandingkan Raisa. Tiga puluh menit kemudian. Setelah mepertimbangakan matang-matang. Akhirnya Raisa akan menerima, semua pelamar yang masuk hari ini. Dalam benak Raisa. Mereka berhak mendapatkan kesempatan. Untuk bekerja di sini. Bagus atau tidaknya. Yang jelas mereka patut, di berikan kesempatan. Untuk bekerja. Lagian hasil tes tertulis, pelamar hari ini. Tidak begitu buruk. Jadi ini adalah keputusan yang tepat. Untuk Raisa ambil. "Yang lolos ke tahap berikutnya untuk interview adalah... Ribka, Riska, Ririn dan Laila. Untuk petugas medis yang melamar ke kelinik juga, kalian semua lolos. Semua akan di interview oleh dokter Rina, secara bergantian yah. Sekarang kalian bersiap-siap untuk interviewnya, ya," ucap Raisa memberikan pengumuman. Terlihat sekali raut bahagia di wajah mereka masing-masing. Seperti ada harapan baru, yang muncul dari mereka. Zaman sekarang, memang sangat sulit mencari pekerjaan. Perusahan selalu mencari calon karyawan yang berpengalaman. Dengan pendidikan yang tinggi pula. Itulah yang membuat frustasi anak muda zaman sekarang. Bagi yang lulusan sarjana beruntung. Karena memenuhi kriteria. Sedangkan yang lulusan SMA atau SMK. Mereka harus berjuang mati-matian untuk mendapatkan kerja. Padahal pendidikan tinggi. Tidak selalu menjamin kualitas kerjanya bagus. Bisa saja justru yang berpendidikan rendah. Malah lebih unggul dari yang berpendidikan tinggi. Jadi intinya, beri mereka kesempatan dulu. Karena kesempatan itu sulit di cari. Maka jika kita ada kesempatan. Berilah mereka kesempatan, untuk mencobanya. "Untuk interview pertama, sialhkan. Ribka, Riska dan Ririn masuk," Raisa mempersilahkan mereka masuk ke ruangan dokter Rina. Ruang Dokter Rina. Mereka bertiga masuk dengan harap-harap cemas. Soalnya mereka bertiga itu kakak beradik. Mereka bersaudara. Mereka adalah saudara kembar tiga. Biasanya agak sulit, kalau mendapatkan pekerjaan satu tempat. Kalau status mereka bersaudara. Biasanya perusahaan, hanya menerima satu orang di antara mereka bertiga. Tapi semoga saja mereka bisa keterima. Didalam sudah ada dokter Rina duduk di meja kerjanya. Ia terlihat seperti sedang membereskan, bekas-berkas dan dokumen. Jam prakteknya di klinik memang sore. Kebetulan juga kerjaan di rumah sakit, sedang libur. Jadi dokter Rina, bisa membantu Raisa dalam menerima pelamar baru. Dokter Rina mempersilahkan mereka masuk. "Oke. Ribka, Riska, Ririn itu kembar ya?" tanya dokter Rina. Setelah melihat tiga amlop coklat. Yang berisikan CV, berikut foto copy persyaratan, lamaran kerja lainnya. Raisa memperhatikan wajah ketiganya. Tapi kok engga ada mirip-miripnya. "Iya deh mah kayanya. Tapi ko beda yah?" ceplos Raisa. Sambil terus memperhatikan wajah si kembar. "Kami kembar bersaudara, Dok. Bukan kembar identik. Jadi gampang membedakannya," jawab Ribka. Dokter Rina mulai kepo sama si kembar tiga ini. Kembar tapi tak sama. Lucu yah, "Anak pertamanya siapa?" tanya dokter Rina lagi. "Saya, dok. Ribka. Yang ini Riska kedua dan Ririn ke tiga," terang Ribka mewakili adik-adiknya. Memang di antara mereka bertiga, Ribka yang paling berani. "Oke. Rai, sekalian aja panggil Laila. Dia juga ikut interview. Biar selesai semua pelamar ke apotek. Sisanya nanti mama interview, pelamar yang mau kerja di klinik," perintah dokter Rina. "Oke mah. Aku panggil Laila yah. Sekalian Mah, udah itu aku temenin dulu Metta, ya. Kasian banyak pelanggan apotek. Dia pasti kewalahan," setelah izin pada dokter Rina. Raisa pergi, dari ruangan dokter Rina. Di luar ruangan. Raisa memanggil Laila untuk masuk. Setelah itu, Raisa kembali ke apotek. Dan benar saja. Banyak sekali pelanggan apotek yang mengantri untuk beli obat. Didalam ruangan dokter Rina. Interview di mulai. Dokter Rina mulai bertanya hal-hal dasar tentang kefarmasian. Sampai mengetes sedikit kepribadian mereka. Syukurnya semua berhasil menjawab, pertanyaan dari dokter Rina. Poin mereka di mata dokter Rina sangat bagus. Mereka semua di terima. Secara otomatis, mereka masuk ke tahap trening kerja, selama tiga bulan. Kalau etos kerjanya bagus dan berkualitas kinerjanya. Tidak menutup kemungkinan akan langsung di angkat, jadi pergawai tetap. "Banyak juga, ya. Yang ngelamar kerja. Bagus deh biar kita engga keteteran," ujar Raisa saat masuk apotek. "Iya, Met. Tadi aja masih ada yang masukin lamaran. Paling besok di panggil lagi. Aku minta mama buat interview mereka. Karena mama itu teliti banget. Jadi ga sembarangan karyawan bisa di terima. Mereka harus tau, setidaknya dasar-dasar Farmasi. Untuk yang ngelamar ke apotek. Dan dasar-dasar ilmu kedokteran, buat tenaga medis di klinik. "Udah keliatan sih. Nyokap lo itu harus perfect segalanya. Gue juga ampir putus asa engga di terima, pas nyokap lo interview gue dulu. Mukanya itu keliatan tegas banget. Bisa di bilang sedikit searam sih. Hehehe. Tapi setelah kenal. Nyokap lo itu baik banget, Rai," Metta malah cerita, nostalgia masalalunya saat pertama masuk ke apotek. "Bisa aja lo. Memang mama, kalo pertama kali ketemu. Kaya keliatan jutek. Tapi pas kenal baik banget," puji Raisa. "Ya udah. Yuk kita stok obat lagi. Kayanya orderan harus di tambah dua kali lipat deh. Soalnya kemaren perasaan baru pesen, udah abis lagi aja. Terutama obat yang sering di resepin dokter gigi. Kayanya obatnya manjur," lapor Metta. "Oke, atur-atur aja. Nanti gue yang kasih tau Adit harus order berapa-berapanya," sahut Raisa. Metta menepok jidatnya yang tidak bersalah. Sepertinya ia teringat sesuatu. "Rai, gue lupa. Gue ke poli kandungan dulu, yah. Ini obat belum gue anterin. Untungnya bukan cito (Obat Cito adalah obat yang harus di segerakan. Karena satu dan lain hal. Jika menerima resep Cito. Harus di dahulukan)," setelah pamit. Metta langsung lari menuju poli kandungan. Raisa kembali sendiri di apotek. Tak lama ada pasien yang masuk. Sepertinya wajahnya tak asing lagi. Raisa ingat. Dia adalah cowok misterius itu. Untungnya Raisa masih menyimpan kembaliannya waktu itu. "Mbak saya mau nebus resep," ucap cowok itu pelan. Hampir tidak terdengar. Namun Raisa masih bisa mendengarnya. "Oh iya, mas. Resepnya masih sama yang kaya kemarin yah? Cuma ada tambahan satu obat," tanya Raisa. "Hhehee iya," ujar cowok itu sambil cengengesan. "Sebentar ya, saya siapkan dulu obatnya," Raisa langsung pergi keruang racik. Untuk mengambil obat sesuai resep. Tidak lama, Raisa kembali dengan membawa obat. "Ini obatnya, di minum seperti biasa, ya. Cuma ini ada obat vitamin penambah darah. Diminum satu kali sehari aja, di malam hari," jelas Raisa. Semua asisten apoteker, sebetulnya wajib memberikan edukasi pada pasiennya. Seperti cara meminum obat dan cara memakai obat. Dan jika perlu menjelaskam efek samping berikut interaksi obat. Jika obat lain di campurkan. Agar sang pasien mengerti dengan obat yang mereka konsumsi. Jangan sampai obat itu menjadi racun. Bukannya sembuh, malah akan fatal.akibatnya. Cowok itu mengangguk, tanda mengerti. "Totalnya berapa mba?" "Empat ratus dua puluh ribu rupiah, mas," ujar Raisa pada cowok misterius itu. "Ini mba uangnya, makasih," kali ini cowok itu memberikan uang pas. Saat cowok itu akan pergi. Raisa mencegahnya. "Mas, mas sebentar. Ini kembalian resep obat yang di tebus minggu lalu. Kayanya mas buru-buru kemarin. Sampai lupa kembaliannya," Raisa menyerahkan uang kembalian resep itu, pada cowok misterius. Sekilas Raisa melihat tangan cowok itu gemetar. Apa mungkin cowok itu takut pasa Raisa? "Terimakasih yah mbak," ucapnya. Tanpa basa basi cowok misterius itu langsung pergi meninggalkan apotek. Rajin banget tuh cowok beli obat tiap minggu. Kira-kira buat siapa yah? Mungkin aja buat sodaranya. Ya sudah lah. Ngapain juga aku mikirin dia. Belum tentu dia mikirin aku, gumam Raisa dalam hati. "Rai, elo ketetaran ga? Sorry tadi gue di suruh bantuin dulu di poli gigi. Abis nganterin obat ke poli kandungan. Malah di suruh bantuin di poli gigi," dumal Metta. Terlihat sekali wajah Metta kecapean. Sepertinya hari ini, poli gigi sedang banyak pasiennya. "Engga begitu kok. Ya udah lo istirahat dulu aja. Kan sekarang apotek sama klinik mulai ada karyawan baru," jawab Raisa. Karyawan baru memang bisa langsung bekerja hari ini. Semua pelamar hari ini. Di minta untuk langsung bekerja, full sampai malam. Besok baru akan di atur jadwal shift mereka. Agar tidak berantakan. Dokter Rina meminta Raisa untuk membuat jadwalnya. Ia juga meminta di buatkan grup WA. Untuk karyawan apotek dan klinik. Agar mudah dalam mengkoordinasikan mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD