bc

Obsession : Between Loves and Pain

book_age16+
84
FOLLOW
1K
READ
one-night stand
scandal
tragedy
bxg
captain
office/work place
betrayal
affair
pilot
passionate
like
intro-logo
Blurb

Berapa kali harus dijelaskan jika pernikahan tanpa cinta akan sangat menyakitkan. Terlebih jika dilakukan hanya untuk kepuasan jabatan.

Evans Cakra Wiratama, seorang Kolonel dan pilot yang cukup senior di kesatuannya harus menikahi Alina Kusuma Putri karena tuntutan itu. Ayah Alina adalah seorang perwira tinggi, membuat keluarga Evans yang juga berkecimpung di dunia militer sama sekali kesulitan untuk menolak kehendak sang atasan.

Hingga kemudian, Evans bertemu dengan seorang wanita yang mengantarkan bunga ke kantornya. Wanita yang begitu menarik perhatiannya. Namun sayang, wanita itu merupakan istri dari anak buahnya yang juga seorang pilot j****r.

"Saya tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini sebelumnya. Hanya pada kamu, Diandra." Evans berbisik dengan merdu, bisikan yang mampu membuat sekujur tubuh Diandra meremang.

"Tidak, Kolonel. Ini salah. Kita sudah memiliki pasangan masing-masing. Dan istri Anda, adalah wanita yang sangat saya hormati," balas Diandra sambil merapikan penampilannya yang berantakan akibat ulah Evans.

Diandra, sang pemilik toko bunga itu terlihat begitu indah di mata Evans. Terlebih, matanya yang tampak bersinar di bawah bulan purnama. Nyaris membuat akal sehat Evans menggila.

Sayangnya, sesuatu yang di mulai dengan hal yang salah tidak akan bisa berakhir dengan benar.

Ke-empat orang ini terjebak dalam lingkaran karma yang sama. Ada yang bahagia pada akhirnya, namun jalan untuk bahagia tidak semudah hompimpa.

Selamat menikmati...

chap-preview
Free preview
EVANS CAKRA WIRATAMA
Suara bising terdengar memenuhi seluruh penjuru langit. Beberapa pesawat tempur yang dikendalikan oleh para pilot muda tengah berlatih bersama skuadron masing-masing. Membentuk beberapa formasi tempur seperti yang sudah dipelajari di kelas teori sebelumnya. Jet tempur latih buatan Inggris itu masing-masing berisi 2 awak pesawat, untuk sang pilot muda dan sang instrukur. Berbeda dengan jet tempur perang yang hanya berisi 1 awak. Seseorang dengan seragam hariannya, dilengkapi kacamata hitam yang membingkai wajahnya berdiri tegap dari sisi barat menara pantau. Dengan tangan bersedekap, tanpa sekali pun mengalihkan pandangan dari para siswanya yang tengah berlatih di atas udara. Sesekali tangannya bergerak untuk mendekatkan radio control ke arah mulutnya, jika ia melihat ada sesuatu atau pergerakan yang kurang tepat. Meskipun para siswa sudah didampingi oleh instruktur masing-masing.  “Kolonel, Komandan Anggara Putrawan akan melakukan kunjungan. Rombongan beliau akan sampai dalam waktu 10 menit,” laporan dari seorang letnan dengan nama Widhi itu menginterupsi konsentrasi sang atasan yang baru saja akan memberikan instruksi melalui protofon. Yang di maksud lantas mengurungkan niatnya, berbalik menatap sang ajudan. “Kenapa mendadak sekali?” “Maaf, Kolonel. Untuk hal itu kami tidak tahu.” “Jalur darat atau jalur udara?” “Jalur darat, Kolonel.” Sang Kolonel menarik napas sejenak, sebelum kemudian berbicara pada anak buahnya yang lain, yang mendampinginya mengawasi latihan sejak dimulai. “Mayor Argus, tolong gantikan saya.” “Siap, Kolonel.” Perwira menengah sekaligus kepala instruktur penerbangan itu bergegas menuju halaman utama untuk menyambut sang atasan. Karena area latihan terletak di sayap kanan kawasan pelatihan tersebut, dibutuhkan waktu hampir 5 menit untuk menuju ke halaman utama. Tidak lama setelah ia sampai di halaman depan, rombongan mobil yang dimaksud sudah memasuki tempat parkir. Segera saja ia memberikan penghormatan pada sang atasan yang tersenyum lebar saat menerima penghormatannya. “Sepertinya kedatangan saya mengejutkan Anda, Kolonel Evans.” Yang dimaksud hanya membalas dengan senyuman simpul. Karena pada kenyataannya, kedatangan sang atasan sekaligus ayah mertuanya itu memang mengejutkan. “Pasti ada hal yang sangat penting sehingga membuat Komandan datang jauh-jauh kemari,” balas kolonel Evans yang berjalan sejajar dengan perwira tinggi tersebut. Anggara menatap sejenak sang menantu, seolah mengerti dengan isyarat yang ditunjukkan oleh ayah mertuanya, Evans segera memerintahkan para ajudan yang berjalan di belakang mereka untuk beranjak. “Ada hal penting yang ingin Ayah sampaikan pada saya?” “Apa kamu sedang sibuk?” Anggara bertanya balik, mengabaikan pertanyaan yang diajukan Evans. “Sedang ada latihan udara oleh para siswa, Ayah.” “Sepertinya menarik. Sudah lama sekali Ayah tidak melihat para siswa berlatih di udara,” gumam Anggara yang serta merta memajukan langkahnya. Tanpa suara, keduanya berjalan menuju tempat pelatihan yang beberapa menit lalu baru saja ditingalkan oleh Evans. Para ajudan mengikuti mereka namun dengan jarak yang cukup jauh. Itu karena sebelumnya Evans sudah memerintahkan untuk menjaga jarak. Namun sesuai ketentuan protokol, kemana pun para atasan melangkah maka para ajudan wajib mengikutinya. “Minggu depan, datanglah ke rumah bersama Alina. Kita akan makan malam bersama karena Rivando pulang dari tugasnya,” ucap Anggara sambil melihat berisan jet tempur yang tengah membentuk formasi di udara. Evans mengangguk tanpa menjawab. Ia sangat mengerti bahwa apa yang dikatakan sang mertua bukanlah sebuah permintaan melainkan sebuahh perintah. Perintah atas nama atasan dan juga seorang ayah. “Apa Alina sudah tahu, Ayah?” “Belum. Ayah belum memberitahu Alina karena itu merupakan hak kamu.” Evans tersenyum ramah, dibalik ketegasannya, Anggara juga menyimpan sikap yang demokratis. Meskipun tak jarang, sedikit semena-mena. Hanya selama beberapa menit keduanya berada dalam mode informal. Kini mereka kembali menggunakan sikap profesional karena tengah membahas mengenai kelulusan para pilot muda yang kini tengah berlatih tersebut. Evans memberikan laporannya mengenai perkembangan para anak didiknya agar disampaikan kepada para petinggi di markas besar militer. Kunjungan dari Anggara berakhir beberapa menit sebelum sesi latihan udara di akhiri. Usai mengantarkan sang mertua kembali ke tempat parkir mobil, Evans melangkah cepat menuju ruangannya. Namun, Widhi kembali datang dengan membawa berita yang cukup mengejutkan. “Kolonel, pesawat nomor 8 tergelincir di landasan pacu karena ada kawanan burung liar yang tiba-tiba berterbangan. Di dalam pesawat Kapten Dimas bersama dengan Kadet Rifky,” Langkah Evans seketika terhenti, mengkhawatirkan kondisi anak buah dan siswanya. “Bagaimana keadaan mereka?” “Kadet Rifky baik-baik saja, Kolonel. Tetapi Kapten Dimas harus mendapatkan perawatan karena mengalami benturan yang cukup keras. Saat ini Kapten Dimas sudah di bawa ke klinik kelas 1,” ucap Widhi memberikan keterangan. “Tetap awasi kondisi Kapten Dimas. Saya belum bisa mengunjunginya karena pekerjaan di ruangan saya cukup banyak siang ini.” “Baik, Kolonel.” Evans melangkah cepat menuju ruang kerjanya. Sesampainya di sana, ia langung terduduk dan memegang kepalanya yang mendadak terasa pening. Bukan semata karena apa yang menimpa anak buahnya, tetapi juga karena kunjungan ayah mertuanya beberapa menit yang lalu. Evans Cakra Wiratama, seorang perwira menengah sekaligus kepala instruktur di sekolah penerbangan militer. Karir Evans selama ini tergolong sangat baik. Bukan hanya karena ia begitu kompeten, melainkan dukungan sepenuhnya ia dapatkan dari sisi keluarga. Evans terlahir di lingkungan keluarga militer. Sang ayah yaitu Agung Candra Wiratama merupakan pensiunan dengan pangkat terakhir Brigadir Jendral. Hal itulah yang melatar belakangi Evans untuk ikut terjun di dunia militer, mengikuti jejak sang ayah dan kakaknya, Erlangga Arya Wiratama. Bedanya, jika Agung dan Erlangga memilih angkatan darat, maka Evans memilih menjadi pasukan udara. Evans memasuki akademi militer di usianya yang menginjak angka 17 tahun. Prestasinya pada saat mengikuti pendidikan militer sangat bagus membuatnya mendapat bintang penghargaan pada saat kelulusannya di usianya yang masih belia, 22 tahun. Karena kemampuannya yang menonjol di bidang penerbangan, sambil berkarir Evans juga mengambil sekolah instruktur penerbang. Lagi-lagi Evans lulus dengan prestasi yang sangat gemilang. Membuatnya menjadi buah bibir yang sangat termahsyur di kalangan militer. Tak terkecuali, di kalangan para istri tentara. Pretasi yang membanggakan itu pula yang akhirnya mengantarkan Evans untuk menikahi seorang wanita yang bukan menjadi pilihannya. Alina Kusuma Putri, wanita yang berhasil membuat banyak orang patah hati. Bukan hanya gadis remaja di lingkungan perumahan militer, melainkan juga para orang tua yang teringin menjadikan Evans sebagai anak menantu. Tetapi apa mau dikata, siapa yang bisa melawan Anggara Putrawan. Ayah mertua Evans yang pada saat itu menjadi Komandan Sekolah Penerbangan. “Penawaran dari Kolonel Anggara sangat menarik, Nak. Tidak banyak orang yang akan mendapat penawaran yang sama. Ayah harap, kamu bisa melihat dari berbagai sisi. Tetapi yang pasti, hal ini sangat baik untuk keluarga kita,” komentar Agung pada waktu itu. Evans menikahi Alina saat ia berusia 30 tahun dan Alina pada saat itu berusia 28 tahun. Jika memiliki pilihan, Evans sangat ingin menolak pernikahan tersebut. Tetapi apa mau dikata, keluarganya memberikan argumen yang sangat tidak bisa dibantah. Mereka beranggapan, dengan Evans menikahi Alina, maka jalan karir Evans ke depannya akan bisa berjalan dengan mulus. Kenaikan pangkat, posisi dan jabatan akan menjadi hal yang mudah untuk di raih. Terbukti, begitu menikahi Alina, karir Evans bisa dibilang menanjak dengan drastis. Kenaikan pangkat yang biasanya berlangsung lama, tidak berlaku bagi Evans. Meskipun Evans tidak pernah membawa-bawa nama ayah mertuanya tetapi semua orang sudah sangat memahami. Hal itu tentu saja membuat orang tua Evans ikut senang. Evans sendiri tidak memungkiri, senyumnya terkembang saat mengingat perjalanan karirnya yang terbilang begitu mulus. Sayangnya pada saat itu Evans sama sekali tidak memiliki pilihan ataupun bisa menolaknya karena ia memang tidak pernah memiliki kekasih. mengesampingkan perasaannya, Evans akhirnya menerima tawaran tersebut. Ia hanya berharap, seiring berjalannya waktu mungkin ia akan bisa mencintai Alina sebagaimana layaknya suami istri. Kini, usia pernikahannya dengan Alina sudah berumur 7 tahun. Namun Evans masih belum merasakan perasaan apapun terhadap Alina. Interaksi dan hubungan yang terjadi di antara mereka selama ini pun hanya karena faktor saling membutuhkan. Bahkan, keduanya juga belum memiliki buah hati meskipun menurut medis baik Evans maupun Alina dalam kondisi sehat dan bugar. Selama ini, Evan dan Alina memang tinggal di kawasan perumahan militer yang terletak tidak jauh dari tempatnya bekerja. Hanya saja, tempat tinggal mereka tentu berbeda dengan yang lain mengingat kedudukan dan pangkat Evans merupakan yang tertinggi di lingkungan tersebut. Sementara Alina yang dulunya berprofesi sebagai seorang koki, ikut aktif dalam memberikan pelatihan-pelatihan memasak, selain memimpin organisasi para istri tentara. Lamunan Evans akan masa lalunya berakhir begitu saja ketika indera pendengarannya menangkap suara pintu yaang diketuk. “Masuk,” ucap Evans lantang. Pintu terbuka dan menampilkan wajah Daniel. Prajurit berpangkat letnan 1, salah satu ajudannya selain Letnan 2 Widhi. “Ada apa, Daniel?” Evans selalu menggunakan bahasa informal ketika berbicara berdua dengan anak buahnya di dalam ruangan. Menurutnya, terasa lebih santai dan tidak terlalu menegangkan. Mungkin karena selama ini hidupnya selalu dipenuhi hal-hal menegangkan, pun demikian dengan kehidupan para anak buahnya. Daniel menyerahkan sebuah berkas ke hadapan Evans, “Ini adalah berkas daftar prajurit yang di mutasi ke sini, Kolonel.” Evans menerima berkas tersebut dan membaca profil yang tertera satu per satu. Hanya ada 4 nama baru yang dipindah tugaskan. Ia sudah berpikir akan ada banyak nama mengingat bulan sebelumnya, banyak sekali instruktur penerbang yang di mutasi ke luar daerah sebagai promosi jabatan. “Hanya 4 perwira yang ditugaskan ke sini. Ini hanya separo dari jumlah instruktur kita yang dipindah tugaskan.” “Sepertinya akan ada gelombang kedua, Kolonel. Apalagi, kuota penerimaan siswa penerbang tahun ini jumlahnya meningkat dari periode sebelumnya.” Daniel memberikan pendapatnya. “Sepertinya kamu benar,” sahut Evans sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Ada hal yang lain?” “Tidak ada, Kolonel. Saya permisi.” Dengan isyarat tangan, Evans menyilakan Daniel untuk meninggalkan ruangannya. Sepeninggal Daniel, Evans kembali membaca dokumen-dokumen pekerjaannya. Diawali dengan berkas mutasi instruktur baru yang baru saja diterimanya. Ia harus membaca satu persatu sebagai bekal perkenalan awal dengan para calon anak buahnya yang baru tersebut. “Andi Alfiansyah, Candra Arya Lesmana, Haikal Pangainan, Yuda Putra Sakti.” Evans tersenyum evil saat membaca satu nama terakhir. Sepertinya yang bernama Yuda memang sudah disiapkan untuk menjadi prajurit oleh orang tuanya sejak kecil. Seperti biasa, Evans terus bergelut dengan pekerjaannya hingga malam menjelang. ****

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Just Friendship Marriage

read
515.1K
bc

Undesirable Baby 2 : With You

read
168.1K
bc

Over Protective Doctor

read
484.1K
bc

Love Match

read
180.1K
bc

For my Baby

read
256.4K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
39.8K
bc

Dear Doctor, I LOVE YOU!

read
1.2M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook