02. Tragedi Kelengkeng

1728 Words
“Mas? Mas Ardi, kamu kenapa?” Ella menghampiri dan berlutut di sebelah Ardi. Dia mengamati keadaan Ardi yang terlihat tidak baik-baik saja. Ardi sedang membungkukkan badan dan muntah beberapa kali di sana. Wajah dan tubuhnya juga mendadak pucat pasi serta banyak berkeringat. Bahkan yang paling mengkhawatirkan adalah dia terlihat sesak serta kesulitan untuk bernapas. Kedua pegawai hotel menyadari ada yang tidak beres, segera mendekat ke arah Ella dan Ardi. Ketakutan kalau tamu VVIP sampai tertimpa kemalangan setelah meminum jus spesial khas dari hotel mereka. “Jus itu tadi ada buah kelengkeng?” tanya Ella kepada kedua pegawai itu. “Iya ada. Dan lumayan banyak jumlahnya.” Jawab salah satu dari pegawai itu dengan semakin ketakutan. “Astaga!” pekik Ella penuh penyesalan. Ella merasa bodoh sekali karena tadi tidak menanyakan dengan detail buah apa saja yang digunakan untuk membuat jus itu. Juga tidak memastikan ada atau tidaknya buah kelengkeng di sana. Padahal dia sudah mengetahui bahwa Ardi memiliki alergi yang parah terhadap buah kelengkeng. Sebagai seorang dokter Ella tahu mana keadaan darurat atau bukan. Dan keadaan Ardi saat ini dapat dikatakan sebagai keadaan gawat dan darurat. Karena dia bisa mengalami syok karena alergi, Syok anakfilaktik. Yaitu syok yang disebabkan oleh reaksi alergi yang sangat berat. Hingga mengakibatkan penurunan tekanan darah secara drastis, sehingga muncul gejala berupa sulit bernapas, bahkan penurunan kesadaran secara mendadak. “Tolong panggilkan ambulans secepatnya!” Ella memberikan perintah pada salah satu pegawai hotel yang langsung berlari pergi. “Tolong ambilkan emergency kit di kamar paling kanan.” Ella memberikan perintah lain kepada pegawai satunya. “Mas? Mas Ardi?” Ella menanyai Ardi dengan kepanikan yang menjadi-jadi. Tak ada jawaban, Ardi bahkan terlihat sangat kesakitan serta menderita dengan kesulitan pernapasannya. Ella semakin panik melihat keadaan Ardi yang terus memburuk. Cepat-cepat dia melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan tanda-tanda vital sang suami. Dia meraba arteri di pergelangan tangan Ardi, untuk mengukur tekanan darah dan denyut nadi. Kemudian mengamati frekuensi dan pola pernapasannya. Dia juga meletakkan telapak tangan di kening Ardi untuk memeriksa suhu. Dan terakhir mengajaknya berbicara untuk mengetahui tingkat kesadaran suaminya itu. “Mas Ardi? Kamu bisa mendengar aku? Tolong jawab, Mas!” “Ha ... Honey ...” Ardi terlihat kesusahan untuk menjawab di tengah napasnya yang sangat sesak. Kesadarannya terlihat juga semakin menurun, dan timbul tenggelam. Ella kembali memeriksa tekanan darah Ardi dan mendapatkan hasil yang buruk. Tekanan darah suaminya itu semakin turun bahkan terjun bebas. Dengan cekatan, Ella memposisikan tubuh Ardi sehingga posisi kepalanya lebih rendah dari tungkai. Untuk memperlancar aliran darah ke otak. “Calm down Ella, Don’t be panic!” Ella menarik napasnya dalam-dalam. Berusaha memotivasi diri sendiri agar tetap tenang dan tidak panik. Sehingga masih bisa berpikir dengan logis. Hal yang paling menakutkan bagi seorang dokter adalah untuk menangani orang terdekat sendiri. Oleh karena itu jarang sekali ada dokter yang mau menangani keluarganya sendiri. Akan tetapi dalam keadaan darurat seperti saat ini Ella tak punya pilihan lain. Jika tidak segera mendapat pertolongan, Ardi bisa saja tidak terselamatkan. “Ini ... ini kotak emergensinya.” Tepat pada waktu yang dibutuhkan, pegawai hotel tadi kembali dengan membawa sebuah kotak yang diminta Ella. Ella bergegas membuka kotak emergency itu, kotak yang sengaja dia pesan kepada pihak hotel sebagai special service. Karena dia merasa tidak tenang sejak mengetahui bahwa reaksi alergi Ardi terhadap buah kelengkeng semakin parah. Dan ternyata firasat Ella terbukti terjadi, Ardi benar-benar terkena serangan syok anakfilaktik karena meminum jus kelengkeng. Gila kan, masa baru nikah beberapa hari sudah menjadi janda? Dan gara-gara buah kelengkeng lagi? Aduh, nggak banget kan? Ella segera memberikan Suntikan adrenaline dan antihistamin di lengan atas Ardi. Kemudian menunggu sampai obat itu bereaksi. Dia juga memasang alat untuk membantu pernapasannya yang sesak. Keadaan Ardi terlihat lebih tenang beberapa saat kemudian. Dan yang bisa dilakukan hanya menunggu sampai bantuan medis yang lebih lanjut tiba untuk membawa Ardi ke rumah sakit. “Kamu harus kuat Mas! Kamu harus bertahan!” Pinta Ella pilu ditengah kepanikan dan kesedihan yang melanda jiwanya. *** Setelah dievakuasi dengan ambulans dari hotel, Ardi langsung dilarikan ke UGD. Dia menjalani perawatan dan observasi cukup lama di sana karena keadaannya yang sempat memburuk. Tensi darah Ardi terus menurun drastis setelah efek obat mulai habis. Benar-benar kritis, serta membuat takut dan khawatir. Seolah malaikat maut sudah bersiap untuk mencabut nyawa Ardi. Hari sudah melewati senja saat keadaan Ardi akhirnya dinyatakan stabil dan melewati masa kritis. Dia sudah dipindahkan ke salah satu kamar rawat inap Rumah Sakit Internasional Kandara. Ella sedang duduk di kursi samping ranjang Ardi. Sambil menggenggam erat sebelah jemari tangan kanan suaminya, dia mengamati lekat-lekat wajah pucat Ardi yang masih belum sadarkan diri. “Untung saja kamu sudah tidak apa-apa, Mas. Aku takut sekali tadi. Aku takut kehilangan kamu.” Setelah cukup lama, Ardi mulai terlihat menggerakkan jemarinya dan perlahan membuka matanya. “Mas Ardi? Syukurlah ... Akhirnya kamu sadar juga.” Ella meletakkan jemari tangan Ardi di sebelah pipinya, membelainya lembut dan menangis terharu. Lega sekali melihat telah Ardi sadar, berarti keadaan suaminya itu sudah benar-benar stabil. Ella dapat melihat Ardi tersenyum lemah sebagai tanggapan. Mungkin sekujur tubuhnya masih terasa kesakitan. Sebagai dokter, Ella reflek meraih arteri radialis di lengan kanan Ardi, memeriksa denyut nadi dan tekanan darah suaminya. “Sudah lumayan naik dan teratur meski masih lemah.” Gumam Ella lega. Dia mengusap lembut kepala Ardi dan menggenggam jemari Ardi yang masih terasa dingin. Berusaha memberikan sedikit kehangatan dari tubuhnya sendiri kepada pria itu. “Istirahat dulu ya Mas, tiduran biar cepet sembuh.” Ella memberikan kecupan ringan di kening Ardi sebagai bekal untuk menemani sampai suaminya itu dapat tertidur lelap. Ella juga merasa kelelahan karena sudah tegang dan panik sejak tadi siang. Setelah merasa lega melihat keadaan Ardi yang mulai stabil, segala kelelahan yang dari tadi tak dia hiraukan menjadi berkali-kali lipat hebatnya. Membuat Ella merebahkan kepalanya untuk beristirahat ke ranjang Ardi dan ketiduran dengan posisi masih duduk di kursinya. Sebuah tepukan halus di kepala Ella membuatnya spontan terbangun dari tidur. Begitu membuka matanya, Ella mendapati suasana di sekitar sudah terlihat gelap. Pasti hari sudah malam, dan cukup lama dirinya tertidur. Ella dapat melihat wajah tampan Ardi yang tersenyum simpul kepadanya. Wajah itu sudah tidak sepucat tadi meski masih terlihat lemah. “Mas Ardi? Gimana keadaan kamu?” Ella buru-buru bangkit, menegakkan punggungnya. Dengan sigap dan siaga mengamati keadaan Ardi dari ujung kepala sampai kaki. Ardi hanya mengangguk lemah sebagai jawaban. “Dasar kamu ini, bisa-bisanya minum jus itu sampai habis tak tersisa? Bukannya ketahuan ada rasa kelengkeng? Kenapa malah dihabisin? Lagian seharusnya kamu tanya dulu jus apa itu. Sudah tahu gak bisa makan kelengkeng malah ceroboh begini.” Tanpa dapat dicegah, Ella memarahi Ardi saking kesal dan khawatirnya. Ardi yang masih lemah hanya bisa tersenyum pasrah sebagai jawaban. Tak tega melihat Ella yang sepertinya sangat mengkhawatirkan dirinya. Ardi memang tidak tahu secara pasti apa saja yang telah terjadi kepadanya tadi. Yang dia tahu seluruh tubuhnya terasa lemah dan sakit semua saat ini. Apa mungkin alergi kelengkengku sudah semakin parah? Apa benar aku bisa mati hanya karena buah sekecil kelengkeng? Cara mati yang gak keren sama sekali! “Aku takut banget tadi, Mas. Kamu ampir saja tak terselamatkan kalau sampai terlambat pertolongan emergency. Aku takut ... Aku takut kamu kenapa-napa.” Ella menjelaskan ketakutan terbesar yang menghantuinya sejak tadi. Tanpa bisa dicegah, air mata Ella kembali mengalir dari kedua sudut mata, membasahi pipinya. “Sorry ...” jawab Ardi pelan. Merasa sangat menyesal telah membuat istrinya bersedih. “Aku takut kehilangan kamu ...” Ella berhenti sejenak, berusaha menyeka lelehan air matanya. Ardi mengulas senyuman lemah, mencoba menenangkan Ella. “Aku gak mau jadi janda, Mas! Masa belum seminggu menikah sudah jadi janda? Sudah begitu janda ditinggal mati, matinya karena kelengkeng lagi. Gak ada yang lebih aneh lagi apa?” Ella Kembali mengomel panjang lebar karena kesal. Ardi sekali lagi hanya bisa tersenyum pasrah. “Honey ...” “Apa? Kenapa mas? Ada yang sakit?” “Sini ...” Ardi menggerakkan tangannya memanggil untuk Ella mendekat kepadanya. “Kenapa?” Ella menurut saja mendekatkan wajahnya ke arah Ardi, mungkin suaminya itu ingin membisikinya sesuatu. Mungkin untuk berbicara saja masih sulit baginya. “I love you ...” Bisik Ardi diluar dugaan. “Cuuup.” Ardi menambahkan dengan kecupan ringan di sebelah pipi Ella begitu posisi wajah mereka berdua sudah dekat. Untuk sesaat Ella hanya bisa tertegun tanpa bereaksi. Namun beberapa saat kemudian Ella buru-buru menjauhkan wajahnya dan kembali memarahi Ardi. “Yaampun mas Ardi, kamu masih selemah itu tapi nakal dan mesumnya kok gak sembuh-sembuh? Sudah orang sakit tidur saja sana jangan kebanyakan tingkah,” protes Ella bersungut-sungut, gemas sekali dengan tingkah jahil sang suami. “Balasanku?” Ardi menagih balasan dengan tatapan memelas penuh harap. “Gak ada! Sudah tidur sana!” Ella tetap menolak. “Pleaseee ...” pinta Ardi memelas. Sekali lagi Ella memandangi wajah Ardi, masih tak tega rasanya melihatnya selemah itu. Membuatnya mau menuruti keinginan suaminya itu. “Yaudah, tapi setelah ini kamu tidur lagi ya.” Ella kembali mencondongkan wajah mendekat ke arah Ardi. Memberikan kecupan ringan di bagian kening, pipi kanan, pipi kiri dan bibir Ardi sekaligus. Agar dia puas dan tidak meminta lagi. Dan benar saja, suaminya itu langsung terlihat sumringah kegirangan dibuatnya. “Tok ... Tok ... Tok.” Sebuah suara terdengar dari arah pintu ruangan. Ella dan Ardi terlonjak kaget mengetahui ada orang yang memasuki kamar mereka. Buru-buru Ella menjauhkan tubuhnya dari Ardi. Berusaha bersikap sewajar mungkin menyambut para tamunya. Dia menyambut empat orang tamu yang tidak lain adalah keluarga Ardi. Mama mertua, dua adik iparnya lalu satu lagi sekretaris pribadi Ardi. Ella bingung mendapati kedatangan mereka, penasaran bagaimana mereka bisa tahu keadaan Ardi. Padahal dia belum menghubungi mereka sama sekali tentang keadaan Ardi. Saking paniknya, ponselnya sampai tertinggal di hotel. “Mama ...” Ella mencium tangan sang mama mertua dengan sangat canggung, sebagai sapaan. Wanita paruh baya itu tidak menjawab sapaan Ella. Malah memberikan tatapan mata tajam yang berkilat-kilat. “Ella, kenapa Ardi bisa sampai begini? Bukannya Mama sudah pernah menjelaskan sama kamu kalau Ardi punya alergi pada buah kelengkeng?” “Kamu gimana sih jadi istrinya?” Ella tidak sanggup menjawab cercaan dari sang mama mertua. Memang sejak awal mertuanya itu tidak suka kepadanya. Bahkan beliau juga sempat menentang keras hubungannya dengan Ardi. Karena Ella berasal dari keluarga biasa, yang tidak selevel dengan keluarga Ardi. Keluarga Pradana yang merupakan salah satu keluarga crazy rich Nusantara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD